Indonesia Harus Perkuat Kerja Sama ASEAN di Tengah Persaingan Geopolitik AS-China
Selasa, 12 Januari 2021 - 22:01 WIB
JAKARTA - Indonesia harus terus mendorong kerja sama dalam wadah ASEAN untuk memperkuat kerja sama ekonomi, baik dengan Amerika Serikat dan China . ASEAN dengan 10 negara anggotanya dan 650 juta penduduk memiliki posisi yang strategis dalam menentukan arah ekonomi dunia ke depan.
Demikian pandangan Prof Kishore Mahbubani, Profesor terkemuka dari National University of Singapore dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan Golkar Institute, sekolah kebijakan publik di bawah Partai Golkar yang berlangsung secara virtual, Selasa (12/1/2021). (Baca juga: Defisit APBN Melebar di 2020, Pemerintah Klaim Lebih Oke dari Negara ASEAN)
Diskusi terbatas ini dihadiri Ketua Umum DPP Partai Golkar yang juga Menteri Koordinator Perekonomian RI, Airlangga Hartarto; Menteri Perindustrian RI, Agus Gumiwang Kartasasmita; Sekjen DPP Partai Golkar, Lodewijk F Paulus; Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin; Ketua Golkar Institute, Ace Hasan Syadzily; Prof Eko Prasodjo, Prof Sofian Efendi, Erwin Aksa dan dipandu Rizal Mallarangeng.
Dalam pandangan mantan Diplomat Singapura ini, perseteruan geopolitik antara AS dan China masih akan berlangsung selama 10 tahun ke depan. Menurutnya, persaingan ini akan selalu terjadi ketika AS yang saat ini masih menjadi kekuatan terbesar dunia sedang dalam proses “disalip” oleh kekuatan terbesar kedua, yaitu China.
Mahbubani menyatakan Amerika Serikat sedang dalam kondisi sosial-politik yang prihatin, ditandai dengan penyerebuan Gedung Capitol oleh pendukung Presiden Trump awal Januari ini. Beberapa ahli berpendapat bahwa AS telah menjadi sebuah plutokrasi, di mana kekuasaan dipegang oleh segelintir orang yang sangat kaya, sementara puluhan juta masyarakat mengalami kemerosotan ekonomi yang riil selama 30 tahun terakhir.
Menurut Mahbubani, saat ini AS tergantung dari presiden terpilih Joe Biden untuk memulihkan kondisi dan memperbaiki hubungan antar masyarakat yang retak. Ke depannya, bisa jadi AS akan pulih dan kembali menguat atau semakin terpuruk.
Di sisi lain, China telah menunjukkan bahwa negara itu dapat menangani kondisi darurat, seperti wabah COVID-19 dengan efektif. Kualitas birokrasi di China juga termasuk yang terbaik di dunia dengan rekruitmen yang terukur dan kualifikasi hanya yang menempati ranking terbaik di sekolahnya yang menduduki birokrasi di China.
Lalu bagaimana posisi Indonesia? Mahbubani memberikan saran agar Indonesia dan negara-negara lain di dunia agar tetap netral. Pesan yang harus disampaikan secara jelas adalah: “Jangan paksa kami untuk memihak pada AS atau China. Tapi kami ingin menjaga hubungan baik dengan keduanya,” ujar Mahbuani. (Baca juga: Ini Kata Pakar Keamanan Nasional dan Internasional tentang Geopolitik Akibat Covid-19)
Menurutnya, pesan ini akan lebih kuat bila disampaikan secara kolektif dalam wadah ASEAN. Karena ASEAN mewadahi 10 negara dan 650 juta penduduk.
Demikian pandangan Prof Kishore Mahbubani, Profesor terkemuka dari National University of Singapore dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan Golkar Institute, sekolah kebijakan publik di bawah Partai Golkar yang berlangsung secara virtual, Selasa (12/1/2021). (Baca juga: Defisit APBN Melebar di 2020, Pemerintah Klaim Lebih Oke dari Negara ASEAN)
Diskusi terbatas ini dihadiri Ketua Umum DPP Partai Golkar yang juga Menteri Koordinator Perekonomian RI, Airlangga Hartarto; Menteri Perindustrian RI, Agus Gumiwang Kartasasmita; Sekjen DPP Partai Golkar, Lodewijk F Paulus; Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin; Ketua Golkar Institute, Ace Hasan Syadzily; Prof Eko Prasodjo, Prof Sofian Efendi, Erwin Aksa dan dipandu Rizal Mallarangeng.
Dalam pandangan mantan Diplomat Singapura ini, perseteruan geopolitik antara AS dan China masih akan berlangsung selama 10 tahun ke depan. Menurutnya, persaingan ini akan selalu terjadi ketika AS yang saat ini masih menjadi kekuatan terbesar dunia sedang dalam proses “disalip” oleh kekuatan terbesar kedua, yaitu China.
Mahbubani menyatakan Amerika Serikat sedang dalam kondisi sosial-politik yang prihatin, ditandai dengan penyerebuan Gedung Capitol oleh pendukung Presiden Trump awal Januari ini. Beberapa ahli berpendapat bahwa AS telah menjadi sebuah plutokrasi, di mana kekuasaan dipegang oleh segelintir orang yang sangat kaya, sementara puluhan juta masyarakat mengalami kemerosotan ekonomi yang riil selama 30 tahun terakhir.
Menurut Mahbubani, saat ini AS tergantung dari presiden terpilih Joe Biden untuk memulihkan kondisi dan memperbaiki hubungan antar masyarakat yang retak. Ke depannya, bisa jadi AS akan pulih dan kembali menguat atau semakin terpuruk.
Di sisi lain, China telah menunjukkan bahwa negara itu dapat menangani kondisi darurat, seperti wabah COVID-19 dengan efektif. Kualitas birokrasi di China juga termasuk yang terbaik di dunia dengan rekruitmen yang terukur dan kualifikasi hanya yang menempati ranking terbaik di sekolahnya yang menduduki birokrasi di China.
Lalu bagaimana posisi Indonesia? Mahbubani memberikan saran agar Indonesia dan negara-negara lain di dunia agar tetap netral. Pesan yang harus disampaikan secara jelas adalah: “Jangan paksa kami untuk memihak pada AS atau China. Tapi kami ingin menjaga hubungan baik dengan keduanya,” ujar Mahbuani. (Baca juga: Ini Kata Pakar Keamanan Nasional dan Internasional tentang Geopolitik Akibat Covid-19)
Menurutnya, pesan ini akan lebih kuat bila disampaikan secara kolektif dalam wadah ASEAN. Karena ASEAN mewadahi 10 negara dan 650 juta penduduk.
Lihat Juga :
tulis komentar anda