Duh, Indonesia Peringkat 7 Negara dengan Pernikahan Dini Terbanyak
Jum'at, 27 November 2020 - 13:50 WIB
JAKARTA - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan usia remaja sangat rentan jatuh dalam berbagai permasalahan. Tidak sedikit remaja yang telah menikah dini atau pernikahan usia anak, seks di luar nikah, kehamilan tidak diinginkan, aborsi, HIV/AIDS, hingga jatuh dalam penggunaan narkotika dan zat adiktif (napza).
“Permasalahan-permasalahan terkait remaja terkait pernikahan usia anak, kehamilan tidak diinginkan, infeksi penyakit menular seksual, aborsi, narkoba dan HIV,” papar Deputi Bidang KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Eni Gustina dalam diskusi secara virtual, Jumat (27/11/2020). (Baca juga: Tekan Stunting, BKKBN Dorong Kemandirian Pangan di Daerah Rentan)
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017, saat ini jumlah pemuda (usia 10-24) di Indonesia mencapai 63,4 juta orang atau setara 24,3% dari total penduduk. Jika diproyeksikan pada 2025 nanti, jumlahnya ditaksir mencapai 64 juta orang atau 28,6% dari total penduduk di Indonesia. Eni melanjutkan, tantangan kepemimpinan di masa depan yaitu masalah terkait kualitas sumber daya manusia (SDM). Beberapa di antaranya sebanyak 9,8% mengalami mental disorder, difabel 4,1% dan stunting 27,6% yang jika diakumulasikan mencapai 41,5%. (Baca juga: BKKBN Ajak Keluarga Wujudkan Lansia Tangguh)
Masalah lainnya yaitu konsumsi narkotika dan zat adiktif (napza) di kalangan remaja. Sekitar 5,1% remaja pernah mengonsumsi napza. “Angka ini sangat mirip dan dekat dengan survei kesehatan anak sekolah yang dilakukan Litbangkes yaitu 6% remaja sudah menggunakan napza. Bahkan, 21% anak-anak kita sudah merokok. Padahal rokok adalah pintu masuk ke napza,” ujarnya. (Baca juga: Pernikahan Dini, Begini Risiko Bagi Organ Reproduksi)
Kasus lainnya terkait pernikahan di usia anak di Indonesia. Jumlahnya mencapai 1.459.000 pernikahan sehingga menempatkan pada urutan ke-7 dalam daftar 10 negara dengan jumlah pernikahan usia anak yang terbanyak. Eni mengaitkan dengan data Kementerian Agama (Kemenag) yang setiap tahunnya mencatat sekitar sekitar 2,4 juta pernikahan. Namun, sekitar 48,9% yang menikah ternyata berada di bawah umur 20 tahun.
Melihat kondisi itu, dia menilai masalah tersebut harus menjadi perhatian penting pemerintah dan masyarakat. Apalagi jika dikaitkan dengan bonus demografi di Indonesia dengan jumlah usia produktif yang begitu tinggi. Ia mengatakan remaja harus dibina melalui pendidikan, orientasi masa depan termasuk kapan siap menikah, dan lainnya. “Sebaliknya, jika tidak terbina, maka remaja rentan menikah dini, putus sekolah, hamil di luar nikah maka akan kemungkinan kehilangan bonus demografi. Bahkan, bukan bonus yang kita dapatkan, tetapi petaka dari bonus demografi tersebut,” tandasnya.
“Permasalahan-permasalahan terkait remaja terkait pernikahan usia anak, kehamilan tidak diinginkan, infeksi penyakit menular seksual, aborsi, narkoba dan HIV,” papar Deputi Bidang KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Eni Gustina dalam diskusi secara virtual, Jumat (27/11/2020). (Baca juga: Tekan Stunting, BKKBN Dorong Kemandirian Pangan di Daerah Rentan)
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017, saat ini jumlah pemuda (usia 10-24) di Indonesia mencapai 63,4 juta orang atau setara 24,3% dari total penduduk. Jika diproyeksikan pada 2025 nanti, jumlahnya ditaksir mencapai 64 juta orang atau 28,6% dari total penduduk di Indonesia. Eni melanjutkan, tantangan kepemimpinan di masa depan yaitu masalah terkait kualitas sumber daya manusia (SDM). Beberapa di antaranya sebanyak 9,8% mengalami mental disorder, difabel 4,1% dan stunting 27,6% yang jika diakumulasikan mencapai 41,5%. (Baca juga: BKKBN Ajak Keluarga Wujudkan Lansia Tangguh)
Masalah lainnya yaitu konsumsi narkotika dan zat adiktif (napza) di kalangan remaja. Sekitar 5,1% remaja pernah mengonsumsi napza. “Angka ini sangat mirip dan dekat dengan survei kesehatan anak sekolah yang dilakukan Litbangkes yaitu 6% remaja sudah menggunakan napza. Bahkan, 21% anak-anak kita sudah merokok. Padahal rokok adalah pintu masuk ke napza,” ujarnya. (Baca juga: Pernikahan Dini, Begini Risiko Bagi Organ Reproduksi)
Kasus lainnya terkait pernikahan di usia anak di Indonesia. Jumlahnya mencapai 1.459.000 pernikahan sehingga menempatkan pada urutan ke-7 dalam daftar 10 negara dengan jumlah pernikahan usia anak yang terbanyak. Eni mengaitkan dengan data Kementerian Agama (Kemenag) yang setiap tahunnya mencatat sekitar sekitar 2,4 juta pernikahan. Namun, sekitar 48,9% yang menikah ternyata berada di bawah umur 20 tahun.
Melihat kondisi itu, dia menilai masalah tersebut harus menjadi perhatian penting pemerintah dan masyarakat. Apalagi jika dikaitkan dengan bonus demografi di Indonesia dengan jumlah usia produktif yang begitu tinggi. Ia mengatakan remaja harus dibina melalui pendidikan, orientasi masa depan termasuk kapan siap menikah, dan lainnya. “Sebaliknya, jika tidak terbina, maka remaja rentan menikah dini, putus sekolah, hamil di luar nikah maka akan kemungkinan kehilangan bonus demografi. Bahkan, bukan bonus yang kita dapatkan, tetapi petaka dari bonus demografi tersebut,” tandasnya.
(cip)
tulis komentar anda