Mewujudkan Persepsi Positif Negara dari Sukses Vaksinasi
Sabtu, 19 Desember 2020 - 11:12 WIB
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, target untuk segera mewujudkan persepsi positif dari vaksinasi skema mandiri menjadi tidak mudah. Banyak orang akan menunda-nunda vaksinasi dengan alasan belum punya dana untuk membeli vaksin. Akibatnya justru bisa fatal, karena ketersediaan vaksin malah tidak menyelesaikan masalah.
Ketika banyak orang menunda-nunda vaksinasi, potensi lonjakan kasus Covid-19 tetap terbuka. Lonjakan kasus Covid-19 yang tidak berkesudahan tak hanya membentuk persepsi negatif, tetapi juga terus melipatgandakan kerugian negara dan masyarakat pada umumnya.
Kerugian masyarakat akibat pandemi Covid-19 sangat besar dan bisa dibaca dari berbagai aspek. Misalnya, jutaan pekerja kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan. Begitu juga kerugian negara. Tahun 2020 ini misalnya, pemerintah kehilangan penerimaan dari pajak sampai tak kurang dari Rp 500 triliun.
Ambruknya aktivitas perekonomian menyebabkan pelaku usaha tidak mampu membayar pajak. Dari sektor pariwisata, potensi penerimaan yang mencapai enam miliar dolar AS hilang begitu saja. Kalau negara tidak segera mengambil langkah-langkah luar biasa untuk meminimalisir ancaman Covid-19, nilai kerugian masyarakat dan negara akan terus berlipatganda di tahun-tahun mendatang. Dan, tentu saja akibatnya adalah menghadirkan penderitaan banyak orang.
Karena itu, keputusan pemerintah menanggung semua beban pembiayaan vaksinasi Corona layak disebut solutif dan progresif. Keputusan populis itu menjadi kekuatan negara untuk membalikan persepsi tentang ancaman penularan Covid-19 di dalam negeri.
Semua institusi negara, baik kementerian, lembaga dan semua pemerintah daerah, wajib mengamankan keputusan ini, agar pada waktunya nanti vaksinasi corona oleh negara tepat guna dan tepat sasaran. Ketika semua warga negara diberi hak untuk mendapatkan dan menerima suntikan vaksin Corona tanpa biaya, langkah progresif ini harus dipahami sebagai upaya nyata Indonesia mewujudkan kekebalan komunitas. Bukankah banyak negara juga menempuh langkah yang sama untuk membangun persepsi positif itu?
Kalau diterjemahkan lebih komprehensif, keputusan pemerintah memberi hak vaksinasi kepada seluruh rakyat itu memuat ragam pesan. Ketika nanti vaksinasi berjalan sesuai rencana, pemulihan pada semua aspek kehidupan bisa segera dimulai, termasuk akselerasi pemulihan ekonomi dari resesi.
Pelaku bisnis dan industri bisa mulai menyusun rencana menghidupkan mesin-mesin produksi, termasuk rencana memanggil kembali komunitas pekerja yang dirumahkan atau di-PHK (pemutusan hubungan kerja). Tidak kalah pentingnya adalah pesan kepada sektor pendidikan untuk mempersiapkan kembalinya anak-anak serta remaja beraktivitas di sekolah dan di kampus.
Juga dari vaksinasi yang sukses, destinasi wisata yang kini lengang punya alasan dan keberanian untuk melakukan promosi. Begitu juga jasa perhotelan yang kini tingkat huniannya nyaris nol persen bisa bersiap-siap. Pemerintah daerah Provinsi Bali, misalnya, bisa mengambil inisiatif dengan semua pelaku bisnis pariwisata, termasuk maskapai peberbangan, untuk melakukan promosi bersama. Dengan ancaman Covid-19 yang sangat minimal, diyakini bahwa baik wisatawan asing maupun lokal tidak akan takut lagi datang ke Bali.
Inisiatif serupa bisa ditempuh pemerintah daerah lain yang mengandalkan obyek wisata di daerahnya masing-masing.
Ketika banyak orang menunda-nunda vaksinasi, potensi lonjakan kasus Covid-19 tetap terbuka. Lonjakan kasus Covid-19 yang tidak berkesudahan tak hanya membentuk persepsi negatif, tetapi juga terus melipatgandakan kerugian negara dan masyarakat pada umumnya.
Kerugian masyarakat akibat pandemi Covid-19 sangat besar dan bisa dibaca dari berbagai aspek. Misalnya, jutaan pekerja kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan. Begitu juga kerugian negara. Tahun 2020 ini misalnya, pemerintah kehilangan penerimaan dari pajak sampai tak kurang dari Rp 500 triliun.
Ambruknya aktivitas perekonomian menyebabkan pelaku usaha tidak mampu membayar pajak. Dari sektor pariwisata, potensi penerimaan yang mencapai enam miliar dolar AS hilang begitu saja. Kalau negara tidak segera mengambil langkah-langkah luar biasa untuk meminimalisir ancaman Covid-19, nilai kerugian masyarakat dan negara akan terus berlipatganda di tahun-tahun mendatang. Dan, tentu saja akibatnya adalah menghadirkan penderitaan banyak orang.
Karena itu, keputusan pemerintah menanggung semua beban pembiayaan vaksinasi Corona layak disebut solutif dan progresif. Keputusan populis itu menjadi kekuatan negara untuk membalikan persepsi tentang ancaman penularan Covid-19 di dalam negeri.
Semua institusi negara, baik kementerian, lembaga dan semua pemerintah daerah, wajib mengamankan keputusan ini, agar pada waktunya nanti vaksinasi corona oleh negara tepat guna dan tepat sasaran. Ketika semua warga negara diberi hak untuk mendapatkan dan menerima suntikan vaksin Corona tanpa biaya, langkah progresif ini harus dipahami sebagai upaya nyata Indonesia mewujudkan kekebalan komunitas. Bukankah banyak negara juga menempuh langkah yang sama untuk membangun persepsi positif itu?
Kalau diterjemahkan lebih komprehensif, keputusan pemerintah memberi hak vaksinasi kepada seluruh rakyat itu memuat ragam pesan. Ketika nanti vaksinasi berjalan sesuai rencana, pemulihan pada semua aspek kehidupan bisa segera dimulai, termasuk akselerasi pemulihan ekonomi dari resesi.
Pelaku bisnis dan industri bisa mulai menyusun rencana menghidupkan mesin-mesin produksi, termasuk rencana memanggil kembali komunitas pekerja yang dirumahkan atau di-PHK (pemutusan hubungan kerja). Tidak kalah pentingnya adalah pesan kepada sektor pendidikan untuk mempersiapkan kembalinya anak-anak serta remaja beraktivitas di sekolah dan di kampus.
Juga dari vaksinasi yang sukses, destinasi wisata yang kini lengang punya alasan dan keberanian untuk melakukan promosi. Begitu juga jasa perhotelan yang kini tingkat huniannya nyaris nol persen bisa bersiap-siap. Pemerintah daerah Provinsi Bali, misalnya, bisa mengambil inisiatif dengan semua pelaku bisnis pariwisata, termasuk maskapai peberbangan, untuk melakukan promosi bersama. Dengan ancaman Covid-19 yang sangat minimal, diyakini bahwa baik wisatawan asing maupun lokal tidak akan takut lagi datang ke Bali.
Inisiatif serupa bisa ditempuh pemerintah daerah lain yang mengandalkan obyek wisata di daerahnya masing-masing.
tulis komentar anda