Pemerintah Diminta Tak Rekrut Kelompok Radikal dan Intoleran Masuk Komcad
Sabtu, 06 Februari 2021 - 14:11 WIB
JAKARTA - Pengamat militer dan Intelijen, Susaningtyas Kertopati menyatakan, perkembangan lingkungan strategis global menunjukkan adanya pergeseran paradigma terhadap ancaman keamanan nasional. Dia melihat, ancaman keamanan nasional saat ini tidak hanya dalam bentuk konvensional atau reguler, namun juga dalam bentuk non-konvensional (irregular) yang bersifat kompleks, multidimensional, non-linear, asimetris dan melibatkan aktor non-negara (non-state actor).
Nuning sapaan akrabnya menuturkan, di Indonesia, pergeseran ancaman ini dirumuskan dalam pasal 4 ayat 2 Undang-undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara (PSDN),di mana ancaman terdiri dari tiga jenis, yakni ancaman militer, ancaman non militer, dan ancaman hibrida. "Ancaman yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 UU PSDN, dapat berwujud agresi, terorisme, komunisme, separatisme, pemberontakan bersenjata, pelanggaran wilayah perbatasan, dan perompakan dan pencurian sumber daya alam," paparnya saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (6/2/2021).
Selain itu, lanjut Nuning, terdapat ancaman bencana alam, kerusakan lingkungan, wabah penyakit, peredaran dan penyalahgunaan narkoba, serangan siber, serangan nuklir, serangan biologi, serangan kimia, atau wujud ancaman lain yang membahayakan kedaulatan dan persatuan negara. Untuk itu, mantan anggota Komisi I DPR RI itu mengatakan, tantangan yang dihadapi dalam dinamika lingkungan strategis global menempatkan ancaman keamanan nasional saat ini tidak hanya berdimensi militer.
Berkaitan dengan itu, Nuning memandang, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menegaskan sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya. Di sisi lain, sistem pertahanan ini juga dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.
"Dalam konteks menghadapi pergeseran spektrum ancaman keamanan nasional serta perlunya pengelolaan sumber daya nasional untuk pertahanan negara yang bersifat semesta, maka pembentukan Komponen Cadangan (Komcad), komponen pendukung dan program bela negara adalah sebuah keniscayaan yang relevan dalam menjawab tantangan ke depan," tutur perempuan yang juga pengamat militer dan intelijen ini.
Lebih lanjut, Nuning melihat, amanat UU No 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara untuk mengatur komponen cadangan dan komponen pendukung dalam suatu undang-undang sudah dilaksanakan oleh pemerintah melalui penerbitan Undang-undang No 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, berikut Peraturan Pemerintah (PP) No 3 Tahun 2021 tentang peraturan pelaksanaannya.
Karena itulah, hadirnya PP Nomor 3 Tahun 2021 sebagai konsideran Undang-undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara merupakan hal yang tepat. PP ini disebutnya mengatur mengenai Pembentukan Komponen Cadangan (Komcad) yang ditujukan untuk memperkuat Komponen Utama Pertahanan Negara yakni TNI, serta Penyelenggaraan Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN), yang dikenal dengan program bela negara. "Di banyak negara, pembentukan Komcad dan program bela negara ditujukan untuk mengantisipasi potensi ancaman eksternal sekaligus bagian dari upaya strategi penangkalan (deterrence strategy)," ungkap Nuning.
Kendati begitu, Nuning mengaku dirinya melihat memang ada pihak yang khawatir adanya Komcad ini akan muncul dinamika sosial baru yang justru akan mengganggu stabilitas keamanan. Namun, dia melihatnya, kekhawatiran banyak pihak atas pembentukan Komcad lebih karena belum memahami sepenuhnya regulasi yang berlaku. Dia pun menilai, Komcad tidak akan menjadi tentara bayaran karena Komcad dibiayai sepenuhnya dengan APBN dan tunduk pada aturan hukum negara.
Selain itu, Komcad akan ditempa memiliki disiplin tinggi dan kesadaran bela negara untuk dapat membantu semua lapisan masyarakat, khususnya dalam misi-misi sosial-kemanusiaan. "Untuk itu, dalam rangka menghindari ekses negatif atas pembentukan Komcad ini maka harus diperhatikan antara lain adanya screening background dan tes psikologi dalam rekrutmen agar dapat dipastikan pihak yang direktut sehat jiwa raga serta tidak merekrut pihak yang berkepribadian preman, serta terlibat organisasi kekerasan, kriminal dan radikal/intoleran," bebernya.
Lebih jauh Nuning mengatakan, selain ditujukan untuk meredam berbagai aksi radikalisasi yang marak terjadi, saat ini patut dipertimbangkan pembentukan Komcad di 2021 untuk dapat membantu dalam menangani Covid-19. Menurutnya, Komcad dapat dikerahkan untuk membantu Pemerintah Daerah menangani dampak Covid-19, serta ancaman-ancaman lainnya melalui kegiatan sosial kemanusiaan sebagai bagian dari program bela negara. "Akan lebih baik bila pihak yang direkrut sudah memiliki penghasilan tetap sehingga usai ikuti program pembentukan Komcad tidak menimbulkan masalah sosial baru di mana mereka yang sudah mendapat pelatihan kemiliteran tak memiliki penghasilan sehingga menimbulkan keresahan baru di tengah masyarakat," ucapnya.
Nuning menambahkan, hal yang sangat dan tak kalah pentingnya juga perihal publikasi resmi dari Kementerian Pertahanan terkait program pembentukan Komcad dan giat Bela Negara ini harus massif dan perlu dilakukan oleh pejabat Kemhan setingkat Sekjen, Irjen, para Dirjen, bukan sebaliknya dilakukan oleh pihak sipil yang berbau partai politik (Parpol) tertentu.
"Perlu diketahui Komcad juga ditujukan untuk menyerap para lulusan S-1, S-2 dan S-3 untuk bisa berkarir di lingkungan TNI. Kesempatan alumni Universitas Pertahanan dan universitas lain yang memiliki Prodi terkait ketahanan nasional untuk bisa mendaftar sebagai perwira TNI baik sebagai Komponen Cadangan Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara," pungkasnya.
Nuning sapaan akrabnya menuturkan, di Indonesia, pergeseran ancaman ini dirumuskan dalam pasal 4 ayat 2 Undang-undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara (PSDN),di mana ancaman terdiri dari tiga jenis, yakni ancaman militer, ancaman non militer, dan ancaman hibrida. "Ancaman yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 UU PSDN, dapat berwujud agresi, terorisme, komunisme, separatisme, pemberontakan bersenjata, pelanggaran wilayah perbatasan, dan perompakan dan pencurian sumber daya alam," paparnya saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (6/2/2021).
Selain itu, lanjut Nuning, terdapat ancaman bencana alam, kerusakan lingkungan, wabah penyakit, peredaran dan penyalahgunaan narkoba, serangan siber, serangan nuklir, serangan biologi, serangan kimia, atau wujud ancaman lain yang membahayakan kedaulatan dan persatuan negara. Untuk itu, mantan anggota Komisi I DPR RI itu mengatakan, tantangan yang dihadapi dalam dinamika lingkungan strategis global menempatkan ancaman keamanan nasional saat ini tidak hanya berdimensi militer.
Berkaitan dengan itu, Nuning memandang, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menegaskan sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya. Di sisi lain, sistem pertahanan ini juga dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.
"Dalam konteks menghadapi pergeseran spektrum ancaman keamanan nasional serta perlunya pengelolaan sumber daya nasional untuk pertahanan negara yang bersifat semesta, maka pembentukan Komponen Cadangan (Komcad), komponen pendukung dan program bela negara adalah sebuah keniscayaan yang relevan dalam menjawab tantangan ke depan," tutur perempuan yang juga pengamat militer dan intelijen ini.
Lebih lanjut, Nuning melihat, amanat UU No 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara untuk mengatur komponen cadangan dan komponen pendukung dalam suatu undang-undang sudah dilaksanakan oleh pemerintah melalui penerbitan Undang-undang No 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, berikut Peraturan Pemerintah (PP) No 3 Tahun 2021 tentang peraturan pelaksanaannya.
Karena itulah, hadirnya PP Nomor 3 Tahun 2021 sebagai konsideran Undang-undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara merupakan hal yang tepat. PP ini disebutnya mengatur mengenai Pembentukan Komponen Cadangan (Komcad) yang ditujukan untuk memperkuat Komponen Utama Pertahanan Negara yakni TNI, serta Penyelenggaraan Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN), yang dikenal dengan program bela negara. "Di banyak negara, pembentukan Komcad dan program bela negara ditujukan untuk mengantisipasi potensi ancaman eksternal sekaligus bagian dari upaya strategi penangkalan (deterrence strategy)," ungkap Nuning.
Kendati begitu, Nuning mengaku dirinya melihat memang ada pihak yang khawatir adanya Komcad ini akan muncul dinamika sosial baru yang justru akan mengganggu stabilitas keamanan. Namun, dia melihatnya, kekhawatiran banyak pihak atas pembentukan Komcad lebih karena belum memahami sepenuhnya regulasi yang berlaku. Dia pun menilai, Komcad tidak akan menjadi tentara bayaran karena Komcad dibiayai sepenuhnya dengan APBN dan tunduk pada aturan hukum negara.
Selain itu, Komcad akan ditempa memiliki disiplin tinggi dan kesadaran bela negara untuk dapat membantu semua lapisan masyarakat, khususnya dalam misi-misi sosial-kemanusiaan. "Untuk itu, dalam rangka menghindari ekses negatif atas pembentukan Komcad ini maka harus diperhatikan antara lain adanya screening background dan tes psikologi dalam rekrutmen agar dapat dipastikan pihak yang direktut sehat jiwa raga serta tidak merekrut pihak yang berkepribadian preman, serta terlibat organisasi kekerasan, kriminal dan radikal/intoleran," bebernya.
Lebih jauh Nuning mengatakan, selain ditujukan untuk meredam berbagai aksi radikalisasi yang marak terjadi, saat ini patut dipertimbangkan pembentukan Komcad di 2021 untuk dapat membantu dalam menangani Covid-19. Menurutnya, Komcad dapat dikerahkan untuk membantu Pemerintah Daerah menangani dampak Covid-19, serta ancaman-ancaman lainnya melalui kegiatan sosial kemanusiaan sebagai bagian dari program bela negara. "Akan lebih baik bila pihak yang direkrut sudah memiliki penghasilan tetap sehingga usai ikuti program pembentukan Komcad tidak menimbulkan masalah sosial baru di mana mereka yang sudah mendapat pelatihan kemiliteran tak memiliki penghasilan sehingga menimbulkan keresahan baru di tengah masyarakat," ucapnya.
Nuning menambahkan, hal yang sangat dan tak kalah pentingnya juga perihal publikasi resmi dari Kementerian Pertahanan terkait program pembentukan Komcad dan giat Bela Negara ini harus massif dan perlu dilakukan oleh pejabat Kemhan setingkat Sekjen, Irjen, para Dirjen, bukan sebaliknya dilakukan oleh pihak sipil yang berbau partai politik (Parpol) tertentu.
"Perlu diketahui Komcad juga ditujukan untuk menyerap para lulusan S-1, S-2 dan S-3 untuk bisa berkarir di lingkungan TNI. Kesempatan alumni Universitas Pertahanan dan universitas lain yang memiliki Prodi terkait ketahanan nasional untuk bisa mendaftar sebagai perwira TNI baik sebagai Komponen Cadangan Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara," pungkasnya.
(cip)
tulis komentar anda