Sulit Saingi Puan, Ganjar Harus Lakukan Ini jika Ingin Maju Capres
Minggu, 22 November 2020 - 13:30 WIB
“Sulit bagi Ganjar diusung PDIP kalau masih ada Puan di sana,” kata pengamat politik dari UIN Jakarta Adi Prayitno, kepada SINDONews, Minggu (22/11/2020).
Namun, Ganjar bisa saja diusung PDIP jika bisa menyamai fenomena kemunculan Joko Widodo (Jokowi) jelang Pilpres 2014. Saat itu Jokowi dengan pamor sebagai sosok sederhana dan merakyat melesat bak meteor.
Dari wali kota Solo lalu menjabat gubernur DKI Jakarta, Jokowi menjadi “rising star” yang mengganggu kemapanan elite parpol yang hampir selalu mendominasi pencapresan. Didukung status sebagai “media darling”, elektabilitas Jokowi saat itu tidak terbendung.
Megawati akhirnya “mengalah” oleh desakan kader dan konstituen. Meski sejatinya ia masih berpeluang menjadi capres, peluang itu diberikannya ke Jokowi.
Keputusan Megawati memang tidak salah. Selain Jokowi akhirnya terpilih jadi presiden, pencalonannya juga menjadi “coat tail effect” bagi PDIP. Partai ini ikut terdongkrak suaranya di Pemilu Legislatif 2014 dan menjadi pemenang berkat efek Jokowi.
Lantas, apakah “Jokowi Effect” ini juga bisa berlaku pada Ganjar? Dengan kata lain, apakah ada kemugkinan Puan nanti mengalah seperti Megawati melakukannya untuk Jokowi di 2014?
“Sulit terulang karena saat itu elektabilitas dan ketokohan Jokowi nyaris tak ada yg menyaingi. Sekarang beda ceritanya, karier Ganjar berbarengan dengan Puan yang secara ideologis dan biologis lebih merepsentasikan PDIP,” ujar Adi yang juga Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia.
Persoalan lain bagi Ganjar adalah masa jabatannya sebagai gubernur yang akan berakhir pada 2023, atau setahun sebelum pilpres digelar. Pertanyannya, apakah Ganjar mampu mempertahankan elektabilitasnya saat dia sudah tidak menjabat nanti?
Selama ini jabatan sebagai kepala daerah secara tidak langsung jadi “panggung” bagi Ganjar untuk meraih simpati publik, terutama di masa pandemi Covid-19. Dia mudah menjadi media darling.
Dengan jumlah penduduk Jawa Tengah lebih dari 30 juta orang, maka hal wajar jika Ganjar mendapat elektabilitas yang tinggi akibat eksposure pemberitaan media. Setiap program dan kebijakan yang diambilnya, baik di bidang kesehatan maupun berupa bantuan sosial selama masa pandemi, akan mudah dinilai positif oleh publik. Apalagi, Ganjar juga termasuk lihai memanfaatkan media sosial.
Namun, Ganjar bisa saja diusung PDIP jika bisa menyamai fenomena kemunculan Joko Widodo (Jokowi) jelang Pilpres 2014. Saat itu Jokowi dengan pamor sebagai sosok sederhana dan merakyat melesat bak meteor.
Dari wali kota Solo lalu menjabat gubernur DKI Jakarta, Jokowi menjadi “rising star” yang mengganggu kemapanan elite parpol yang hampir selalu mendominasi pencapresan. Didukung status sebagai “media darling”, elektabilitas Jokowi saat itu tidak terbendung.
Megawati akhirnya “mengalah” oleh desakan kader dan konstituen. Meski sejatinya ia masih berpeluang menjadi capres, peluang itu diberikannya ke Jokowi.
Keputusan Megawati memang tidak salah. Selain Jokowi akhirnya terpilih jadi presiden, pencalonannya juga menjadi “coat tail effect” bagi PDIP. Partai ini ikut terdongkrak suaranya di Pemilu Legislatif 2014 dan menjadi pemenang berkat efek Jokowi.
Lantas, apakah “Jokowi Effect” ini juga bisa berlaku pada Ganjar? Dengan kata lain, apakah ada kemugkinan Puan nanti mengalah seperti Megawati melakukannya untuk Jokowi di 2014?
“Sulit terulang karena saat itu elektabilitas dan ketokohan Jokowi nyaris tak ada yg menyaingi. Sekarang beda ceritanya, karier Ganjar berbarengan dengan Puan yang secara ideologis dan biologis lebih merepsentasikan PDIP,” ujar Adi yang juga Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia.
Persoalan lain bagi Ganjar adalah masa jabatannya sebagai gubernur yang akan berakhir pada 2023, atau setahun sebelum pilpres digelar. Pertanyannya, apakah Ganjar mampu mempertahankan elektabilitasnya saat dia sudah tidak menjabat nanti?
Selama ini jabatan sebagai kepala daerah secara tidak langsung jadi “panggung” bagi Ganjar untuk meraih simpati publik, terutama di masa pandemi Covid-19. Dia mudah menjadi media darling.
Dengan jumlah penduduk Jawa Tengah lebih dari 30 juta orang, maka hal wajar jika Ganjar mendapat elektabilitas yang tinggi akibat eksposure pemberitaan media. Setiap program dan kebijakan yang diambilnya, baik di bidang kesehatan maupun berupa bantuan sosial selama masa pandemi, akan mudah dinilai positif oleh publik. Apalagi, Ganjar juga termasuk lihai memanfaatkan media sosial.
tulis komentar anda