IDI Beberkan Dua Syarat Agar Pengendalian Pandemi Berhasil
Jum'at, 22 Januari 2021 - 17:42 WIB
JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih mengatakan pengendalian infeksi virus Corona (Covid-19) bisa berhasil dengan dua syarat. Pertama, penguatan 3T (tracing, testing, treatment) di hilir. Kedua, penguatan strategi di hulu yang berkaitan dengan penerapan protokol kesehatan dan program vaksinasi
“Di hilir, yang sakit harus ditemukan dan diisolasi secara penuh melalui 3T. Kemudian, kemampuan untuk yang sudah tracing harus ditangani dengan baik melalui fasilitas kesehatan yang cukup. Karena ada beragam kabar masyarakat yang belum tertangani dan meninggal. Di hulu yaitu penguatan protokol kesehatan dan vaksinasi. Ini memang tidak mudah,” ujar Daeng dalam diskusi virtual bertajuk Vaksinasi Covid-19 , Perubahan Perilaku dan Diseminasi Informasi, Jumat (22/1/2021).
(Baca: Jika Pandemi Belum Kelar dalam 3 Tahun, Ancamannya Dahsyat)
Kalau di hulu tidak diformat dengan baik, maka seterusnya di hilir akan timbul kasus baru. Selain itu, biaya penanganan juga akan semakin lebih besar. Lantaran itu, kedua strategi tersebut harus dimaksimalkan.
Di beberapa daerah, penerapan protokol kesehatan masih sangat berat dan tidak kelihatan dampaknya. Bahkan, kasus yang aktif sampai naik sekitar 40 persen setelah libur akhir tahun lalu.
“Perlu tinjau lagi protokol kesehatan, mungkin bukan hanya 3M lagi. Tapi lebih kepada merubah perilaku. Untuk menghindar dari penyakit, bukan hanya perilaku tapi ada tiga hal lain yaitu menjaga atau modifikasi daya tahan tubuh. Perlu ditambah satu M lagi yaitu mengkondisikan daya tahan tubuh,” ujarnya.
Selain perilaku dan kondisi tubuh, M lainnya yakni memodifikasi lingkungan di tempat kerja, ibadah, dan lainnya. Kalau tidak diprogramkan dengan baik, maka semua upaya tidak akan tidak maksimal.
Adapun vaksinasi, lanjut Daeng, itu lebih bersifat pencegahan yang spesifik terhadap penyakit tertentu melalui obat. Lantaran itu, dirinya menekan agar tenaga kesehatan dan pelayanan publik menjadi prioritas awal vaksinasi dalam kondisi darurat seperti ini.
“Kita sudah meminta jajaran IDI di pusat dan daerah agar menjadi role model. Kami juga menyiapkan tim pakar agar mereka bisa menjadi komunikator dan memberi penjelasan komprehensif akan efikasi dan keamanan, efek samping dari vaksin. Dengan begitu, masyarakat bisa lebih memahami,” jelas dia.
“Di hilir, yang sakit harus ditemukan dan diisolasi secara penuh melalui 3T. Kemudian, kemampuan untuk yang sudah tracing harus ditangani dengan baik melalui fasilitas kesehatan yang cukup. Karena ada beragam kabar masyarakat yang belum tertangani dan meninggal. Di hulu yaitu penguatan protokol kesehatan dan vaksinasi. Ini memang tidak mudah,” ujar Daeng dalam diskusi virtual bertajuk Vaksinasi Covid-19 , Perubahan Perilaku dan Diseminasi Informasi, Jumat (22/1/2021).
(Baca: Jika Pandemi Belum Kelar dalam 3 Tahun, Ancamannya Dahsyat)
Kalau di hulu tidak diformat dengan baik, maka seterusnya di hilir akan timbul kasus baru. Selain itu, biaya penanganan juga akan semakin lebih besar. Lantaran itu, kedua strategi tersebut harus dimaksimalkan.
Di beberapa daerah, penerapan protokol kesehatan masih sangat berat dan tidak kelihatan dampaknya. Bahkan, kasus yang aktif sampai naik sekitar 40 persen setelah libur akhir tahun lalu.
“Perlu tinjau lagi protokol kesehatan, mungkin bukan hanya 3M lagi. Tapi lebih kepada merubah perilaku. Untuk menghindar dari penyakit, bukan hanya perilaku tapi ada tiga hal lain yaitu menjaga atau modifikasi daya tahan tubuh. Perlu ditambah satu M lagi yaitu mengkondisikan daya tahan tubuh,” ujarnya.
Selain perilaku dan kondisi tubuh, M lainnya yakni memodifikasi lingkungan di tempat kerja, ibadah, dan lainnya. Kalau tidak diprogramkan dengan baik, maka semua upaya tidak akan tidak maksimal.
Adapun vaksinasi, lanjut Daeng, itu lebih bersifat pencegahan yang spesifik terhadap penyakit tertentu melalui obat. Lantaran itu, dirinya menekan agar tenaga kesehatan dan pelayanan publik menjadi prioritas awal vaksinasi dalam kondisi darurat seperti ini.
“Kita sudah meminta jajaran IDI di pusat dan daerah agar menjadi role model. Kami juga menyiapkan tim pakar agar mereka bisa menjadi komunikator dan memberi penjelasan komprehensif akan efikasi dan keamanan, efek samping dari vaksin. Dengan begitu, masyarakat bisa lebih memahami,” jelas dia.
Lihat Juga :
tulis komentar anda