Kasus Suap Benur, KPK Panggil Direktur PT Grahafoods Indo Pasifik
Selasa, 05 Januari 2021 - 11:19 WIB
JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menganggedakan pemeriksaan terhadap Direktur PT Grahafoods Indo Pasifik, Chandra Astan terkait kasus suap perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur .
Chandra akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT). Sebelumnya, Chandra tidak hadir pada panggilan pemeriksaan pertama pada Senin (28/12/2020).
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka (SJT)," ujar Plt Juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (5/1/2021).
(Baca: KPK Telisik Aliran Uang Dari Para Eksportir Benur ke Edhy Prabowo)
Selain memeriksa Chandra, penyidik juga memanggil karyawan swasta, Johan. Dia juga akan diperiksa untuk tersangka Suharjito.
Diketahui KPK telah menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur lobster.
Selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Stafsus Menteri KKP, Safri; staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, Pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
(Baca: Periksa Eksportir Benur, KPK Konfirmasi Setoran ke Edhy Prabowo)
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy. (Pon)
Atas perbuatannya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Chandra akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT). Sebelumnya, Chandra tidak hadir pada panggilan pemeriksaan pertama pada Senin (28/12/2020).
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka (SJT)," ujar Plt Juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (5/1/2021).
(Baca: KPK Telisik Aliran Uang Dari Para Eksportir Benur ke Edhy Prabowo)
Selain memeriksa Chandra, penyidik juga memanggil karyawan swasta, Johan. Dia juga akan diperiksa untuk tersangka Suharjito.
Diketahui KPK telah menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur lobster.
Selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Stafsus Menteri KKP, Safri; staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, Pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
(Baca: Periksa Eksportir Benur, KPK Konfirmasi Setoran ke Edhy Prabowo)
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy. (Pon)
Atas perbuatannya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(muh)
tulis komentar anda