Gaok Mencari Pewaris

Kamis, 18 Februari 2021 - 15:21 WIB
Upaya mempertahankan Gaok tidak dimungkiri memerlukan perubahan adaptif ke depan. Pelestarian dan kemajuan kebudayaan di antaranya tradisi lisan, diatur oleh Undang-Undang Perlindungan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2017. Objek kebudayaan seperti Gaok misalnya wajib dilestarikan. Terlebih, Gaok juga pada 2018, sudah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tidak Benda milik Provinsi Jawa Barat, dengan jenis nominator seni pertunjukan. (tercatat Jabar memiliki 437 jenis WBTB Provinsi, angka 2016 ini harusnya bertambah dibanding tahun ini).

Apa kewajiban si pemilik seni tradisi WBTB? Menurut Pudentia, tanggung jawab utama adalah pemerintah setempat (si pengusul). Menurutnya, pemerintah setempat melindungi, melestarikan kesenian daerah sesuai undang-undang (tidak semata Perda dan Permen) atau jika tidak dijalankan pemerintah bisa terkena sanksi.

Sebagai WBTB, Provinsi Jabar (pemerintah) wajib memperhatikannya, termasuk di antaranya pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM), pengalokasian dana dan lainnya. "Gaok itu sudah WBTB, kebetulan saya ada di tim (penilai). kalau gak diapa-apakan, itu sertifikatnya (akreditasi) 5 tahun berikutnya dicabut. Jadi jangan sampai mengingkari kewajiban," kata Pudentia mewanti-wanti.

Gaok kini berisi lebih banyak sisi hiburan-nya, meski tetap mengambil jalan cerita wawacan. Mungkin itulah jawaban. "Sekarang yang diperbanyak ya kliningan, hiburannya," ujar Udin. Meski memang belum membuahkan hasil, yang membuat Gaok kembali digandrungi. Upaya modernisasi (sisi pertunjukan, atau penterjemahan wawacan Aksara Pegon ke bahasa Indonesia) menjadi lumrah untuk kebutuhan, di mana seni tradisional bisa menyesuaikan perubahan.

"Sepanjang dia tidak berubah dari hakikatnya dia masih bisa kita bilang dalam tradisi lisan, tapi kalau emang sudah berubah ya kita tidak bisa lagi sebut itu tradisi lisan yang sama, tapi suatu karya yang baru yang diwariskan karena munculnya semuanya serba baru, hanya mengambil bentuk tertentu tapi berubah semua, misal OVJ, ada lenong bocah, ludruk juga ada, tapi akhirnya jadi guyonan aja," kata Pudentia berpendapat.

Kunci regenerasi, menurutnya, terletak pada SDM. "Dikembangkan di sekolah-sekolah, seni di sekolah budaya, sekolah umum, akan mati. Tradisi yang diperkuat dan menjadi kesadaran masyarakat bahwa ini milik mereka, ini kekayaan mereka," kataPudentia.

Aki Rukmin memang tidak pernah berpikir untuk berhenti dari Gaok. Baginya, Gaok adalah kehidupannya. Ia menjadi semacam ensiklopedi hidup. Ensiklopedi yang menjadi simbol kearifan lokal dan kekuatan akar budaya khas Majalengka. Di usianya menginjak 79 tahun, Aki Rukmin akan terus bersemangat memainkan Gaok. Siapa pun peminatnya, meski sebatas mahasiswa penelitian sekalipun, tak masalah. Sehat selalu Ki.
(abd)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More