PKS Pertanyakan Motif Lahirnya Perpres Pencegahan Ekstremisme
Kamis, 21 Januari 2021 - 07:16 WIB
JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera ( PKS ) mempertanyakan lahirnya Peraturan Presiden ( Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme .
"Apa motif pemerintah melahirkan perpres ekstremisme ini? Padahal sudah ada Undang-Undang (UU) Terorisme yang dipergunakan untuk memberantas teroris," ujar Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Sukamta, Kamis (21/1/2021).
Anggota Komisi I DPR itu mengatakan tujuan beleid ini, apakah menyasar pencegahan tindakan terorisme atau ada motif lain. Dia menerangkan ada multitafsir mengenai ekstremisme.
"Tafsir ekstremisme versi pemerintah ini berbahaya bagi keadilan hukum dan iklim demokrasi. Pemerintah membuat tafsir sendiri mengenai ekstremisme yang tidak jelas bentuk dan ukurannya," ujar doktor lulusan Inggris itu.
Sukamta mengkhawatirkan ada masalah pada pelaksanaan teknis. Misalnya, ada laporan dari masyarakat tentang peristiwa ekstremisme yang diduga dilakukan orang atau kelompok dengan keyakinan tertentu kepada kepolisian.
Menurutnya, tafsir dari aparat keamanan nantinya bersifat subjektif. Dia menegaskan jika pemerintah serius mau memberantas terorisme, gunakan UU Terorisme.
"Selama ini UU Terorisme hanya dipergunakan untuk mengadili pelaku teroris dengan baju agama Islam. Sedangkan, kelompok pemberontak dan makar di Papua tak pernah ditangani layaknya kasus terorisme. Namun, hanya ditangani seperti kelompok kriminal bersenjata biasa," tuturnya.
Dia menyatakan PKS menentang ekstremisme, kekerasan, dan terorisme. Sukamta menerangkan partai mendorong pemahaman dan tindakan yang tawasuth atau moderat, pertengahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"PKS menentang ekstremisme dalam semua bentuk yang dilakukan oleh siapapun, baik kelompok masyarakat maupun penyelenggara negara. PKS menginginkan penanganan ekstremisme dilakukan dengan cara-cara yang baik, bukan dengan cara ekstrem," katanya.
Politikus asal daerah pemilihan DI Yogyakarta itu khawatir jika cara-cara ekstrem yang dipakai, akan lebih banyak mudharatnya dibandingkan manfaatnya. Dengan pelibatan masyarakat secara masif, menurutnya, khawatir akan muncul sikap saling curiga dan menuding. "Keterbelahan masyarakat yang bhineka dan majemuk ini akan berbahaya," katanya.
"Apa motif pemerintah melahirkan perpres ekstremisme ini? Padahal sudah ada Undang-Undang (UU) Terorisme yang dipergunakan untuk memberantas teroris," ujar Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Sukamta, Kamis (21/1/2021).
Anggota Komisi I DPR itu mengatakan tujuan beleid ini, apakah menyasar pencegahan tindakan terorisme atau ada motif lain. Dia menerangkan ada multitafsir mengenai ekstremisme.
Baca Juga
"Tafsir ekstremisme versi pemerintah ini berbahaya bagi keadilan hukum dan iklim demokrasi. Pemerintah membuat tafsir sendiri mengenai ekstremisme yang tidak jelas bentuk dan ukurannya," ujar doktor lulusan Inggris itu.
Sukamta mengkhawatirkan ada masalah pada pelaksanaan teknis. Misalnya, ada laporan dari masyarakat tentang peristiwa ekstremisme yang diduga dilakukan orang atau kelompok dengan keyakinan tertentu kepada kepolisian.
Menurutnya, tafsir dari aparat keamanan nantinya bersifat subjektif. Dia menegaskan jika pemerintah serius mau memberantas terorisme, gunakan UU Terorisme.
"Selama ini UU Terorisme hanya dipergunakan untuk mengadili pelaku teroris dengan baju agama Islam. Sedangkan, kelompok pemberontak dan makar di Papua tak pernah ditangani layaknya kasus terorisme. Namun, hanya ditangani seperti kelompok kriminal bersenjata biasa," tuturnya.
Dia menyatakan PKS menentang ekstremisme, kekerasan, dan terorisme. Sukamta menerangkan partai mendorong pemahaman dan tindakan yang tawasuth atau moderat, pertengahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"PKS menentang ekstremisme dalam semua bentuk yang dilakukan oleh siapapun, baik kelompok masyarakat maupun penyelenggara negara. PKS menginginkan penanganan ekstremisme dilakukan dengan cara-cara yang baik, bukan dengan cara ekstrem," katanya.
Politikus asal daerah pemilihan DI Yogyakarta itu khawatir jika cara-cara ekstrem yang dipakai, akan lebih banyak mudharatnya dibandingkan manfaatnya. Dengan pelibatan masyarakat secara masif, menurutnya, khawatir akan muncul sikap saling curiga dan menuding. "Keterbelahan masyarakat yang bhineka dan majemuk ini akan berbahaya," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda