Teror di Sigi, Operasi Tinombala Harus Libatkan Gabungan Polri-TNI
Senin, 30 November 2020 - 07:16 WIB
JAKARTA - Peneliti Institute for Scurity and Strategic Studies (Isses), Khairul Fahmi menganggap, serangan dan pembunuhan satu keluarga di Sigi , Sulawesi Tengah, kuat dugaan dilakukan oleh kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
"Namun tentu saja aparat masih memerlukan data dan informasi lebih banyak lagi untuk memastikannya," ujar Fahmi saat dihubungi, Senin (30/11/2020).
Fahmi mengatakan, setelah insiden itu, lalu apakah Operasi Tinombala harus dievaluasi? Dia mengajak flash back pada situasi beberapa waktu lalu ketika Santoso tewas dan dilanjutkan penangkapan anak buahnya, Basri. Dia berpendapat bahwa operasi perburuan anggota kelompok Santoso harus segera dituntaskan, sebelum anggota MIT kembali berkonsolidasi memperkuat kelompok dan membangun kembali simpul-simpul yang kocar-kacir. ( )
Saat itu, Fahmi menyarankan agar pengejaran anggota kelompok yang tersisa itu juga harus dibarengi dengan penutupan akses logistik dan sumber daya dari luar Poso dan Parigi Moutong. Termasuk membereskan kantong penyuplai logistik dan sumber daya di dalam negeri serta suplai dari luar negeri melalui celah-celah perbatasan.
Hal ini penting, karena meskipun Santoso tewas dan Basri tertangkap, saya khawatir aparat keamanan mengendur, sehingga memberi ruang dan waktu bagi mereka untuk semacam hibernasi lalu belakangan muncul kembali dengan leader baru yang bisa saja lebih kuat.
"Kenapa? Soalnya potensi perlawanan MIT masih akan berlanjut meskipun pemimpin-pemimpin utamanya sudah dilumpuhkan. Tapi itu jelas bergantung pada skema pembersihan pelaku terorisme oleh aparat keamanan melalui Operasi Tinombala," ujarnya. ( )
Belakangan hal itu terbukti. Fahmi menganggap, konsolidasi mereka berjalan. Meski suplai logistik dan sumber daya terhambat, tapi mereka masih bisa survive. Apalagi mereka juga lebih menguasai medan dan berhasil dalam mengembangkan taktik insurgensinya.
"Nah terkait evaluasi Operasi Tinombala, tentu harus dilakukan. Operasi ini sebelumnya sudah gagal mencegah MIT membangun kembali kekuatannya," kata pengamat terorisme ini.
Bagi Fahmi, penghentian operasi juga bukan opsi yang menarik karena bagaimana pun jaringan ini harus diselesaikan. MIT sejak lama sudah berkembang menjadi semacam kelompok kriminal bersenjata yang memiliki wilayah operasi tertentu, sehingga harus diselesaikan dengan kombinasi penegakan hukum dan penegakan kedaulatan.
"Jadi menurut saya, operasi Tinombala mau tidak mau harus tetap dilanjutkan dengan skema gabungan Polri dan TNI, namun dengan tenggat waktu yang jelas serta dibarengi upaya memperkuat kewaspadaan dan kemampuan mitigasi dan pemeliharaan keamanan dari aparatur di daerah karena Operasi Tinombala tak boleh terus berlarut-larut dan menguras uang negara," katanya.
"Namun tentu saja aparat masih memerlukan data dan informasi lebih banyak lagi untuk memastikannya," ujar Fahmi saat dihubungi, Senin (30/11/2020).
Fahmi mengatakan, setelah insiden itu, lalu apakah Operasi Tinombala harus dievaluasi? Dia mengajak flash back pada situasi beberapa waktu lalu ketika Santoso tewas dan dilanjutkan penangkapan anak buahnya, Basri. Dia berpendapat bahwa operasi perburuan anggota kelompok Santoso harus segera dituntaskan, sebelum anggota MIT kembali berkonsolidasi memperkuat kelompok dan membangun kembali simpul-simpul yang kocar-kacir. ( )
Saat itu, Fahmi menyarankan agar pengejaran anggota kelompok yang tersisa itu juga harus dibarengi dengan penutupan akses logistik dan sumber daya dari luar Poso dan Parigi Moutong. Termasuk membereskan kantong penyuplai logistik dan sumber daya di dalam negeri serta suplai dari luar negeri melalui celah-celah perbatasan.
Hal ini penting, karena meskipun Santoso tewas dan Basri tertangkap, saya khawatir aparat keamanan mengendur, sehingga memberi ruang dan waktu bagi mereka untuk semacam hibernasi lalu belakangan muncul kembali dengan leader baru yang bisa saja lebih kuat.
"Kenapa? Soalnya potensi perlawanan MIT masih akan berlanjut meskipun pemimpin-pemimpin utamanya sudah dilumpuhkan. Tapi itu jelas bergantung pada skema pembersihan pelaku terorisme oleh aparat keamanan melalui Operasi Tinombala," ujarnya. ( )
Belakangan hal itu terbukti. Fahmi menganggap, konsolidasi mereka berjalan. Meski suplai logistik dan sumber daya terhambat, tapi mereka masih bisa survive. Apalagi mereka juga lebih menguasai medan dan berhasil dalam mengembangkan taktik insurgensinya.
"Nah terkait evaluasi Operasi Tinombala, tentu harus dilakukan. Operasi ini sebelumnya sudah gagal mencegah MIT membangun kembali kekuatannya," kata pengamat terorisme ini.
Bagi Fahmi, penghentian operasi juga bukan opsi yang menarik karena bagaimana pun jaringan ini harus diselesaikan. MIT sejak lama sudah berkembang menjadi semacam kelompok kriminal bersenjata yang memiliki wilayah operasi tertentu, sehingga harus diselesaikan dengan kombinasi penegakan hukum dan penegakan kedaulatan.
"Jadi menurut saya, operasi Tinombala mau tidak mau harus tetap dilanjutkan dengan skema gabungan Polri dan TNI, namun dengan tenggat waktu yang jelas serta dibarengi upaya memperkuat kewaspadaan dan kemampuan mitigasi dan pemeliharaan keamanan dari aparatur di daerah karena Operasi Tinombala tak boleh terus berlarut-larut dan menguras uang negara," katanya.
(abd)
tulis komentar anda