Temuan GeNose Terobosan Besar
Senin, 14 Desember 2020 - 06:10 WIB
Kuwat mengungkapkan, saat ini sudah ada konsorsium yang bersedia memproduksi massal GeNose jika nantinya mendapatkan izin edar. Diperkirakan produksi GeNose mencapai 10.000 unit per bulan. Dalam hitungan kasarnya, dengan 10.000 unit GeNose maka bisa melakukan tes Covid-19 sebanyak 1 juta orang per hari. Sementara dengan tes PCR, saat ini di Indonesia baru mampu mengetes 50.000 orang per hari.
Harga per satu unit GeNose diperkirakan mencapai Rp40 juta. Namun, harga itu bisa ditekan jika produksinya diperbanyak atau melebihi 10.000 per bulan. Untuk biaya tes, awalnya Tim UGM menargetkan Rp5.000 per orang. Setelah dihitung-hitung dengan berbagai hal, seperti pengelolaan limbah, biayanya sekitar Rp15.000.
Pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo Utomo mengapresiasi temuan GeNose dari tim UGM. Namun, sebagai seorang ilmuwan, dia mendorong agar laporan ilmiah terhadap uji alat tersebut dapat segera dipublikasikan.
“Idenya inovatif kok tapi mana bukti ilmiahnya. Ya harusnya pemerintah minta laporan dalam format publikasi ilmiah. Supaya ndak blunder komunikasi sainsnya,” kata Ahmad.
Tanpa publikasi ilmiah, menurut Ahmad, sulit diketahui secara jelas tujuan penelitian yang dilakukan terhadap alat tersebut. Dirinya juga mempertanyakan siapa saja sampel yang digunakan untuk uji alat tersebut. “Apakah untuk OTG (orang tanpa gejala)? Pasien di rumah sakit gejala berat? Gejala ringan? Berapa lama paska gejala? Pembandingnya apa? Nanti dicek concordance ratenya berapa persen?” ujar ahli biologi molekuler lulusan Harvard Medical School, Amerika Serikat itu.
Mantan peneliti utama di Stem Cell and Cancer Institute besutan Kalbe Farma ini berharap nantinya ada hasil kajian ilmiah yang dikeluarkan dari para peneliti sehingga bisa menjadi bahan pembelajaran bagi para ilmuwan di Indonesia, bahkan termasuk dari luar negeri.
“Tampilkan preprint-nya supaya ilmuwan Indonesia juga bisa bantu evaluasi. Kita siap bantu kok. Tapi kalo diam-diam, gimana kita bisa bantu?,” tegas dia.
Jika memang sudah teruji, dirinya mendukung nantinya alat tersebut digunakan untuk mendeteksi paparan virus Corona. Termasuk bila dikomersialisasikan. “Bisnis boleh selama produknya bagus sesuai kaidah sains dan harga terjangkau. Tapi kalau kaidah sains dilanggar, ya itu tidak sesuai business ethics,” tandasnya.
Anggota Komisi IX DPR Anggia Ermarini mengapresiasi inovasi atau terobosan tersebut. Apalagi, GeNose diciptakan langsung oleh para peneliti dari dalam negeri. Di sisi lain, akurasinya yang diklaim mampu mendeteksi lebih dari 90% adanya virus korona lewat embusan napas adalah temuan membanggakan.
“Bahkan, kalau misalnya itu bisa sangat mudah dan murah, itu jauh lebih oke. Tapi kalau ngeklaim akurasinya, saya sarankan pemerintah cek itu dengan menguji lagi,” kata Anggia.
Harga per satu unit GeNose diperkirakan mencapai Rp40 juta. Namun, harga itu bisa ditekan jika produksinya diperbanyak atau melebihi 10.000 per bulan. Untuk biaya tes, awalnya Tim UGM menargetkan Rp5.000 per orang. Setelah dihitung-hitung dengan berbagai hal, seperti pengelolaan limbah, biayanya sekitar Rp15.000.
Pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo Utomo mengapresiasi temuan GeNose dari tim UGM. Namun, sebagai seorang ilmuwan, dia mendorong agar laporan ilmiah terhadap uji alat tersebut dapat segera dipublikasikan.
“Idenya inovatif kok tapi mana bukti ilmiahnya. Ya harusnya pemerintah minta laporan dalam format publikasi ilmiah. Supaya ndak blunder komunikasi sainsnya,” kata Ahmad.
Tanpa publikasi ilmiah, menurut Ahmad, sulit diketahui secara jelas tujuan penelitian yang dilakukan terhadap alat tersebut. Dirinya juga mempertanyakan siapa saja sampel yang digunakan untuk uji alat tersebut. “Apakah untuk OTG (orang tanpa gejala)? Pasien di rumah sakit gejala berat? Gejala ringan? Berapa lama paska gejala? Pembandingnya apa? Nanti dicek concordance ratenya berapa persen?” ujar ahli biologi molekuler lulusan Harvard Medical School, Amerika Serikat itu.
Mantan peneliti utama di Stem Cell and Cancer Institute besutan Kalbe Farma ini berharap nantinya ada hasil kajian ilmiah yang dikeluarkan dari para peneliti sehingga bisa menjadi bahan pembelajaran bagi para ilmuwan di Indonesia, bahkan termasuk dari luar negeri.
“Tampilkan preprint-nya supaya ilmuwan Indonesia juga bisa bantu evaluasi. Kita siap bantu kok. Tapi kalo diam-diam, gimana kita bisa bantu?,” tegas dia.
Jika memang sudah teruji, dirinya mendukung nantinya alat tersebut digunakan untuk mendeteksi paparan virus Corona. Termasuk bila dikomersialisasikan. “Bisnis boleh selama produknya bagus sesuai kaidah sains dan harga terjangkau. Tapi kalau kaidah sains dilanggar, ya itu tidak sesuai business ethics,” tandasnya.
Anggota Komisi IX DPR Anggia Ermarini mengapresiasi inovasi atau terobosan tersebut. Apalagi, GeNose diciptakan langsung oleh para peneliti dari dalam negeri. Di sisi lain, akurasinya yang diklaim mampu mendeteksi lebih dari 90% adanya virus korona lewat embusan napas adalah temuan membanggakan.
“Bahkan, kalau misalnya itu bisa sangat mudah dan murah, itu jauh lebih oke. Tapi kalau ngeklaim akurasinya, saya sarankan pemerintah cek itu dengan menguji lagi,” kata Anggia.
Lihat Juga :
tulis komentar anda