Virus PHK
Jum'at, 17 April 2020 - 06:48 WIB
Indonesia dengan penduduk 273 jiwa, tersebar ke ratusan pulau dengan kesenjangan tingkat ekonomi dan pendidikan yang tajam. Kondisi itu sungguh tidak mudah menciptakan kesejahteraan yang merata bagi warganya.
Ketika roda ekonomi oleng oleh hantaman Covid-19 yang mengakibatkan PHK, secara spontan angka kemiskinan dan pengangguran melonjak secara ekstrem. Kas negara tidak mampu memberi bantuan layanan tunai untuk warganya yang menganggur. Kondisi ini sangat berbeda dari negara kecil seperti Singapura, Arab Saudi atau Jepang.
Bahkan, pemerintah Indonesia mengakui untuk memberi THR bagi PNS pun, kondisinya saat ini berat. Belum lagi gaji PNS ke-13. Kalangan pengusaha juga demikian halnya, sudah menjerit tabungannya menipis untuk membayar gaji karyawan. Mereka ingin minta bantuan negara.
Tetapi saya pun ragu, meski perusahaan jatuh miskin, jangan-jangan kekayaan pribadi pemiliknya masih melimpah. Kata orang, tabungan pribadi orang-orang kaya Indonesia yang mangkal di luar negeri itu jumlahnya ekuivalen dengan APBN kita. Artinya, kalau mereka mau berbagi dana sosial atau bersedekah untuk menyantuni warga yang jatuh miskin dan menganggur karena PHK, kondisi sosial Indonesia bisa diselamatkan sampai wabah ini berlalu.
Kebutuhan primer setiap orang saat ini adalah hidup sehat, cukup makan, minum, istirahat, menghirup udara bersih dan segar. Lebih dari itu merupakan kemewahan yang mesti ditangguhkan. Bagi keluarga yang mampu masih beruntung di rumah langganan internet-Wi-Fi sehingga bisa menikmati film-film yang selama ini diabaikan. Anak-anak pun masih bisa mabar (main bareng) dengan teman-teman sekolahnya lewat gawai.
Namun, bagaimana dengan keluarga yang tidak mampu? Cukup menggembirakan masih banyak orang yang tergerak untuk berbagi rezeki pada mereka yang tiba-tiba jadi fakir miskin.
Semoga sikap filantropi ini akan berlanjut sampai wabah korona berlalu. Itulah jati diri masyarakat Indonesia, senang bergotong royong, sebelum dirusak oleh pengaruh negatif kapitalisme-individualisme liberal yang lebih memikirkan kesenangan diri sendiri.
Ketika roda ekonomi oleng oleh hantaman Covid-19 yang mengakibatkan PHK, secara spontan angka kemiskinan dan pengangguran melonjak secara ekstrem. Kas negara tidak mampu memberi bantuan layanan tunai untuk warganya yang menganggur. Kondisi ini sangat berbeda dari negara kecil seperti Singapura, Arab Saudi atau Jepang.
Bahkan, pemerintah Indonesia mengakui untuk memberi THR bagi PNS pun, kondisinya saat ini berat. Belum lagi gaji PNS ke-13. Kalangan pengusaha juga demikian halnya, sudah menjerit tabungannya menipis untuk membayar gaji karyawan. Mereka ingin minta bantuan negara.
Tetapi saya pun ragu, meski perusahaan jatuh miskin, jangan-jangan kekayaan pribadi pemiliknya masih melimpah. Kata orang, tabungan pribadi orang-orang kaya Indonesia yang mangkal di luar negeri itu jumlahnya ekuivalen dengan APBN kita. Artinya, kalau mereka mau berbagi dana sosial atau bersedekah untuk menyantuni warga yang jatuh miskin dan menganggur karena PHK, kondisi sosial Indonesia bisa diselamatkan sampai wabah ini berlalu.
Kebutuhan primer setiap orang saat ini adalah hidup sehat, cukup makan, minum, istirahat, menghirup udara bersih dan segar. Lebih dari itu merupakan kemewahan yang mesti ditangguhkan. Bagi keluarga yang mampu masih beruntung di rumah langganan internet-Wi-Fi sehingga bisa menikmati film-film yang selama ini diabaikan. Anak-anak pun masih bisa mabar (main bareng) dengan teman-teman sekolahnya lewat gawai.
Namun, bagaimana dengan keluarga yang tidak mampu? Cukup menggembirakan masih banyak orang yang tergerak untuk berbagi rezeki pada mereka yang tiba-tiba jadi fakir miskin.
Semoga sikap filantropi ini akan berlanjut sampai wabah korona berlalu. Itulah jati diri masyarakat Indonesia, senang bergotong royong, sebelum dirusak oleh pengaruh negatif kapitalisme-individualisme liberal yang lebih memikirkan kesenangan diri sendiri.
(poe)
tulis komentar anda