Penerbitan Izin Vaksin Covid-19 Harus Referensi WHO, Tidak Bisa Dikarang BPOM
Kamis, 19 November 2020 - 14:59 WIB
JAKARTA - Kebutuhan vaksin Covid-19 di masa pandemi ini begitu mendesak. Namun, penerbitan Emergency Use Authorization (EUA) tidak bisa oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sendiri. Harus mengacu pada persetujuan World Health Organization (WHO) dan otoritas badan obat negara-negara di seluruh dunia.
"Pada intinya adalah untuk mendapatkan emergency use authorization (EUA), sudah ada juga kesepakatan ya yang diberikan oleh WHO. Jadi dalam hal ini tentunya persyaratan untuk use authorization tidak dikarang begitu saja oleh Badan POM sendiri, namun berdasarkan referensi pedoman yang diberikan oleh WHO ," tegas Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito dalam Konferensi Pers Pengawalan Badan POM terhadap Vaksin Covid-19 yang digelar secara virtual, Kamis (19/11/2020).
( ).
Pedoman itu, kata Penny, juga tentunya bergerak dengan situasi pandemi. "Pembelajaran yang terus-menerus kita dapatkan selama masa pandemi ini. Berdasarkan kesepakatan yang terakhir pada bulan November awal ya, pertemuan terakhir pada bulan 6 November menyebutkan bahwa kita bersama-sama, artinya adalah WHO dengan otoritas-otoritas regulatory obat, termasuk juga US Food and Drug Administration (EUA), dan European Medicines Agency/EMA (Conditional Approval) artinya adalah negara-negara yang strike dalam hal melakukan pengawasan terhadap standar mutu dan khasiat dari obat yang beredar untuk mendapatkan data yang diperlukan," jelas Penny.
Penny menjelaskan, syarat pemberian EUA adalah vaksin harus sudah memiliki data uji klinik fase 1 dan uji klinik fase 2 secara lengkap, serta data analisis interim uji klinik fase 3 untuk menunjukkan khasiat dan keamanan.
Lebih lanjut, Penny menegaskan bahwa setelah vaksin mendapat persetujuan penggunaan, pengawalan mutu vaksin di sepanjang jalur distribusi nantinya akan menjadi tanggung jawab dari industri farmasi dan distributor yang ditunjuk. Dalam proses penyaluran di sarana pemerintah diperlukan peran aktif berbagai pihak sesuai kewenangan masing-masing.
( ).
BPOM juga melakukan pengawasan dan pendampingan dalam penerapan Cara Distribusi Obat yang Baik. Hal ini dikarenakan vaksin merupakan Produk Rantai Dingin (Cold Chain Product) yang sensitif terhadap perubahan suhu, sehingga upaya dan kontrol yang ketat di sepanjang jalur distribusi sangat diperlukan agar mutu dan stabilitas vaksin tetap terjaga sampai kemudian digunakan oleh end-user (pasien).
"Kami berharap semua pihak berkomitmen dan saling mendukung untuk bersama mengupayakan keberhasilan rencana pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia," kata Penny.
"Pada intinya adalah untuk mendapatkan emergency use authorization (EUA), sudah ada juga kesepakatan ya yang diberikan oleh WHO. Jadi dalam hal ini tentunya persyaratan untuk use authorization tidak dikarang begitu saja oleh Badan POM sendiri, namun berdasarkan referensi pedoman yang diberikan oleh WHO ," tegas Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito dalam Konferensi Pers Pengawalan Badan POM terhadap Vaksin Covid-19 yang digelar secara virtual, Kamis (19/11/2020).
( ).
Pedoman itu, kata Penny, juga tentunya bergerak dengan situasi pandemi. "Pembelajaran yang terus-menerus kita dapatkan selama masa pandemi ini. Berdasarkan kesepakatan yang terakhir pada bulan November awal ya, pertemuan terakhir pada bulan 6 November menyebutkan bahwa kita bersama-sama, artinya adalah WHO dengan otoritas-otoritas regulatory obat, termasuk juga US Food and Drug Administration (EUA), dan European Medicines Agency/EMA (Conditional Approval) artinya adalah negara-negara yang strike dalam hal melakukan pengawasan terhadap standar mutu dan khasiat dari obat yang beredar untuk mendapatkan data yang diperlukan," jelas Penny.
Penny menjelaskan, syarat pemberian EUA adalah vaksin harus sudah memiliki data uji klinik fase 1 dan uji klinik fase 2 secara lengkap, serta data analisis interim uji klinik fase 3 untuk menunjukkan khasiat dan keamanan.
Lebih lanjut, Penny menegaskan bahwa setelah vaksin mendapat persetujuan penggunaan, pengawalan mutu vaksin di sepanjang jalur distribusi nantinya akan menjadi tanggung jawab dari industri farmasi dan distributor yang ditunjuk. Dalam proses penyaluran di sarana pemerintah diperlukan peran aktif berbagai pihak sesuai kewenangan masing-masing.
( ).
BPOM juga melakukan pengawasan dan pendampingan dalam penerapan Cara Distribusi Obat yang Baik. Hal ini dikarenakan vaksin merupakan Produk Rantai Dingin (Cold Chain Product) yang sensitif terhadap perubahan suhu, sehingga upaya dan kontrol yang ketat di sepanjang jalur distribusi sangat diperlukan agar mutu dan stabilitas vaksin tetap terjaga sampai kemudian digunakan oleh end-user (pasien).
"Kami berharap semua pihak berkomitmen dan saling mendukung untuk bersama mengupayakan keberhasilan rencana pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia," kata Penny.
(zik)
tulis komentar anda