PKB Beberkan Subtansi dan Prosedur Perlunya Revisi UU Pemilu
Selasa, 23 Februari 2021 - 15:42 WIB
Selanjutnya yang keenam, aturan pemilu 2019 belum memberi jaminan adanya persamaan beban pelayanan anggota DPR kepada rakyat yang diwakili secara berimbang. Anggota DPR adalah perwakilan rakyat, bukan mewakili daerah. Wakil kepentingan daerah sudah disediakan jalan melalui Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Celakanya, jumlah rakyat yang harus dilayani kepentingannya oleh setiap anggota DPR tidak mencerminkan perimbangan. Aturan pembentukan daerah pemilihan, tidak mewajibkan adanya keadilan representasi kursi DPR berdasarkan jumlah penduduk yang diwakili. Contoh, satu kursi DPR dari Kalimantan Utara mewakili kepentingan 256.168 orang penduduk. Bandingkan dengan anggota DPR dari daerah pemilihan di wilayah Provinsi Jawa Barat yang merepresentasikan keterwakilan 548.745 jumlah penduduk.
Ketujuh, lanjut Luqman, aturan subsidi pembiayaan negara kepada peserta Pemilu 2019 berupa pemberian Alat Peraga Kampanye (APK) tidak bermanfaat, menambah beban kerja penyelenggara dan memboroskan anggaran negara. Diperlukan reformasi aturan pembiayaan untuk peserta pemilu agar tepat manfaat dan sasaran.
Adapun, kedelapan, penggunaan sistem pemilu proporsional terbuka sejak Pemilu 2009, perlu dievaluasi. Apakah sistem ini terbukti dapat menjamin kemurnian suara rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara yang dilaksanakan melalui pemilu, atau malah sebaliknya.
Dan kesembilan, undang-undang pemilu belum memberi ruang bagi kemajuan teknologi untuk mempermudah pelaksanaan pemilu, terutama pada pemungutan dan penghitungan suara. Jika teknologi digunakan dengan tepat, pasti akan berdampak positif pada kualitas pelaksanaan pemilu dan akan mengurangi anggaran biaya pemilu secara signifikan.
"Kalau mau ditambahkan, masih ada dua masalah penting yang harus dibahas dalam revisi UU Pemilu, yakni masalah ambang batas parlemen dan ambang batas pencalonan presiden," katanya.
Celakanya, jumlah rakyat yang harus dilayani kepentingannya oleh setiap anggota DPR tidak mencerminkan perimbangan. Aturan pembentukan daerah pemilihan, tidak mewajibkan adanya keadilan representasi kursi DPR berdasarkan jumlah penduduk yang diwakili. Contoh, satu kursi DPR dari Kalimantan Utara mewakili kepentingan 256.168 orang penduduk. Bandingkan dengan anggota DPR dari daerah pemilihan di wilayah Provinsi Jawa Barat yang merepresentasikan keterwakilan 548.745 jumlah penduduk.
Ketujuh, lanjut Luqman, aturan subsidi pembiayaan negara kepada peserta Pemilu 2019 berupa pemberian Alat Peraga Kampanye (APK) tidak bermanfaat, menambah beban kerja penyelenggara dan memboroskan anggaran negara. Diperlukan reformasi aturan pembiayaan untuk peserta pemilu agar tepat manfaat dan sasaran.
Adapun, kedelapan, penggunaan sistem pemilu proporsional terbuka sejak Pemilu 2009, perlu dievaluasi. Apakah sistem ini terbukti dapat menjamin kemurnian suara rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara yang dilaksanakan melalui pemilu, atau malah sebaliknya.
Dan kesembilan, undang-undang pemilu belum memberi ruang bagi kemajuan teknologi untuk mempermudah pelaksanaan pemilu, terutama pada pemungutan dan penghitungan suara. Jika teknologi digunakan dengan tepat, pasti akan berdampak positif pada kualitas pelaksanaan pemilu dan akan mengurangi anggaran biaya pemilu secara signifikan.
"Kalau mau ditambahkan, masih ada dua masalah penting yang harus dibahas dalam revisi UU Pemilu, yakni masalah ambang batas parlemen dan ambang batas pencalonan presiden," katanya.
(abd)
tulis komentar anda