Pemerintah Dinilai Alami Kegamangan dan Dilematis Hadapi Corona
Selasa, 12 Mei 2020 - 11:11 WIB
JAKARTA - Setelah wacana pelonggaran PSBB yang diikuti dengan kebijakan Menteri Perhubungan yang membolehkan seluruh moda transportasi beroperasi di tengah pandemi COVID-19 , kini muncul kembali imbauan dari pemerintah dalam hal ini Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 agar kelompok usia di bawah 45 tahun boleh beraktivitas meskipun masa pandemi belum berakhir.
Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menganggap imbauan itu dilakukan karena berdasarkan data resmi pemerintah jumlah kematian tertinggi karena COVID-19 datang dari kelompok usia 65 tahun ke atas mencapai 45%. Lalu, 40% lainnya datang dari kelompok usia 46-59 tahun yang memiliki penyakit bawaan, seperti hipertensi, diabetes, paru, dan jantung. (Baca juga: Jokowi Minta Pelonggaran PSBB Dilakukan Hati-Hati dan Tak Tergesa-gesa )
Meski demikian, kebijakan ini akan menimbulkan kontroversi kembali di tengah masyarakat. "Di satu sisi pemerintah mendorong kelonggaran PSBB sementara pemerintah menyatakan bahwa masih ada penemuan kasus baru COVID-19 yang menyebabkan jumlah pasien dari penyakit yang disebabkan virus Corona itu bertambah," tutur Karyono saat dihubungi SINDOnews, Selasa (12/5/2020).
Karyono menuturkan berdasarkan data pada Senin (11/5/2020) pukul 12.00 WIB, diketahui ada 233 kasus baru COVID-19 dalam 24 jam terakhir. Penambahan itu menyebabkan total ada 14.265 kasus COVID-19 di Indonesia, terhitung sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020.
Dengan demikian, kata Karyono, fenomena itu tentu menimbulkan pertanyaan apakah kebijakan yang memberikan kelonggaran di tengah pemberlakuan PSBB sudah tepat dilakukan saat ini atau tidak. Lantas apakah kelonggaran yang dilakukan akan berdampak pada peningkatan jumlah kasus baru atau tidak.
"Sejumlah pertanyaan itu memerlukan kajian secara holistik. Biarlah masalah ini menjadi tugas para ahli di bidangnya," kata dia.
Terlepas dari perdebatan itu, lanjut dia, yang ada dalam benak publik ketika menilai sejumlah kebijakan yang kontroversi itu adalah adanya persepsi bahwa ada kegamangan dan kondisi dilema dari pemerintah dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini.
Menurutnya, yang menghadapi kondisi dilema tidak hanya pemerintah Indonesia, tapi hampir seluruh negara mengalami hal yang sama. Setiap negara tengah dihadapkan pada pilihan yang sulit dan kontradiktif antara menyelamatkan nyawa rakyat atau menyelamatkan perekonomian.
Dalam konteks inilah, menurut Karyono, pemerintah berusaha mencari jalan keluar dengan mengeluarkan kebijakan kelonggaran di masa PSBB sebagai "jalan tengah" guna menjaga keseimbangan. "Hal itu dilakukan untuk mencegah banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), menjaga stabilitas sistem keuangan, mengantisipasi potensi gangguan ekonomi (economic disruption) dan keamanan," jelasnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menganggap imbauan itu dilakukan karena berdasarkan data resmi pemerintah jumlah kematian tertinggi karena COVID-19 datang dari kelompok usia 65 tahun ke atas mencapai 45%. Lalu, 40% lainnya datang dari kelompok usia 46-59 tahun yang memiliki penyakit bawaan, seperti hipertensi, diabetes, paru, dan jantung. (Baca juga: Jokowi Minta Pelonggaran PSBB Dilakukan Hati-Hati dan Tak Tergesa-gesa )
Meski demikian, kebijakan ini akan menimbulkan kontroversi kembali di tengah masyarakat. "Di satu sisi pemerintah mendorong kelonggaran PSBB sementara pemerintah menyatakan bahwa masih ada penemuan kasus baru COVID-19 yang menyebabkan jumlah pasien dari penyakit yang disebabkan virus Corona itu bertambah," tutur Karyono saat dihubungi SINDOnews, Selasa (12/5/2020).
Karyono menuturkan berdasarkan data pada Senin (11/5/2020) pukul 12.00 WIB, diketahui ada 233 kasus baru COVID-19 dalam 24 jam terakhir. Penambahan itu menyebabkan total ada 14.265 kasus COVID-19 di Indonesia, terhitung sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020.
Dengan demikian, kata Karyono, fenomena itu tentu menimbulkan pertanyaan apakah kebijakan yang memberikan kelonggaran di tengah pemberlakuan PSBB sudah tepat dilakukan saat ini atau tidak. Lantas apakah kelonggaran yang dilakukan akan berdampak pada peningkatan jumlah kasus baru atau tidak.
"Sejumlah pertanyaan itu memerlukan kajian secara holistik. Biarlah masalah ini menjadi tugas para ahli di bidangnya," kata dia.
Terlepas dari perdebatan itu, lanjut dia, yang ada dalam benak publik ketika menilai sejumlah kebijakan yang kontroversi itu adalah adanya persepsi bahwa ada kegamangan dan kondisi dilema dari pemerintah dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini.
Menurutnya, yang menghadapi kondisi dilema tidak hanya pemerintah Indonesia, tapi hampir seluruh negara mengalami hal yang sama. Setiap negara tengah dihadapkan pada pilihan yang sulit dan kontradiktif antara menyelamatkan nyawa rakyat atau menyelamatkan perekonomian.
Dalam konteks inilah, menurut Karyono, pemerintah berusaha mencari jalan keluar dengan mengeluarkan kebijakan kelonggaran di masa PSBB sebagai "jalan tengah" guna menjaga keseimbangan. "Hal itu dilakukan untuk mencegah banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), menjaga stabilitas sistem keuangan, mengantisipasi potensi gangguan ekonomi (economic disruption) dan keamanan," jelasnya.
tulis komentar anda