Gugat Menggugat Hasil Pilkada di MK Dinilai Hal Lumrah
Selasa, 22 Desember 2020 - 18:01 WIB
JAKARTA - Pengamat Politik dari Parameter Konsultido, Edison Lapalelo menyatakan, banjirnya gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) hasil Pilkada Serentak adalah hal biasa.
(Baca juga: Kemenangan di Pilkada 2020 Berdampak ke Pilpres 2024, tapi Tak Signifikan)
"Saya kira banjir gugatan di MK bukanlah barang baru dan ini sudah merupakan rentetan dari proses politik dari para calon kepala daerah. Gugatan di MK adalah cara terakhir mencari keadilan, mempertegas kemenangan karena itu hak paslon yang dijamin konstitusi, " tutur Edison, Selasa (22/12/2020).
(Baca juga: Sengketa Hasil Pilkada 2020 Berpotensi Terjadi di 62 Daerah)
Sedangkan terkait soal banyak yang kalah telak tapi tetap melakukan gugatan ke MK, kata Edison, hal itu juga lumrah terjadi. Padahal ambang batas untuk mendaftar di MK adalah selisih kekalahan hanya 2 persen.
"Ya kasus-kasus seperti ini juga sudah pernah terjadi pada pilkada-pilkada sebelumnya. Memang secara normatif berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Pasal 158 Ayat 1 Tahun 2016 tentang Pilkada jelas
mengatur tentang ambang batas," kata Edison.
"Memberi pesan bahwa, gugatan paslon yang akan disidangkan oleh MK itu harusnya pada ambang batas itu, tetapi kalau hanya sekadar mendaftar gugatan di MK, semua warga negara punya hak apalagi paslon," tambahnya.
Sementara terkait adanya anggapan pihak yang mengajukan gugatan kecurangan pilkada tak akan pernah mengubah hasil, Edison menjelaskan, semua itu tergantung bagaimana penggugat bisa mengajukan bukti-bukti di persidangan.
(Baca juga: Kemenangan di Pilkada 2020 Berdampak ke Pilpres 2024, tapi Tak Signifikan)
"Saya kira banjir gugatan di MK bukanlah barang baru dan ini sudah merupakan rentetan dari proses politik dari para calon kepala daerah. Gugatan di MK adalah cara terakhir mencari keadilan, mempertegas kemenangan karena itu hak paslon yang dijamin konstitusi, " tutur Edison, Selasa (22/12/2020).
(Baca juga: Sengketa Hasil Pilkada 2020 Berpotensi Terjadi di 62 Daerah)
Sedangkan terkait soal banyak yang kalah telak tapi tetap melakukan gugatan ke MK, kata Edison, hal itu juga lumrah terjadi. Padahal ambang batas untuk mendaftar di MK adalah selisih kekalahan hanya 2 persen.
"Ya kasus-kasus seperti ini juga sudah pernah terjadi pada pilkada-pilkada sebelumnya. Memang secara normatif berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Pasal 158 Ayat 1 Tahun 2016 tentang Pilkada jelas
mengatur tentang ambang batas," kata Edison.
"Memberi pesan bahwa, gugatan paslon yang akan disidangkan oleh MK itu harusnya pada ambang batas itu, tetapi kalau hanya sekadar mendaftar gugatan di MK, semua warga negara punya hak apalagi paslon," tambahnya.
Sementara terkait adanya anggapan pihak yang mengajukan gugatan kecurangan pilkada tak akan pernah mengubah hasil, Edison menjelaskan, semua itu tergantung bagaimana penggugat bisa mengajukan bukti-bukti di persidangan.
tulis komentar anda