ICJR Paparkan Empat Kesalahan JPU dalam Kasus Jerinx SID

Rabu, 04 November 2020 - 17:14 WIB
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai tuntutan tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta terhadap I Gede Ari Astina alias Jerinx penuh masalah. FOTO/DOK.SINDOnews
JAKARTA - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai tuntutan tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta terhadap I Gede Ari Astina alias Jerinx penuh masalah. Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu memaparkan empat kesalahan jaksa penuntut umum (JPU).

Pertama, JPU melakukan kesalahan dalam membuktikan unsur kesengajaan. Dalam dakwaan JPU menggunakan Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45A ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo Pasal 64 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Erasmus menerangkan JPU dalam uraiannya justru mengaitkan dengan Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 45 ayat 3 UU ITE tentang Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik. ( )



"Ini adalah kesalahan mendasar dalam suatu tuntutan karena unsur kesengajaan justru tidak dikaitkan dengan perbuatan yang dituntut. Catatan penting, unsur kesengajaan adalah unsur yang krusial dalam pembuktian kasus ujaran kebencian," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu (4/11/2020).

Kedua, JPU tidak bisa sepenuhnya membedakan antara penghinaan atau pencemaran nama baik dengan menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu. Ketiga, JPU melakukan kesalahan yang menganggap seolah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merupakan pihak yang dilindungi pasal ujaran kebencian.

"Pasal ini ditujukan untuk melindungi orang-orang, kelompok orang, atau komunitas dari tindakan diskriminatif. Yang dikriminalisasi adalah perbuatan mengutarakan kebencian tentang kebangsaan, rasial atau kelompok agama yang membuat risiko diskriminasi akan segera terjadi, permusuhan atau kekerasan terhadap orang," tuturnya. ( )

Terakhir, Erasmus menilai JPU tidak menguraikan secara komprehensif mengenai yang diutarakan Jerinx itu bisa menimbulkan kebencian dan permusuhan atau tidak. Ada enam hal yang harus dilihat apakah pernyataan seseorang itu masuk ujaran kebencian, antara lain, konteks dalam ekspresi, posisi dan status individu yang menyampaikan, niat menyampaikan, dan kekuatan muatan dari ekspresi.

Erasmus menerangkan yang disampaikan Jerinx bisa bersifat provokatif, tetapi IDI merupakan kelompok profesi. IDI bukan masuk kategori kelompok SARA dan tidak bisa dikritik.

"Posisi dari Jerinx sebagai musisi yang lantang mengkritik pemerintah harus juga dipertimbangkan. Catatan mendasar, ekspresi pada debat publik dalam masyarakat demokratis yang ditujukan pada institusi publik batasannya sangat tinggi. Artinya ekspresi ini sangat dilindungi," katanya.

ICJR menyatakan penahanan dan tuntutan penjara pada Jerinx merupakan kemunduran bagi negara demokratis. "Jika Jerinx atas kritiknya bisa dipenjara, bukan hal yang tidak mungkin kritik-kritik lain yang merupakan ekspresi sah bisa dipidana," katanya.
(abd)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More