Mewujudkan Janji Pendidikan pada Masa Pandemi

Kamis, 14 Januari 2021 - 06:05 WIB
Anggi Afriansyah (Foto: Istimewa)
Anggi Afriansyah

Peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan LIPI

SITUASI pandemi Covid-19 semakin membuka tabir persoalan pendidikan. Ketimpangan akses semakin membuat anak-anak dari keluarga miskin terbatasi meraih janji pendidikan. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, paparan Dan Levin di New York Times pada Selasa(12/10) menyebutkan, anak-anak yang berasal dari keluarga miskin harus drop out, menderita kelaparan dan kehilangan tempat tinggal. Mereka juga kesulitan untuk belajar daring karena terbatasnya akses.

Laporan bertajuk Protect A Generation: The impact of COVID-19 on children's lives dari Save the Children (2020) menyuguhkan fakta-fakta memprihatinkan terkait konteks pendidikan global. Pertama, Save the Children memprediksi pandemi mengakibatkan setidaknya 10 juta anak tidak kembali ke sekolah. Mereka yang terdampak sangat berat adalah anak-anak termiskin yang tidak memiliki akses ke teknologi.

Kedua, kurang dari 1% anak-anak dari rumah tangga miskin yang memiliki akses ke internet untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ). Padahal, lebih dari 60% inisiatif PJJ nasional mengandalkan platform daring.



Ketiga, 40% anak dari rumah tangga miskin menyatakan bahwa mereka membutuhkan bantuan untuk pekerjaan sekolah mereka, tetapi tidak punya siapa-siapa untuk membantu. Hal yang lebih memprihatinkan, dua per tiga orang tua dan pengasuh melaporkan bahwa anak mereka tidak menerima kontak dari guru sejak sekolah ditutup.

Keempat, dua per tiga dari anak-anak tidak memiliki kontak sama sekali dengan guru, selama masa lockdown. Delapan dari sepuluh anak percaya bahwa mereka telah belajar sedikit atau tidak sama sekali sejak sekolah ditutup. Selain itu, 93% rumah tangga yang kehilangan lebih dari setengah pendapatannya karena pandemi. Mereka juga melaporkan kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan.

Kelima, kekerasan di rumah berlipat ganda saat sekolah ditutup. Saat sekolah ditutup, laporan mengenai kekerasan meningkat hingga 17% dibanding sebelumnya 8%. Dan, 63% anak perempuan lebih sering ditugaskan untuk melakukan lebih banyak pekerjaan rumah dibandingkan dengan anak laki-laki.

Keenam, investasi di bidang pendidikan, kesehatan dan gizi, layanan perlindungan anak, layanan kesehatan mental, dan jaring pengaman, sangat dibutuhkan.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More