Kasus Edhy Prabowo, KPK Panggil Lagi Gubernur dan Bupati Kaur Bengkulu
Senin, 18 Januari 2021 - 12:02 WIB
JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dan Bupati Kaur Bengkulu Gusril Pausi terkait kasus suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya 2020 alias suap ekspor benur.
Baca Juga: Mengapa Grabtoko Gunakan Uang Hasil Penipuan untuk Beli Aset Kripto?
Keduanya akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP) " Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," Senin (18/1/2021). (Baca juga: KPK Dalami Percakapan Pengurusan Izin Ekspor Benur di KKP)
Sebelumnya, pemanggilan pertama, keduanya tidak hadir. Untuk Gusril dipanggil pada Senin, 11 Januari 2021, sedangkan Gubernur Bengkulu Rohidin dipanggil besoknya pada Selasa, 12 Januari 2021. Selain memeriksa Rohidin dan Gusril, tim penyidik juga memanggil Direktur Keuangan PT DPP M Zainul Fatih, dua karyawan swasta Jaya Marlian dan Sharidi Yanopi, serta petani/pekebun bernama Zulhijar. Mereka juga akan diperiksa untuk Edhy Prabowo. (Baca juga: Suap Benur, KPK Usut Penerima Uang di Sejumlah Daerah dari Suharjito)
Tidak hanya itu, penyidik juga memanggil saksi lainnya yakni Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta, Finari Manan, kasir besar PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Joko Santoso, pegawai PT DPPP Betha Maya Febiana, dan karyawan swasta bernama Yunus. Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito. Diketahui KPK telah menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya 2020 alias suap ekspor benur lobster. Baca Juga: Banyak Bencana, Anggota DPR dari PKS Diinstruksikan Potong Gaji
Selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Stafsus Menteri KKP, Safri; staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT). Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp10,2 miliar dan USD100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp1.800/ekor. Diduga upaya suap itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.
Atas perbuatannya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca Juga: Mengapa Grabtoko Gunakan Uang Hasil Penipuan untuk Beli Aset Kripto?
Keduanya akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP) " Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," Senin (18/1/2021). (Baca juga: KPK Dalami Percakapan Pengurusan Izin Ekspor Benur di KKP)
Sebelumnya, pemanggilan pertama, keduanya tidak hadir. Untuk Gusril dipanggil pada Senin, 11 Januari 2021, sedangkan Gubernur Bengkulu Rohidin dipanggil besoknya pada Selasa, 12 Januari 2021. Selain memeriksa Rohidin dan Gusril, tim penyidik juga memanggil Direktur Keuangan PT DPP M Zainul Fatih, dua karyawan swasta Jaya Marlian dan Sharidi Yanopi, serta petani/pekebun bernama Zulhijar. Mereka juga akan diperiksa untuk Edhy Prabowo. (Baca juga: Suap Benur, KPK Usut Penerima Uang di Sejumlah Daerah dari Suharjito)
Tidak hanya itu, penyidik juga memanggil saksi lainnya yakni Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta, Finari Manan, kasir besar PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Joko Santoso, pegawai PT DPPP Betha Maya Febiana, dan karyawan swasta bernama Yunus. Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito. Diketahui KPK telah menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya 2020 alias suap ekspor benur lobster. Baca Juga: Banyak Bencana, Anggota DPR dari PKS Diinstruksikan Potong Gaji
Selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Stafsus Menteri KKP, Safri; staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT). Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp10,2 miliar dan USD100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp1.800/ekor. Diduga upaya suap itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.
Atas perbuatannya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(cip)
tulis komentar anda