Analisa Sejumah Akademisi Terkait Respons Pemerintah terhadap Corona
Sabtu, 09 Mei 2020 - 16:29 WIB
Sementara aktivis GP Ansor NU, Nuruzzaman mengkritisi sejumlah kebijakan dukungan pemerintah di bidang ekonomi yang dinilainya kurang transparan dan komunikatif terhadap unsur-unsur masyarakat.
"Kebijakan RUU Cipta Kerja, Program Kartu Prakerja dan Perppu Stimulus adalah tiga hal yang paling disoroti oleh publik. Presiden sebaiknya mendengar betul-betul aspirasi publik yang merupakan penerima manfaat dari kebijakan-kebijakan ekonomi ini," tegasnya.
Sementara itu, dosen Universitas Udayana Ni Made Ras Amanda menjelaskan, lesunya sektor pariwisata di Bali membawa implikasi banyaknya pegawai hotel dan restauran yang dirumahkan bahkan kehilangan pekerjaannya.
"Kalau pun ada hotel yang buka pasti sepi. Yang ada hanya wisatawan asing yang terjebak karena tidak bisa pulang ke negara asalnya," ujarnya.
Amanda juga menjelaskan, meskipun terkena dampak pandemi, masyarakat di Bali tetap mencoba berusaha bertahan. Justru baginya yang menarik adalah keutamaan sistem sosial dan masyarakat sipil di Bali dalam menghadapi krisis.
"Di tengah catatan kritis kita terhadap kinerja pemerintah baik pusat maupun daerah, peran masyarakat sipil dan sistem sosial di warga saya lihat cukup baik dalam menjaga dirinya menghadapi pandemi dan krisis yang diakibatkan," ujar Amanda.
Sementara itu, pakar politik dari Universitas Airlangga (Unair), Airlangga Pribadi menilai, kebijakan yang diambil pemerintah saat pandemi merupakan cerminan ketidaksiapan dan kepanikan dalam menghadapi situasi.
"Respons pemerintah terlihat tidak cukup siap dan terkesan panik. Dalam situasi seperti ini pemerintah mestinya fokus terlebuh dulu pada aspek human security dan itu yang menjadi landasan bagi kebijakan lainnya," ungkap doktor alumni Murdoch University, Perth ini.
Subhan Setowara, aktivis kepemudaan dan pluralisme dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyatakan, problem ketidaksigapan institusi pemerintah bukan hanya dihadapi oleh Indonesia. Negara-negara lain, bahkan negara besar sekalipun, terlihat pontang-panting menghadapi pandemi Covid-19.
"Kita jangan hanya mengkritik tapi lihat secara objektif. Justru akibat krisis ini maka ada banyak perbaikan dalam institusi pemerintah. Pastinya butuh waktu. Tapi saya saksikan di sejumlah sektor pemerintah sudah cepat dalam merespons dan mengantisipasi, misalnya kebijakan isolasi bagi pendatang," ujar Subhan, tokoh anak muda asal NTT ini.
"Kebijakan RUU Cipta Kerja, Program Kartu Prakerja dan Perppu Stimulus adalah tiga hal yang paling disoroti oleh publik. Presiden sebaiknya mendengar betul-betul aspirasi publik yang merupakan penerima manfaat dari kebijakan-kebijakan ekonomi ini," tegasnya.
Sementara itu, dosen Universitas Udayana Ni Made Ras Amanda menjelaskan, lesunya sektor pariwisata di Bali membawa implikasi banyaknya pegawai hotel dan restauran yang dirumahkan bahkan kehilangan pekerjaannya.
"Kalau pun ada hotel yang buka pasti sepi. Yang ada hanya wisatawan asing yang terjebak karena tidak bisa pulang ke negara asalnya," ujarnya.
Amanda juga menjelaskan, meskipun terkena dampak pandemi, masyarakat di Bali tetap mencoba berusaha bertahan. Justru baginya yang menarik adalah keutamaan sistem sosial dan masyarakat sipil di Bali dalam menghadapi krisis.
"Di tengah catatan kritis kita terhadap kinerja pemerintah baik pusat maupun daerah, peran masyarakat sipil dan sistem sosial di warga saya lihat cukup baik dalam menjaga dirinya menghadapi pandemi dan krisis yang diakibatkan," ujar Amanda.
Sementara itu, pakar politik dari Universitas Airlangga (Unair), Airlangga Pribadi menilai, kebijakan yang diambil pemerintah saat pandemi merupakan cerminan ketidaksiapan dan kepanikan dalam menghadapi situasi.
"Respons pemerintah terlihat tidak cukup siap dan terkesan panik. Dalam situasi seperti ini pemerintah mestinya fokus terlebuh dulu pada aspek human security dan itu yang menjadi landasan bagi kebijakan lainnya," ungkap doktor alumni Murdoch University, Perth ini.
Subhan Setowara, aktivis kepemudaan dan pluralisme dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyatakan, problem ketidaksigapan institusi pemerintah bukan hanya dihadapi oleh Indonesia. Negara-negara lain, bahkan negara besar sekalipun, terlihat pontang-panting menghadapi pandemi Covid-19.
"Kita jangan hanya mengkritik tapi lihat secara objektif. Justru akibat krisis ini maka ada banyak perbaikan dalam institusi pemerintah. Pastinya butuh waktu. Tapi saya saksikan di sejumlah sektor pemerintah sudah cepat dalam merespons dan mengantisipasi, misalnya kebijakan isolasi bagi pendatang," ujar Subhan, tokoh anak muda asal NTT ini.
Lihat Juga :
tulis komentar anda