Pedagang Daging Pilih Mogok Jualan
Jum'at, 22 Januari 2021 - 05:45 WIB
MESKI merugi, pedagang daging sapi dan kerbau di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) tetap menggelar aksi mogok jualan menyusul melonjaknya harga daging sapi di tingkat rumah pemotongan hewan (RPH). Mogok jualan yang dilakukan sejak Kamis (21/1) hingga Sabtu (23/1) ini bisa lebih lama jika belum ada solusi dari pemerintah untuk menstabilkan harga daging sapi dan kerbau di sisi hulu. Saat ini harga daging sapi di tingkat RPH menembus Rp130.000/kg, sementara pedagang di pasar sulit untuk mengatrol harga daging di tengah daya beli konsumen yang melemah. Akibatnya harga tetap seperti biasa, yakni pada kisaran Rp120.000/kg. Karena itu tuntutan para pedagang daging sapi adalah pemerintah harus turun tangan agar harga daging sapi di hulu tidak naik.
Menyikapi persoalan harga daging sapi ini pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menggelar rapat koordinasi dengan pihak terkait untuk stabilisasi harga. Rapat koordinasi pihak Kemendag bersama Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) dan Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) menyepakati sejumlah jalan keluar agar harga daging sapi bisa kembali stabil. Di antaranya pemerintah segera mengatur harga eceran tertinggi (HET) daging sapi di tingkat pengecer menjadi Rp130.000/kg. Langkah stabilisasi harga tersebut sebagai solusi mengatasi ketersediaan pasokan daging sapi untuk periode jangka pendek.
Selain itu rapat koordinasi juga menyepakati untuk membuka keran impor sapi. Sebagaimana diungkapkan Ketua Umum APDI, Asnawi, pemerintah akan memberikan izin impor sapi dari dua negara, yakni Meksiko dan sapi slaugther dari Australia. Meski kesepakatan antara pemerintah dan pihak asosiasi sifatnya jangka pendek, pihak APDI meyakini itu sebagai sebuah jalan keluar yang bisa diterima. Pasalnya pemerintah tidak bisa memaksa pedagang tetap berjualan dengan menanggung kerugian dan tidak boleh menyalahkan pedagang daging sapi bila mengambil sikap mogok jualan karena itu pilihan. Bagi pedagang daging tidak ada pilihan menguntungkan, sebab jika berjualan tetap rugi dan memilih aksi mogok jualan juga rugi. Karena itu patut diapresiasi ketika pihak Istana Kepresidenan membuka pintu atau siap menampung aspirasi para penjual daging sapi. Tentu harapannya bukan hanya sebatas mendengar atau menerima aspirasi, tetapi bagaimana mencarikan solusi tepat.
Berapa sebenarnya kebutuhan daging sapi untuk konsumsi nasional? Mengutip data publikasi dari Kemendag, terungkap bahwa untuk memenuhi konsumsi daging sapi masih terjadi defisit sebanyak 281.000 ton sepanjang tahun ini. Angka yang dipaparkan pihak Kemendag sudah mempertimbangkan cadangan atau stok pada Januari dan Februari tahun depan. Lebih terperinci, kebutuhan konsumsi daging sapi dan kerbau dalam negeri mencapai 696.956 ton per tahun, sedangkan produksi dalam negeri masih jauh dari cukup atau baru 473.814 ton per tahun.
Dengan demikian terdapat selisih angka yang tinggi antara kebutuhan konsumsi dan produksi daging sapi atau sekitar 223.142 ton. Perkiraan angka defisit daging sapi tahun ini menurun bila dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 324.019 ton.
Meski aksi mogok dari para pedagang daging sapi di wilayah Jabodetabek mengundang perhatian serius masyarakat, jawaban menenangkan disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Stok daging sapi dan kerbau, sebagaimana diklaim pria asal Sulawesi Selatan (Sulsel) yang akrab dipanggil dengan singkatan SYL itu, aman dan cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat hingga Lebaran 2021. Karena itu mantan Gubernur Sulsel tersebut meminta masyarakat tak perlu khawatir dengan ketersediaan stok daging sapi dan kerbau. Mengenai harga yang dipersoalkan para pedagang daging sapi, Kementan sedang berkoordinasi dengan Kemendag untuk mencari solusi bersama. Sebab urusan harga adalah domain Kemendag.
Terlepas dari stok daging sapi dan kerbau yang dijamin aman oleh pemerintah, masalah harga adalah persoalan klasik. Karena persoalan harga yang sulit dikendalikan selama ini menjadi lahan empuk bagi importir daging sapi dan kerbau. Hal itu bisa dibuktikan dengan perebutan kuota impor yang cenderung menghalalkan segala cara sehingga sering kali berakhir menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka yang diciduk adalah kalangan pejabat, pengusaha, atau importir daging sapi dan kerbau. (*)
Menyikapi persoalan harga daging sapi ini pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menggelar rapat koordinasi dengan pihak terkait untuk stabilisasi harga. Rapat koordinasi pihak Kemendag bersama Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) dan Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) menyepakati sejumlah jalan keluar agar harga daging sapi bisa kembali stabil. Di antaranya pemerintah segera mengatur harga eceran tertinggi (HET) daging sapi di tingkat pengecer menjadi Rp130.000/kg. Langkah stabilisasi harga tersebut sebagai solusi mengatasi ketersediaan pasokan daging sapi untuk periode jangka pendek.
Selain itu rapat koordinasi juga menyepakati untuk membuka keran impor sapi. Sebagaimana diungkapkan Ketua Umum APDI, Asnawi, pemerintah akan memberikan izin impor sapi dari dua negara, yakni Meksiko dan sapi slaugther dari Australia. Meski kesepakatan antara pemerintah dan pihak asosiasi sifatnya jangka pendek, pihak APDI meyakini itu sebagai sebuah jalan keluar yang bisa diterima. Pasalnya pemerintah tidak bisa memaksa pedagang tetap berjualan dengan menanggung kerugian dan tidak boleh menyalahkan pedagang daging sapi bila mengambil sikap mogok jualan karena itu pilihan. Bagi pedagang daging tidak ada pilihan menguntungkan, sebab jika berjualan tetap rugi dan memilih aksi mogok jualan juga rugi. Karena itu patut diapresiasi ketika pihak Istana Kepresidenan membuka pintu atau siap menampung aspirasi para penjual daging sapi. Tentu harapannya bukan hanya sebatas mendengar atau menerima aspirasi, tetapi bagaimana mencarikan solusi tepat.
Berapa sebenarnya kebutuhan daging sapi untuk konsumsi nasional? Mengutip data publikasi dari Kemendag, terungkap bahwa untuk memenuhi konsumsi daging sapi masih terjadi defisit sebanyak 281.000 ton sepanjang tahun ini. Angka yang dipaparkan pihak Kemendag sudah mempertimbangkan cadangan atau stok pada Januari dan Februari tahun depan. Lebih terperinci, kebutuhan konsumsi daging sapi dan kerbau dalam negeri mencapai 696.956 ton per tahun, sedangkan produksi dalam negeri masih jauh dari cukup atau baru 473.814 ton per tahun.
Dengan demikian terdapat selisih angka yang tinggi antara kebutuhan konsumsi dan produksi daging sapi atau sekitar 223.142 ton. Perkiraan angka defisit daging sapi tahun ini menurun bila dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 324.019 ton.
Meski aksi mogok dari para pedagang daging sapi di wilayah Jabodetabek mengundang perhatian serius masyarakat, jawaban menenangkan disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Stok daging sapi dan kerbau, sebagaimana diklaim pria asal Sulawesi Selatan (Sulsel) yang akrab dipanggil dengan singkatan SYL itu, aman dan cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat hingga Lebaran 2021. Karena itu mantan Gubernur Sulsel tersebut meminta masyarakat tak perlu khawatir dengan ketersediaan stok daging sapi dan kerbau. Mengenai harga yang dipersoalkan para pedagang daging sapi, Kementan sedang berkoordinasi dengan Kemendag untuk mencari solusi bersama. Sebab urusan harga adalah domain Kemendag.
Terlepas dari stok daging sapi dan kerbau yang dijamin aman oleh pemerintah, masalah harga adalah persoalan klasik. Karena persoalan harga yang sulit dikendalikan selama ini menjadi lahan empuk bagi importir daging sapi dan kerbau. Hal itu bisa dibuktikan dengan perebutan kuota impor yang cenderung menghalalkan segala cara sehingga sering kali berakhir menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka yang diciduk adalah kalangan pejabat, pengusaha, atau importir daging sapi dan kerbau. (*)
(bmm)
Lihat Juga :
tulis komentar anda