Kinerja Pertanian Mengejutkan

Senin, 14 Desember 2020 - 04:30 WIB
Pada periode kepemimpinan Amran Sulaeman, masalah beras juga selalu mencuat ke permukaan dan membuat Jokowi jengkel. Berulang-ulang Presiden ketika itu mengatakan Indonesia sesungguhnya sudah swasembada beras. Aneh bin ajaib, impor beras berjalan terus. Terkesan ada “cekcok” antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. Amran Sulaeman selalu berteriak pemerintah tidak perlu impor beras lagi karena produksi dalam negeri jauh melampaui kebutuhan. Anehnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita cenderung menggenjot impor beras, terutama dari Vietnam.

Menurut ketentuan perundang-undangan Kementerian Perdagangan harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian untuk impor bahan-bahan pangan tertentu, khususnya beras. Tampaknya, ketentuan ini adakalanya dilanggar. Ketika perselisihan antara kedua instansi pemerintah ini mencapai puncak, Menteri Perdagangan mengatakan impor beras dilakukan atas rekomendasi Menko Perekonomian dan diputuskan dalam rapat terbatas bidang perekonomian. Bisa saja rekomendasi Menko Pertanian dikeluarkan berdasarkan “bisikan” Menteri Perdagangan.

Apa dampak impor beras yang di luar program nasional itu? Beras yang diimpor dari Vietnam sempat tersimpan di Bulog dalam tempo lama karena stok dalam negeri memang mencukupi. Pada suatu saat, Kepala Bulog Budi Waseso pun menyatakan akan membuang sekian ratus ton beras yang sudah mulai membusuk di gudangnya. Dan, Bulog harus mengeluarkan anggaran tidak kecil untuk menyimpan beras-beras yang “banjir” itu. Banyak pihak yang tercengang mendengar pernyataan Kepala Bulog. Beras sering diimpor, kenapa sekarang harus dibuang ke laut karena over-stock?

Masyarakat yang tidak tahu persis pemasalahannya kerap kali menuding Kementarian Pertanian gagal mengatasi kenaikan harga beras. Padahal permasalahan bukan di lembaga tersebut, tetapi di Kementerian Perdagangan yang terlalu import mimded. Ketika impor beras dilaksanakan dan dilakukan operasi pasar, ternyata harga beras tetap tinggi. Jelas gamblang, tingginya harga beras ketika itu bukan karena kekurangan stok, melainkan ada pihak-pihak yang ditengarai “bermain”.

Bagaimana dengan produksi beras, komoditas pokok bahan pangan? Syahrul pasti sudah memahami apa sesungguhnya yang terjadi dengan ribut-ribut soal tingginya harga beras tahun-tahun yang lalu. Itulah sebabnya, produksi beras sepanjang 2020 diawasi ketat. Dari Januari hingga November 2020 produksi beras mencapai 30,51 juta ton, sedikit lebih tinggi dibandingkan angka tahun lalu sebesar 30,33 ton.

Yang jelas, sepanjang 2020 tidak ada impor beras, dan harga pun relatif stabil. Saat ini stok beras nasional berkisar 8 juta ton, lebih tinggi dibandingkan angka tahun lalu, 5,9 juta ton.
(bmm)
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More