Sriwijaya Air Jatuh, Pemerintah Harus Lindungi Hak-hak Korban
Senin, 11 Januari 2021 - 06:15 WIB
JAKARTA - Jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di Perairan Kepulauan Seribu kembali menjadi kado pahit bagi pengelolaan transportasi udara di tanah air. Pemerintah pun diminta menjamin hak-hak keperdataan dari para korban.
Pada konteks UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kecelakaan ini merupakan bentuk pelanggaran terberat pemenuhan hak-hak konsumen jasa penerbangan. Para pengguna layanan transportasi udara harusnya mendapatkan jaminan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan dari penyelenggara transportasi udara. Namun kenyataannya, pesawat yang mereka pilih sebagai sarana transporasi mengalami kecelakaan. "Sebagai penumpang pesawat, konsumen mempunyai hak atas keselamatan, keamanan dan kenyamanan; selama menggunakan jasa penerbangan," Ketua YLKI Tulus Abadi, kemarin.
Kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182 ini, kata Tulus merupakan kado terburuk bagi penyelenggaraan transportasi sektor udara di awal 2021. Pihaknya meminta dengan sangat Kemenhub dan KNKT untuk mengusut tuntas penyebab kecelakaan dari hilir hingga hulu. YLKI juga meminta Kemenhub untuk meningkatkan pengawasan yang lebih ketat kepada semua maskapai udara, guna menjamin aspek keselamatan penerbangan secara keseluruhan, dan khususnya perlindungan konsumen jasa penerbangan. "Kita berharap dengan sangat seluruh penumpang bisa ditemukan dan semoga masih ada yang selamat. Kecelakaan ini merupakan kado terburuk di sektor transportasi udara, di awal tahun 2021," ujarnya.
YLKI juga meminta manajemen maskapai Sriwijaya dan juga Kemenhub untuk menjamin secara penuh hak-hak keperdataan konsumen yang menjadi korban kecelakaan tersebut, baik secara materiil maupun immateriil. "Sebagaimana dijamin dalam UU Perlindungan Konsumen, sebagai penumpang, konsumen mempunyai hak atas kompensasi dan ganti rugi saat menggunakan produk barang dan atau jasa, dalam hal ini jasa penerbangan," katanya.
Sementara itu Keluarga korban penumpang Sriwijaya Air SJ 182 menyayangkan pemindahan penumpang dari pesawat Nam Air yang berangkat pada pagi hari ke pesawat Sriwijaya Air SJ 182. Keluarga korban meminta tanggungjawab pihak maskapai dan memberikan informasi yang valid terhadap nasib keluarga mereka.
Iwan Kurniawan, warga Kota Pontianak yang lima anggota keluarganya menjadi korban pesawat Sriwijaya Air SJ 182 mendatangi posko krisis senter Bandara Supadio Pontianak, Kalimantan Barat. Iwan ingin mempertanyakan kepada pihak maskapai kenapa, lima keluarganya yang terdiri dari anak, paman dan bibi serta keponakannya yang seharusnya naik pesawat Nam Air pada pukul tujuh pagi, dipindahkan ke pesawat Sriwijaya Air SJ 182, yang berangkat pada pukul dua siang. “Apalagi pihak maskapai belum memberi alasan yang kuat terkait pemindahan jadwal dan pesawat tersebut,” kata Iwan, kemarin.
Selain itu, lanjut Iwan, juga meminta pihak otoritas bandara, memudahkan pihak keluarga untuk mendapatkan informasi terkait nasib keluarga mereka yang menjadi korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182. Ia mengatakan, saat ini pihaknya hanya diminta sampel DNA dan data ante mortem saja, namun belum ada informasi yang valid. Iwan meminta maskapai harus membukan informasi secara terbuka dan mudah agar memudahkan pihak keluarga yang datang ke Crisis Center Bandara Supadio.
Wakil Ketua MPR Jazuli Fawaid meminta Kementerian Perhubungan untuk mengusut tuntas kasus ini. Tragedi ini menambah daftar panjang kasus kecelakaan udara di Indonesia. "Dengan adanya kasus ini, Indonesia akan dianggap dunia kurang serius dalam memperhatikan keamanan penerbangan," tuturnya.
Gus Jazil-panggilan akrab Jazuli Fawaid-menekankan agar kasus serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang. Terlebih selama ini pesawat udara merupakan moda transportasi yang dianggap paling aman. Sayangnya, kasus kecelakaan udara cukup sering terjadi di Indonesia. "Supaya apa, supaya ke depan tidak terulang lagi karena kan selama ini dianggap kendaraan yang paling aman itu pesawat, tapi sering terjadi kecelakaan, ini kan masyarakat menjadi tidak percaya," katanya.
Pada konteks UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kecelakaan ini merupakan bentuk pelanggaran terberat pemenuhan hak-hak konsumen jasa penerbangan. Para pengguna layanan transportasi udara harusnya mendapatkan jaminan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan dari penyelenggara transportasi udara. Namun kenyataannya, pesawat yang mereka pilih sebagai sarana transporasi mengalami kecelakaan. "Sebagai penumpang pesawat, konsumen mempunyai hak atas keselamatan, keamanan dan kenyamanan; selama menggunakan jasa penerbangan," Ketua YLKI Tulus Abadi, kemarin.
Kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182 ini, kata Tulus merupakan kado terburuk bagi penyelenggaraan transportasi sektor udara di awal 2021. Pihaknya meminta dengan sangat Kemenhub dan KNKT untuk mengusut tuntas penyebab kecelakaan dari hilir hingga hulu. YLKI juga meminta Kemenhub untuk meningkatkan pengawasan yang lebih ketat kepada semua maskapai udara, guna menjamin aspek keselamatan penerbangan secara keseluruhan, dan khususnya perlindungan konsumen jasa penerbangan. "Kita berharap dengan sangat seluruh penumpang bisa ditemukan dan semoga masih ada yang selamat. Kecelakaan ini merupakan kado terburuk di sektor transportasi udara, di awal tahun 2021," ujarnya.
YLKI juga meminta manajemen maskapai Sriwijaya dan juga Kemenhub untuk menjamin secara penuh hak-hak keperdataan konsumen yang menjadi korban kecelakaan tersebut, baik secara materiil maupun immateriil. "Sebagaimana dijamin dalam UU Perlindungan Konsumen, sebagai penumpang, konsumen mempunyai hak atas kompensasi dan ganti rugi saat menggunakan produk barang dan atau jasa, dalam hal ini jasa penerbangan," katanya.
Sementara itu Keluarga korban penumpang Sriwijaya Air SJ 182 menyayangkan pemindahan penumpang dari pesawat Nam Air yang berangkat pada pagi hari ke pesawat Sriwijaya Air SJ 182. Keluarga korban meminta tanggungjawab pihak maskapai dan memberikan informasi yang valid terhadap nasib keluarga mereka.
Iwan Kurniawan, warga Kota Pontianak yang lima anggota keluarganya menjadi korban pesawat Sriwijaya Air SJ 182 mendatangi posko krisis senter Bandara Supadio Pontianak, Kalimantan Barat. Iwan ingin mempertanyakan kepada pihak maskapai kenapa, lima keluarganya yang terdiri dari anak, paman dan bibi serta keponakannya yang seharusnya naik pesawat Nam Air pada pukul tujuh pagi, dipindahkan ke pesawat Sriwijaya Air SJ 182, yang berangkat pada pukul dua siang. “Apalagi pihak maskapai belum memberi alasan yang kuat terkait pemindahan jadwal dan pesawat tersebut,” kata Iwan, kemarin.
Selain itu, lanjut Iwan, juga meminta pihak otoritas bandara, memudahkan pihak keluarga untuk mendapatkan informasi terkait nasib keluarga mereka yang menjadi korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182. Ia mengatakan, saat ini pihaknya hanya diminta sampel DNA dan data ante mortem saja, namun belum ada informasi yang valid. Iwan meminta maskapai harus membukan informasi secara terbuka dan mudah agar memudahkan pihak keluarga yang datang ke Crisis Center Bandara Supadio.
Wakil Ketua MPR Jazuli Fawaid meminta Kementerian Perhubungan untuk mengusut tuntas kasus ini. Tragedi ini menambah daftar panjang kasus kecelakaan udara di Indonesia. "Dengan adanya kasus ini, Indonesia akan dianggap dunia kurang serius dalam memperhatikan keamanan penerbangan," tuturnya.
Gus Jazil-panggilan akrab Jazuli Fawaid-menekankan agar kasus serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang. Terlebih selama ini pesawat udara merupakan moda transportasi yang dianggap paling aman. Sayangnya, kasus kecelakaan udara cukup sering terjadi di Indonesia. "Supaya apa, supaya ke depan tidak terulang lagi karena kan selama ini dianggap kendaraan yang paling aman itu pesawat, tapi sering terjadi kecelakaan, ini kan masyarakat menjadi tidak percaya," katanya.
tulis komentar anda