Kepercayaan adalah Vaksin yang Mujarab
Rabu, 13 Mei 2020 - 07:35 WIB
Dinna Prapto Raharja, Ph.D
Praktisi & Pengajar Hubungan Internasional
@Dinna_PR
WABAH Covid-19 sudah membuka mata kita bahwa sebagai sebuah negara, Indonesia ternyata memiliki sejumlah kekurangan yang sifatnya struktural. Kita kekurangan sumber daya manusia (SDM) di bidang medis, kekurangan rumah sakit, kekurangan kepercayaan satu sama lain, kekurangan kordinasi antarlembaga, dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Kesemuanya membentuk suatu persoalan struktural. Artinya, masalah-masalah itu sudah terbentuk dan sangat sulit dan rumit diselesaikan, bukan hanya di pemerintahan saat ini, melainkan juga pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.
Kekurangan tersebut yang membuat opsi kebijakan publik yang dimiliki oleh pemerintah sangat terbatas. Misal, pemerintah tidak bisa melakukan tes Covid-19 kepada penduduk secara massal karena jumlah alat yang terbatas dan mahal, terbatasnya tenaga kesehatan yang memeriksa, terbatasnya laboratorium pemeriksaan, dan sebagainya.
Selain itu, juga ditemukan bahwa alat pengetes virus Covid-19 tidak berhasil 100% mendeteksi seseorang. Seperti orang yang tersesat di dalam hutan, maka tanpa ada bukti petunjuk yang kuat, negara tetap harus memilih keputusan mana yang dampak terburuknya lebih kecil.
Negara dipaksa untuk memilih keputusan apa yang lebih membuat jatuhnya korban relatif lebih sedikit. Korban sudah pasti ada, tetapi jumlah korbannya yang dibandingkan.
Situasi itu yang mungkin terjadi ketika pemerintah akhirnya mengumumkan relaksasi PSBB. Ketua Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo, Senin lalu, mengatakan bahwa pemerintah akan mengizinkan penduduk usia di bawah 45 tahun untuk bergerak secara terbatas. Pengenduran ini terutama untuk memfasilitasi roda perekonomian terus berjalan, dan agar masyarakat tidak jatuh dalam kemiskinan.
Praktisi & Pengajar Hubungan Internasional
@Dinna_PR
WABAH Covid-19 sudah membuka mata kita bahwa sebagai sebuah negara, Indonesia ternyata memiliki sejumlah kekurangan yang sifatnya struktural. Kita kekurangan sumber daya manusia (SDM) di bidang medis, kekurangan rumah sakit, kekurangan kepercayaan satu sama lain, kekurangan kordinasi antarlembaga, dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Kesemuanya membentuk suatu persoalan struktural. Artinya, masalah-masalah itu sudah terbentuk dan sangat sulit dan rumit diselesaikan, bukan hanya di pemerintahan saat ini, melainkan juga pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.
Kekurangan tersebut yang membuat opsi kebijakan publik yang dimiliki oleh pemerintah sangat terbatas. Misal, pemerintah tidak bisa melakukan tes Covid-19 kepada penduduk secara massal karena jumlah alat yang terbatas dan mahal, terbatasnya tenaga kesehatan yang memeriksa, terbatasnya laboratorium pemeriksaan, dan sebagainya.
Selain itu, juga ditemukan bahwa alat pengetes virus Covid-19 tidak berhasil 100% mendeteksi seseorang. Seperti orang yang tersesat di dalam hutan, maka tanpa ada bukti petunjuk yang kuat, negara tetap harus memilih keputusan mana yang dampak terburuknya lebih kecil.
Negara dipaksa untuk memilih keputusan apa yang lebih membuat jatuhnya korban relatif lebih sedikit. Korban sudah pasti ada, tetapi jumlah korbannya yang dibandingkan.
Situasi itu yang mungkin terjadi ketika pemerintah akhirnya mengumumkan relaksasi PSBB. Ketua Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo, Senin lalu, mengatakan bahwa pemerintah akan mengizinkan penduduk usia di bawah 45 tahun untuk bergerak secara terbatas. Pengenduran ini terutama untuk memfasilitasi roda perekonomian terus berjalan, dan agar masyarakat tidak jatuh dalam kemiskinan.
tulis komentar anda