Sekjen Dewan PapuaThaha Alhamid: Otsus Jalan Menuju Perubahan
Rabu, 04 November 2020 - 16:19 WIB
JAKARTA - Penerapan Otonomi Khusus (Otsus) oleh pemerintah Indonesia di Papua dinilai sebagai win-win solution sekaligus jalan menuju perubahan.
”Otsus ini harus kita terima karena ini adalah jalan untuk sebuah perubahan ke depan, terutama untuk generasi muda,” ujar Sekjen Dewan Papua Thaha Alhamid dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu (4/11/2020). (Baca juga: Pendeta Albert Yoku: Gereja Harus Tetap Dukung Otsus Papua)
Papua tumbuh dari beragam suku karenanya, tidak boleh terjadi konflik kultural. Untuk itu, kata Thaha, kapasitas sumber daya manusia perlu dibangun supaya dengan Otsus semua orang Papua merasa aman. Apalagi, Otsus mengerjakan empat hal yang meliputi, pengembangan pendidikan, kesehatan, ekonomi rakyat, dan infrastruktur. ”Otsus di Papua tidak bermasalah. Kita paham bahwa Otsus adalah solusi politik bagi masyarakat Papua,” tegasnya. (Baca juga: Tokoh Agama dan Pemuda: Otsus Adalah Berkat untuk Papua, Lanjutkan dan Evaluasi)
Thaha menilai, masalah yang terjadi dalam penerapan Otsus di Papua adalah pengelolaan dan pelaksanaannya bukan Otsusnya. Menurut dia, selama ini masyarakat Papua tidak tahu betapa besar penggabungan dana Otsus dengan APBD namun tidak mengetahui bagaimana peruntukan dana Otsus tersebut. “Oleh karena itu, bukan Otsus yang perlu ditolak, namun marilah kita bicara bagaimana memperbaiki pengelolaan dan pelaksanaannya ke depan. Hemat saya, Otsus tidak boleh lagi dikelola pemerintah daerah sebagaimana yang sekarang ini terjadi,” ucapnya. (Baca juga: Sejumlah Tokoh Papua Ingin Otsus Papua Dilanjutkan)
Thaha menegaskan, masyarakat Papua membutuhkan kesejahteraan. Terbukti, rakyat di kampung-kampung masih memerlukan pengembangan ekonomi rakyat, akselerasi pembangunan, membutuhkan jalan, sekolah, rumah sakit yang baik untuk pelayanan kesehatan. Otsus adalah win-win solution antara masyarakat Papua dengan pemerintah, oleh karenanya Otsus tidak pernah berakhir. Tidak ada Otsus jilid I atau jilid II sebab Otsus adalah sebuah kesepakatan politik yang dibuat pada 2001 dan masih tetap berlaku efektif. ”Atas dasar itu, yang perlu kita perbaiki adalah bagaimana memperbaiki pengelolaan dan pelaksanaannya agar masyarakat Papua lebih sejahtera. Biarkan Otsus yang sekarang ini jalan terus. Kita benahi pelaksanaan Otsus ke depan,” ucapnya. (Baca juga: 9 Kepala Daerah di Papua Sepakat Otonomi Khusus Lanjut)
Menurut Thaha, pelaksanaan Otsus sudah berlangsung selama 20 tahun namun, suara Papua merdeka masih tetap nyaring di luar. Itu artinya ada masalah yang harus diselesaikan. Pembangunan adalah hak rakyat, oleh karena itu pemerintah dimanapun berkewajiban membangun rakyatnya. Di Papua, pemerintah Indonesia memakai pendekatan otonomi khusus. ”Ini sebuah berkat dan anugerah untuk kita kelola dengan baik agar masyarakat di kampung-kampung bisa cepat meraih yang namanya kesejahteraan. Mari kita evaluasi dan bicara penegakkan hukum. Bupati yang tidak mau tugas dan tinggal di kampung, malah pergi jalan-jalan, harus segera diperiksa. Jangan menjadi bupati seolah dia merasa jadi bupati untuk sukunya sendiri. Dia jadi bupati untuk semua orang yang ada di wilayah itu,” katanya.
Thaha juga mengajak kepada semua komunitas, seperti agama, gereja, mahasiswa, dan organisasi-organisasi masyarakat yang ada di Papua untuk memperkuat pengelolaan Otsus dengan benar dan tepat. ”Mari dukung perpanjangan Otsus demi masa depan Papua dan Papua Barat. Rakyat harus diberikan hak untuk hidup dan mengejar masa depannya. Mari kita sama-sama menjaga. Seorang kepala daerah juga harus memegang mandat untuk membangun stabilitas daerahnya,” ucapnya.
Tidak hanya itu, Thaha juga menyarankan agar generasi muda yang turun ke jalan bicara Papua merdeka untuk banyak belajar dan bertanya kepada orang-orang tua yang di masa lalu telah melakukan perjalanan panjang. ”Generasi muda musti cerdas dan jangan terprovokasi. Hal ini supaya kamu bisa cerdas, bisa pergi sekolah, masyarakat bisa tersentuh pembangunan kesehatan dan pendidikan,” ujarnya.
Di sisi lain, Thaha menceritakan bagaimana Otsus yang saat ini diadopsi pemerintah Indonesia menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan di Papua. ”Berawal dari keyakinan kami yang kuat tentang masa depan tanah dan bangsa Papua, maka 1999 kami bergabung dalam tim 100 datang ke Istana bertemu Presiden BJ Habibie untuk mengatakan bahwa sudah cukup kami bersama Indonesia, sekarang kami akan berpisah dan kami mau merdeka,” tuturnya.
Setelah itu, pihaknya berturut-turut menyelenggarakan Mubes Papua pada 2000. ”Saya adalah pimpinan sidang mubes. Sesudah itu kami datang ke Jakarta dan lapor Presiden Abdurrahman Wahid (Gud Dur), malah beliau memberikan uang Rp1 miliar untuk kami gelar Kongres Rakyat Papua pada Mei-Juni di GOR Jayapura. Saya terpilih sebagai ketua pimpinan sidang kongres,” kata Thaha.
Kongres Rakyat Papua yang digelar pada Mei-Juni 2000 ini membentuk beberapa komisi. Salah satunya, Komisi Hak Papua. Kongres juga sepakat untuk melakukan akselerasi pembangunan hak-hak dasar rakyat Papua. Di dalam hak-hak dasar ini ada hak ekonomi, emansipasi sosial, budaya, pendidikan, dan kesehatan. ”Hasil dari Komisi Hak Papua inilah yang kemudian diadopsi oleh tim asistensi Otsus untuk kemudian dijabarkan dan menjadi UU Otonomi Khusus Papua,” paparnya.
”Otsus ini harus kita terima karena ini adalah jalan untuk sebuah perubahan ke depan, terutama untuk generasi muda,” ujar Sekjen Dewan Papua Thaha Alhamid dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu (4/11/2020). (Baca juga: Pendeta Albert Yoku: Gereja Harus Tetap Dukung Otsus Papua)
Papua tumbuh dari beragam suku karenanya, tidak boleh terjadi konflik kultural. Untuk itu, kata Thaha, kapasitas sumber daya manusia perlu dibangun supaya dengan Otsus semua orang Papua merasa aman. Apalagi, Otsus mengerjakan empat hal yang meliputi, pengembangan pendidikan, kesehatan, ekonomi rakyat, dan infrastruktur. ”Otsus di Papua tidak bermasalah. Kita paham bahwa Otsus adalah solusi politik bagi masyarakat Papua,” tegasnya. (Baca juga: Tokoh Agama dan Pemuda: Otsus Adalah Berkat untuk Papua, Lanjutkan dan Evaluasi)
Thaha menilai, masalah yang terjadi dalam penerapan Otsus di Papua adalah pengelolaan dan pelaksanaannya bukan Otsusnya. Menurut dia, selama ini masyarakat Papua tidak tahu betapa besar penggabungan dana Otsus dengan APBD namun tidak mengetahui bagaimana peruntukan dana Otsus tersebut. “Oleh karena itu, bukan Otsus yang perlu ditolak, namun marilah kita bicara bagaimana memperbaiki pengelolaan dan pelaksanaannya ke depan. Hemat saya, Otsus tidak boleh lagi dikelola pemerintah daerah sebagaimana yang sekarang ini terjadi,” ucapnya. (Baca juga: Sejumlah Tokoh Papua Ingin Otsus Papua Dilanjutkan)
Thaha menegaskan, masyarakat Papua membutuhkan kesejahteraan. Terbukti, rakyat di kampung-kampung masih memerlukan pengembangan ekonomi rakyat, akselerasi pembangunan, membutuhkan jalan, sekolah, rumah sakit yang baik untuk pelayanan kesehatan. Otsus adalah win-win solution antara masyarakat Papua dengan pemerintah, oleh karenanya Otsus tidak pernah berakhir. Tidak ada Otsus jilid I atau jilid II sebab Otsus adalah sebuah kesepakatan politik yang dibuat pada 2001 dan masih tetap berlaku efektif. ”Atas dasar itu, yang perlu kita perbaiki adalah bagaimana memperbaiki pengelolaan dan pelaksanaannya agar masyarakat Papua lebih sejahtera. Biarkan Otsus yang sekarang ini jalan terus. Kita benahi pelaksanaan Otsus ke depan,” ucapnya. (Baca juga: 9 Kepala Daerah di Papua Sepakat Otonomi Khusus Lanjut)
Menurut Thaha, pelaksanaan Otsus sudah berlangsung selama 20 tahun namun, suara Papua merdeka masih tetap nyaring di luar. Itu artinya ada masalah yang harus diselesaikan. Pembangunan adalah hak rakyat, oleh karena itu pemerintah dimanapun berkewajiban membangun rakyatnya. Di Papua, pemerintah Indonesia memakai pendekatan otonomi khusus. ”Ini sebuah berkat dan anugerah untuk kita kelola dengan baik agar masyarakat di kampung-kampung bisa cepat meraih yang namanya kesejahteraan. Mari kita evaluasi dan bicara penegakkan hukum. Bupati yang tidak mau tugas dan tinggal di kampung, malah pergi jalan-jalan, harus segera diperiksa. Jangan menjadi bupati seolah dia merasa jadi bupati untuk sukunya sendiri. Dia jadi bupati untuk semua orang yang ada di wilayah itu,” katanya.
Thaha juga mengajak kepada semua komunitas, seperti agama, gereja, mahasiswa, dan organisasi-organisasi masyarakat yang ada di Papua untuk memperkuat pengelolaan Otsus dengan benar dan tepat. ”Mari dukung perpanjangan Otsus demi masa depan Papua dan Papua Barat. Rakyat harus diberikan hak untuk hidup dan mengejar masa depannya. Mari kita sama-sama menjaga. Seorang kepala daerah juga harus memegang mandat untuk membangun stabilitas daerahnya,” ucapnya.
Tidak hanya itu, Thaha juga menyarankan agar generasi muda yang turun ke jalan bicara Papua merdeka untuk banyak belajar dan bertanya kepada orang-orang tua yang di masa lalu telah melakukan perjalanan panjang. ”Generasi muda musti cerdas dan jangan terprovokasi. Hal ini supaya kamu bisa cerdas, bisa pergi sekolah, masyarakat bisa tersentuh pembangunan kesehatan dan pendidikan,” ujarnya.
Di sisi lain, Thaha menceritakan bagaimana Otsus yang saat ini diadopsi pemerintah Indonesia menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan di Papua. ”Berawal dari keyakinan kami yang kuat tentang masa depan tanah dan bangsa Papua, maka 1999 kami bergabung dalam tim 100 datang ke Istana bertemu Presiden BJ Habibie untuk mengatakan bahwa sudah cukup kami bersama Indonesia, sekarang kami akan berpisah dan kami mau merdeka,” tuturnya.
Setelah itu, pihaknya berturut-turut menyelenggarakan Mubes Papua pada 2000. ”Saya adalah pimpinan sidang mubes. Sesudah itu kami datang ke Jakarta dan lapor Presiden Abdurrahman Wahid (Gud Dur), malah beliau memberikan uang Rp1 miliar untuk kami gelar Kongres Rakyat Papua pada Mei-Juni di GOR Jayapura. Saya terpilih sebagai ketua pimpinan sidang kongres,” kata Thaha.
Kongres Rakyat Papua yang digelar pada Mei-Juni 2000 ini membentuk beberapa komisi. Salah satunya, Komisi Hak Papua. Kongres juga sepakat untuk melakukan akselerasi pembangunan hak-hak dasar rakyat Papua. Di dalam hak-hak dasar ini ada hak ekonomi, emansipasi sosial, budaya, pendidikan, dan kesehatan. ”Hasil dari Komisi Hak Papua inilah yang kemudian diadopsi oleh tim asistensi Otsus untuk kemudian dijabarkan dan menjadi UU Otonomi Khusus Papua,” paparnya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda