Kasus COVID-19 Terus Meningkat, DPR Minta Dievaluasi Total
Selasa, 01 Desember 2020 - 11:20 WIB
JAKARTA - Jumlah kasus COVID-19 di Tanah Air terus meningkat. Hingga Senin (30/11/2020), total ada 538.883 kasus sejak penemuan awal Maret 2020 lalu. Angka penambahan kasus harian pun cukup signifikan mencapai 4.617 kasus. Bahkan, pada Minggu (29/11/2020), Indonesia mencatatkan rekor harian sebanyak 6.267 kasus.
Anggota Komisi IX DPR Anggia Ermarini mengatakan, melihat fakta yang ada hingga sembilan bulan pandemi Covid-19 berlangsung, pemerintah perlu melakukan evaluasi total, menyeluruh, dan sistemik. "Ini mutlak harus dilakukan pemerintah dalam penanganan COVID-19, yang hingga hari ini belum menunjukkan adanya perkembangan yang menggembirakan," katanya, Selasa (1/12/2020).
Dikatakan Anggia, sudah sembilan bulan pemerintah bekerja dan membentuk Satgas COVID-19 serta tim khusus untuk mengatasi pandemi. Namun, harus diakui bahwa belum ada perubahan mendasar dalam penurunan grafik pasien positif. "Trennya justru makin meningkat. Evaluasi total mutlak harus segera dilakukan supaya penanganannya tidak begini-begini saja," ujarnya. ( )
Anggia melihat dari berbagai aspek yang menyebabkan penanganan Covid-19 belum beranjak lebih baik. "Secara statistik, dari waktu ke waktu kita selalu mencapai rekor baru, baik dari pasien positif baru, pasien positif yang meninggal, hingga kasus tertinggi di Asia Tenggara," katanya.
Dari sisi ekonomi, kata Anggia, Indonesia sudah mengalami resesi. Dan dari sisi sosial, masyarakat juga belum mendapat petunjuk yang jelas tentang kepastian vaksin. "Sisi politik, protokol kesehatan sekadar menjadi komoditas politik yang tak berkesudahan. Tentu model penanganan begini tidak bisa dibiarkan terus-terusan," ujarnya.
Politikus PKB ini mengatakan, dana ratusan triliun yang dialokasikan pemerintah sepertinya belum mampu memberikan dampak signifikan untuk membendung persebaran COVID-19. "Padahal negara-negara lain, tren grafiknya mengalami penurunan. Suka tidak suka, harus ada evaluasi serius terkait hal ini. Harus ditelaah kembali sisi mana yang menjadi kelemahan kita dalam konteks penanganan. Jangan sampai kita tidak belajar dari kesalahan-kesalahan penanganan yang sangat mungkin terjadi," ujar Anggia. ( )
Ketua Umum PP Fatayat NU yang pernah bergiat di Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) ini mencontohkan, banyak ditemui kasus orang meninggal bukan karena virus corona, tapi menggunakan protokol COVID-19. "Kasus-kasus malpraktik yang makin sering terjadi itu sepertinya karena rumah sakit sekadar ingin mengambil anggaran COVID-19. Ini harus dirapikan betul. Rumah sakit nakal seperti itu harus disanksi tegas agar tidak bermain-main dengan anggaran negara," tuturnya.
Menurut Anggia, praktik nakal yang memanfaatkan momentum pandemi demikian, tentu sangat tidak bertanggung jawab dari sisi medis dan akuntabilitas publiknya. "Seolah-olah lembaga pelayanan kesehatan sedang menari-nari di atas penderitaan masyarakat. Itu tidak boleh terjadi," ujarnya.
Anggia meminta agar evaluasi penanganan pandemi menitikberatkan pada aspek perapian database pasien COVID-19 antara data pemerintah pusat dan pemda yang sering tidak sinkron, diagnosa ketat pasien meninggal terkategori COVID-19, serta evaluasi peruntukan alokasi budget.
"Evaluasinya jangan setengah-setengah. Harus total, komprehensif, holistik, meliputi semua aspek, dan melibatkan semua stakeholder. Rantai komando yang tidak jalan harus tegas dipangkas, daripada mengganggu kinerja secara keseluruhan," ujarnya.
Anggota Komisi IX DPR Anggia Ermarini mengatakan, melihat fakta yang ada hingga sembilan bulan pandemi Covid-19 berlangsung, pemerintah perlu melakukan evaluasi total, menyeluruh, dan sistemik. "Ini mutlak harus dilakukan pemerintah dalam penanganan COVID-19, yang hingga hari ini belum menunjukkan adanya perkembangan yang menggembirakan," katanya, Selasa (1/12/2020).
Dikatakan Anggia, sudah sembilan bulan pemerintah bekerja dan membentuk Satgas COVID-19 serta tim khusus untuk mengatasi pandemi. Namun, harus diakui bahwa belum ada perubahan mendasar dalam penurunan grafik pasien positif. "Trennya justru makin meningkat. Evaluasi total mutlak harus segera dilakukan supaya penanganannya tidak begini-begini saja," ujarnya. ( )
Anggia melihat dari berbagai aspek yang menyebabkan penanganan Covid-19 belum beranjak lebih baik. "Secara statistik, dari waktu ke waktu kita selalu mencapai rekor baru, baik dari pasien positif baru, pasien positif yang meninggal, hingga kasus tertinggi di Asia Tenggara," katanya.
Dari sisi ekonomi, kata Anggia, Indonesia sudah mengalami resesi. Dan dari sisi sosial, masyarakat juga belum mendapat petunjuk yang jelas tentang kepastian vaksin. "Sisi politik, protokol kesehatan sekadar menjadi komoditas politik yang tak berkesudahan. Tentu model penanganan begini tidak bisa dibiarkan terus-terusan," ujarnya.
Politikus PKB ini mengatakan, dana ratusan triliun yang dialokasikan pemerintah sepertinya belum mampu memberikan dampak signifikan untuk membendung persebaran COVID-19. "Padahal negara-negara lain, tren grafiknya mengalami penurunan. Suka tidak suka, harus ada evaluasi serius terkait hal ini. Harus ditelaah kembali sisi mana yang menjadi kelemahan kita dalam konteks penanganan. Jangan sampai kita tidak belajar dari kesalahan-kesalahan penanganan yang sangat mungkin terjadi," ujar Anggia. ( )
Ketua Umum PP Fatayat NU yang pernah bergiat di Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) ini mencontohkan, banyak ditemui kasus orang meninggal bukan karena virus corona, tapi menggunakan protokol COVID-19. "Kasus-kasus malpraktik yang makin sering terjadi itu sepertinya karena rumah sakit sekadar ingin mengambil anggaran COVID-19. Ini harus dirapikan betul. Rumah sakit nakal seperti itu harus disanksi tegas agar tidak bermain-main dengan anggaran negara," tuturnya.
Menurut Anggia, praktik nakal yang memanfaatkan momentum pandemi demikian, tentu sangat tidak bertanggung jawab dari sisi medis dan akuntabilitas publiknya. "Seolah-olah lembaga pelayanan kesehatan sedang menari-nari di atas penderitaan masyarakat. Itu tidak boleh terjadi," ujarnya.
Anggia meminta agar evaluasi penanganan pandemi menitikberatkan pada aspek perapian database pasien COVID-19 antara data pemerintah pusat dan pemda yang sering tidak sinkron, diagnosa ketat pasien meninggal terkategori COVID-19, serta evaluasi peruntukan alokasi budget.
"Evaluasinya jangan setengah-setengah. Harus total, komprehensif, holistik, meliputi semua aspek, dan melibatkan semua stakeholder. Rantai komando yang tidak jalan harus tegas dipangkas, daripada mengganggu kinerja secara keseluruhan," ujarnya.
(abd)
tulis komentar anda