Ekspor Benih Lobster Tembus 42 Juta Ekor

Jum'at, 27 November 2020 - 05:07 WIB
Keran ekspor benih lobster yang dibuka kembali sejak Juli 2020 menyasar tiga negara tujuan, Vietnam, Hong Kong dan Taiwan.
EKSPOR benih lobster mencapai sebanyak 42 juta ekor. Demikian angka ekspor yang tercatat di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJCB), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) semasa kepemimpinan Edhy Prabowo di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Keran ekspor benih lobster yang dibuka kembali sejak Juli 2020 menyasar tiga negara tujuan, didominasi Vietnam, lalu Hongkong, dan menyusul Taiwan. Tercatat sebanyak 40 perusahaan yang bertindak sebagai eksportir yang dikirim melalui Bandara Soekarno Hatta, Jakarta. Sejak kebijakan ekspor benih lobster dibuka kembali oleh Edhi Prabowo selaku penerus Susi Pudjiastuti di KKP yang melarang keras ekspor benih lobster telah mengundang polemik tajam.

Pembukaan kebijakan tersebut kini berujung pada penetapan status tersangka kepada Edhi Prabowo atas dugaan suap melalui operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keran ekspor benih lobster resmi dibuka setelah diterbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan di Wilayah Indonesia. Meski kebijakan yang ditandatangani pada 4 Mei 2020 dan diundangkan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 5 Mei 2020, mendapat penolakan keras dari berbagai kalangan tetap tidak digubris. Ibarat pepatah, anjing menggonggong kafilah tetap berlalu.

Pada saat itu, Edhy Prabowo yang juga tercatat sebagai Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra beralasan bahwa kebijakan melepas larangan ekspor benih lobster atas nama nelayan yang hidupnya bergantung pada budi daya komoditas (lobster) tersebut. Persoalan adanya kekhawatiran lobster akan punah bila kebijakan ekspor benih lobster diberlakukan dinilai berlebihan. Pasalnya, satu lobster bisa bertelur hingga satu juta ekor pada musim panas. Sementara itu, Susi Pudjiastuti selaku pendahulu Edhy Prabowo di KKP berkeras melarang ekspor benih lobster. Susi yang diinilai cukup kontroversial saat menjadi orang nomor satu di KKP melarang ekspor benih lobster demi nilai tambah lobster itu sebelum diperjualbelikan di pasar global. Karena berstatus sebagai tersangka kasus suap ekspor benih lobster, kini Edhy Prabowo melepas jabatan Waketum Partai Gerindra.



Tensi polemik kebijakan pembukaan ekspor benih lobster yang masih membara tiba – tiba meredup dengan sendirinya menyusul berita penangkapan Edhy Prabowo melalui OTT KPK terkait kebijakan yang diterbitkan tujuh bulan lalu. Sebelumnya, keganjilan kebijakan tersebut sudah diendus Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara). Setidaknya, pihak Kiara menemukan empat hal yang dinilai diluar kepatutan sebagai sebuah kebijakan dari KKP. Pertama, tanpa kajian ilmiah yang melibatkan Komisi Pengkajian Sumber Daya Ikan. Pembahasan kebijakan itu tidak melibatkan nelayan penangkap dan pembudidaya lobster.

Lalu, Kedua, penerbitan kebijakan tersebut diikuti penetapan puluhan perusahaan ekspor benih lobster yang terafiliasi kepada sejumlah partai politik. Cilakanya, menempatkan nelayan penangkap dan pembudidaya lobster hanya sebagai objek pelengkap. Terdapat sejumlah kriteria yang tak jelas dalam penetapan perusahaan yang dilibatkan dalam ekspor benih lobster. Ketiga, KKP tanpa peta jalan menyeluruh dan komprehensif dalam membangun kekuatan ekonomi perikanan (lobster) berbasis nelayan dalam jangka panjang. KKP lebih mengedepankan pertimbangan ekonomi jangka pendek yang tidak menguntungkan negara dan nelayan. Keempat, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menengarai terjadi praktik yang berbau monopoli dalam bisnis ekspor benih lobster itu.

Jadi, sebelum KPK menciduk Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo di Bandara Soekarno – Hatta sepulang dari Amerika Serikat, KPPU juga sudah menyoalkan bisnis benih lobster itu. Pasalnya, lembaga anti monopoli itu telah mencium adanya praktik monopoli pada proses pengiriman benih lobster ke luar negeri, yakni pada bisnis logistik atau forwarding. Saat ini, kasus tersebut dalam proses penelitian pada pelaku usaha yang diduga terkait, dan KPPU telah memanggil perwakilan KKP guna mendapatkan keterangan. Adapun proses penelitian selama 30 hari yang dimulai sejak 9 November lalu. Setelah itu, KPPU baru mengambil sikap kasusu monopoli itu masuk ranah penyelidikan atau tidak.

Sementara itu, pihak KKP jelas membela diri. Sebagaimana ditegaskan Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidan UKM dan Dania Usaha, Andreau Pribadi bahwa pihaknya tidak pernah menunjuk khusus perusahaan logistik terkait ekspor benih lobster. Bahkan sejak aturan ekspor benih lobster diterbitkan sejumlah perusahaan siap melakukan pengiriman benih lobster ke luar negeri. Dan, pihak KKP menetapakan selain Jakarta terdapat lima lokasi pengiriman benih lobster, yakni Surabaya, Bali, Lombok, Makassar hingga Medan.

Sekarang polemik dan kecurigaan KPPU adanya unsur monopoli seputar kebijakan ekspor benih lobster menjadi antiklimaks. Penangkapan Menteri Edhy sepertinya mengembalikan pada titik nol persoalan ekspor benih lobster. Karena itu, langkah pihak KKP menghentikan sementara eskpor benih lobster sudah tepat. Dan, kasus ini mengingatkan bahwa pergantian pejabat juga berarti pergantian kebijakan tidak selalu harus terjadi. Bahkan di antara pejabat sering menjelekkan kebijakan pejabat sebelumnya.
(bmm)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More