Bisakah Berdamai dengan Covid-19? Begini Pendapat Pakar Epidemiologi
Sabtu, 09 Mei 2020 - 00:50 WIB
JAKARTA - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin masyarakat berdamai dengan virus Corona menuai polemik. Hal tersebut dinilai tak mudah direalisasikan di lapangan karena banyak orang tanpa gejala masih berkeliaran.
Pakar epidemiologi, Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, virus Corona tidak akan menular jika orang yang positif diisolasi.
Selain itu, perlu melakukan survei atau pemeriksaan Corona yang banyak terhadap masyarakat, bisa dengan rapid atau polymerase chain reaction (PCR). “Screening yang kurang ketat akan terjadi penularan. Itu terjadi pada awal wabah ini di Jakarta. Dibuka, kemudian orang tetap ke Jakarta dan terjadi penyebaran di seluruh provinsi di Indonesia,” ujarnya kepada SINDOnews, Jumat (8/5/2020).
Dia menyebut banyak orang yang bepergian ke pusat episentrum wabah Covid-19, DKI Jakarta menjadi penyebar ke daerah asalnya. Akhirnya terjadi transmisi lokal. Ini akibat tidak adanya screening dari pemerintah daerah terhadap warga yang baru kembali dari wilayah zona merah.
Apalagi sekarang diprediksi banyak orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP), dan pasien dalam pengawasan (PDP) gejala ringan, masih keluyuran. PDP itu banyak tidak melapor karena takut diisolasi.
“Yang kasus (positif-red) tidak boleh keluar,” ucapnya.( ')
Pemerintah mewacanakan pelonggaran untuk beberapa sektor, terutama perekonomian, di tengah pandemi Covid-19. Ini tentu mengkhawatirkan banyak pihak. Tri Yunis menyarankan jika ingin aman dilakukan survei atau tes yang masif.
Misalnya, membuka layanan penerbangan itu wajib dilakukan rapid test yang hasilnya keluar sekitar 30 menit. Yang hasilnya positif tidak boleh terbang.
Sementara yang negatif boleh terbang. Karena tingginya false negatif dan positif pada rapid test, mereka harus melakukan isolasi di daerah tujuan.
Pakar epidemiologi, Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, virus Corona tidak akan menular jika orang yang positif diisolasi.
Selain itu, perlu melakukan survei atau pemeriksaan Corona yang banyak terhadap masyarakat, bisa dengan rapid atau polymerase chain reaction (PCR). “Screening yang kurang ketat akan terjadi penularan. Itu terjadi pada awal wabah ini di Jakarta. Dibuka, kemudian orang tetap ke Jakarta dan terjadi penyebaran di seluruh provinsi di Indonesia,” ujarnya kepada SINDOnews, Jumat (8/5/2020).
Dia menyebut banyak orang yang bepergian ke pusat episentrum wabah Covid-19, DKI Jakarta menjadi penyebar ke daerah asalnya. Akhirnya terjadi transmisi lokal. Ini akibat tidak adanya screening dari pemerintah daerah terhadap warga yang baru kembali dari wilayah zona merah.
Apalagi sekarang diprediksi banyak orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP), dan pasien dalam pengawasan (PDP) gejala ringan, masih keluyuran. PDP itu banyak tidak melapor karena takut diisolasi.
“Yang kasus (positif-red) tidak boleh keluar,” ucapnya.( ')
Pemerintah mewacanakan pelonggaran untuk beberapa sektor, terutama perekonomian, di tengah pandemi Covid-19. Ini tentu mengkhawatirkan banyak pihak. Tri Yunis menyarankan jika ingin aman dilakukan survei atau tes yang masif.
Misalnya, membuka layanan penerbangan itu wajib dilakukan rapid test yang hasilnya keluar sekitar 30 menit. Yang hasilnya positif tidak boleh terbang.
Sementara yang negatif boleh terbang. Karena tingginya false negatif dan positif pada rapid test, mereka harus melakukan isolasi di daerah tujuan.
tulis komentar anda