Iuran BPJS Naik, Pembantu Presiden Dinilai Salah Berikan Masukan
Jum'at, 15 Mei 2020 - 09:54 WIB
Suhendra juga mengusulkan jalan tengah, yakni kenaikan iuran BPJS Kesehatan hanya menyangkut kelas I dan kelas II sedangkan Kelas III tidak naik.
"Analogi sederhananya, yang dinaikkan kelas I dan kelas II. Untuk Kelas III, yang kerja hari ini untuk makan hari ini, tidak dinaikkan. Yang kelas I dan kelas II kalau dinaikkan masih bisa bernapas. Kalau Kelas III dinaikkan, langsung mati, enggak ada untuk dimakan," tandasnya.
Sebelumnya, melalui Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken pada Selasa 5 Mei 2020, Presiden Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan mulai berlaku per 1 Juli 2020.
Rinciannya, iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp150.000 dari Rp80.000, Kelas II naik menjadi Rp100.000 dari Rp51.000, dan kelas III naik menjadi Rp42.000 dari Rp25.500.
Namun pemerintah memberi subsidi Rp16.500 untuk Kelas III sehingga yang dibayarkan tetap Rp25.500. Kendati demikian, pada 2021 subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta Kelas III adalah Rp35.000.
Pada Oktober 2019, Presiden Jokowi juga menaikkan iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres No 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Namun, Majelis Hakim Agung MA yang diketuai Supandi membatalkan kenaikan tersebut pada akhir Februari 2020 melalui putusan bernomor 7/P/HUM/2020.
Gugatan diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI). Kini, KPCDI berencana kembali mengajukan gugatan uji materi terhadap aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu ke MA.
Lihat Juga: Daftar Komandan Paspampres Sukses Raih Jenderal Bintang 4, Tiga di Antaranya Perisai Hidup Jokowi
"Analogi sederhananya, yang dinaikkan kelas I dan kelas II. Untuk Kelas III, yang kerja hari ini untuk makan hari ini, tidak dinaikkan. Yang kelas I dan kelas II kalau dinaikkan masih bisa bernapas. Kalau Kelas III dinaikkan, langsung mati, enggak ada untuk dimakan," tandasnya.
Sebelumnya, melalui Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken pada Selasa 5 Mei 2020, Presiden Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan mulai berlaku per 1 Juli 2020.
Rinciannya, iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp150.000 dari Rp80.000, Kelas II naik menjadi Rp100.000 dari Rp51.000, dan kelas III naik menjadi Rp42.000 dari Rp25.500.
Namun pemerintah memberi subsidi Rp16.500 untuk Kelas III sehingga yang dibayarkan tetap Rp25.500. Kendati demikian, pada 2021 subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta Kelas III adalah Rp35.000.
Pada Oktober 2019, Presiden Jokowi juga menaikkan iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres No 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Namun, Majelis Hakim Agung MA yang diketuai Supandi membatalkan kenaikan tersebut pada akhir Februari 2020 melalui putusan bernomor 7/P/HUM/2020.
Gugatan diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI). Kini, KPCDI berencana kembali mengajukan gugatan uji materi terhadap aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu ke MA.
Lihat Juga: Daftar Komandan Paspampres Sukses Raih Jenderal Bintang 4, Tiga di Antaranya Perisai Hidup Jokowi
(dam)
tulis komentar anda