Sejumlah Catatan Komnas HAM Terkait Pemungutan Suara di Pilkada Serentak
Selasa, 15 Desember 2020 - 22:14 WIB
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ) mengungkapkan hasil pemantauan terhadap pemungutan suara di pemilihan kepala daerah ( pilkada ) pada 9 Desember lalu. Pemantauan itu dilakukan di Sumatera Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Maluku, dan Papua.
(Baca juga: Gerindra Siap Usung Indar dan Paris di Pilkada Takalar dan Jeneponto)
Komisioner Komnas HAM Hairansyah mengungkapkan beberapa temuannya, seperti petugas tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) dengan benar, tinta dioles ke jari pemilih, dan saksi tidak melakukan rapid tes. Dia menyebut penyelenggara pemilu tidak terbuka mengenai petugas yang positif Covid-19.
(Baca juga: Mak Rini-Makde Rachmad Ditetapkan Jadi Juara Pilkada Blitar, Petahana Belum Legowo)
Salah satu kasus yang membetot perhatian, yakni hasil tes swab Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tangerang Selatan diumumkan setelah pencoblosan. Penyelenggara berdalih jika diumumkan sebelum pencoblosan, dikhawatirkan akan menurunkan tingkat partisipasi.
"Di KPU Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, terdapat 12 orang positif Covid-19, yang terdiri 3 komisioner, kasubag teknis, operator Sirekap, dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan proses pelaksanaan kegiatan tahapan pilkada diambil alih KPU provinsi karena tidak memenuhi kuorum," ujar Hairansyah, Selasa (15/12/2020).
Menurutnya, masih ada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang belum memahami pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara. Komnas HAM mengungkapkan Ketua KPPS di Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan tertangkap tangan mencoblos surat surat.
Yang bersangkutan mencoblos 8 surat suara untuk calon gubernur nomor urut I dan 8 surat suara untuk calon bupati nomor 3. Tindakan itu dilakukan saat istirahat makan siang. "Meskipun telah diproses hukum oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan telah dilaksanakan pemungutan suara ulang, hal ini dapat mencederai asas pemilu yang jujur dan adil," pungkasnya.
(Baca juga: Gerindra Siap Usung Indar dan Paris di Pilkada Takalar dan Jeneponto)
Komisioner Komnas HAM Hairansyah mengungkapkan beberapa temuannya, seperti petugas tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) dengan benar, tinta dioles ke jari pemilih, dan saksi tidak melakukan rapid tes. Dia menyebut penyelenggara pemilu tidak terbuka mengenai petugas yang positif Covid-19.
(Baca juga: Mak Rini-Makde Rachmad Ditetapkan Jadi Juara Pilkada Blitar, Petahana Belum Legowo)
Salah satu kasus yang membetot perhatian, yakni hasil tes swab Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tangerang Selatan diumumkan setelah pencoblosan. Penyelenggara berdalih jika diumumkan sebelum pencoblosan, dikhawatirkan akan menurunkan tingkat partisipasi.
"Di KPU Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, terdapat 12 orang positif Covid-19, yang terdiri 3 komisioner, kasubag teknis, operator Sirekap, dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan proses pelaksanaan kegiatan tahapan pilkada diambil alih KPU provinsi karena tidak memenuhi kuorum," ujar Hairansyah, Selasa (15/12/2020).
Menurutnya, masih ada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang belum memahami pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara. Komnas HAM mengungkapkan Ketua KPPS di Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan tertangkap tangan mencoblos surat surat.
Yang bersangkutan mencoblos 8 surat suara untuk calon gubernur nomor urut I dan 8 surat suara untuk calon bupati nomor 3. Tindakan itu dilakukan saat istirahat makan siang. "Meskipun telah diproses hukum oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan telah dilaksanakan pemungutan suara ulang, hal ini dapat mencederai asas pemilu yang jujur dan adil," pungkasnya.
(maf)
tulis komentar anda