11 Bulan Pandemi, RS Isolasi Belum Ada Solusi
Senin, 01 Februari 2021 - 05:36 WIB
Trubus menerangkan alasan di balik Siranap tidak berjalan efektif. Dia menduga RS kerap menutupi kamar kosong. Kemenkes harus mengawasi dugaan praktik ini. Dosen Universitas Trisakti itu menyatakan penanganan yang efektif saat ini adalah mengarahkan pasien Covid-19, khususnya, yang OTG hingga gejala ringan di tempat isolasi mandiri, baik di hotel maupun di pusat karantina yang disediakan pemerintah. “Tiap RT juga bisa menyediakan tempat isolasi mandiri,” terang dia.
Pakar kesehatan Hermawan Saputra meminta pemerintah tidak sekadar fokus pada program vaksinasi. Dia mengingatkan kondisi yang harus diprioritaskan pemerintah adalah menangani kedaruratan kapasitas layanan kesehatan untuk menangani pasien.
“Sekarang ini kedaruratan kapasitas layanan. Kita harus menambah fasilitas seperti fasilitas rawat inap, ruang isolasi di rumah sakit, dan fasilitas isolasi mandiri. Yang lebih tragis lagi menyebabkan kematian tinggi ini karena (pemakaian) ruang ICU,” ujarnya.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) itu menilai pemerintah perlu merekomendasikan kepada seluruh RS, termasuk yang bukan rujukan Covid-19, untuk memanfaatkan penggunaan ruang ICU bagi penanganan Covid-19. Namun, harus ada alur dan protokol tersendiri dibandingkan bagi pasien umum.
“Kalau pasien Covid sudah stabil, dia bisa dirawat di rumah sakit lain. Itu prinsipnya, karena berkaitan dengan life saving. Apalagi kasus kematian (mortality) kita tinggi karena tidak tertangani,” terang dia.
Hermawan juga menyarankan Kementerian Kesehatan bersama Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) bersama organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mengevaluasi clinical effectiveness. Sebab, banyak pasien Covid-19 yang ditengarai menjalani perawatan melebihi 14 hari.
“Kalau merawat lebih dari itu ada dua kemungkinan yaitu proses terapinya yang tidak tepat atau memang ada standar DPJP yang belum memulangkan pasien untuk alasan tertentu,” jelas dia.
Dia juga menilai pemerintah daerah perlu menguatkan sistem informasi kesehatan di wilayahnya. Menurutnya, kesehatan merupakan bagian dari desentralisasi yang harus ditangani pemerintah daerah. Dinas kesehatan daerah dapat meningkatkan sistem informasi seperti Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).
Pakar kesehatan Hermawan Saputra meminta pemerintah tidak sekadar fokus pada program vaksinasi. Dia mengingatkan kondisi yang harus diprioritaskan pemerintah adalah menangani kedaruratan kapasitas layanan kesehatan untuk menangani pasien.
“Sekarang ini kedaruratan kapasitas layanan. Kita harus menambah fasilitas seperti fasilitas rawat inap, ruang isolasi di rumah sakit, dan fasilitas isolasi mandiri. Yang lebih tragis lagi menyebabkan kematian tinggi ini karena (pemakaian) ruang ICU,” ujarnya.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) itu menilai pemerintah perlu merekomendasikan kepada seluruh RS, termasuk yang bukan rujukan Covid-19, untuk memanfaatkan penggunaan ruang ICU bagi penanganan Covid-19. Namun, harus ada alur dan protokol tersendiri dibandingkan bagi pasien umum.
“Kalau pasien Covid sudah stabil, dia bisa dirawat di rumah sakit lain. Itu prinsipnya, karena berkaitan dengan life saving. Apalagi kasus kematian (mortality) kita tinggi karena tidak tertangani,” terang dia.
Hermawan juga menyarankan Kementerian Kesehatan bersama Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) bersama organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mengevaluasi clinical effectiveness. Sebab, banyak pasien Covid-19 yang ditengarai menjalani perawatan melebihi 14 hari.
“Kalau merawat lebih dari itu ada dua kemungkinan yaitu proses terapinya yang tidak tepat atau memang ada standar DPJP yang belum memulangkan pasien untuk alasan tertentu,” jelas dia.
Dia juga menilai pemerintah daerah perlu menguatkan sistem informasi kesehatan di wilayahnya. Menurutnya, kesehatan merupakan bagian dari desentralisasi yang harus ditangani pemerintah daerah. Dinas kesehatan daerah dapat meningkatkan sistem informasi seperti Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).
(ynt)
Lihat Juga :
tulis komentar anda