BPOM Pastikan Kawal Mutu Vaksin Covid-19 Sebelum Beredar
Rabu, 04 November 2020 - 16:09 WIB
Saat ini, Indonesia telah mempunyai beberapa kandidat vaksin COVID-19 yang akan digunakan dalam mendukung program pemerintah. Dijelaskan Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekusor, dan Zat Adiktif Badan POM Togi J Hutadjulu, Badan POM sebagai bagian dari Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) memperhatikan arahan Presiden tentang perlunya kehati-hatian terkait rencana vaksinasi COVID-19 kepada masyarakat luas.
“Sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai lembaga pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan, Badan POM mengambil langkah-langkah strategis pengawalan penyediaan vaksin COVID-19 dengan tetap mengedepankan kepentingan kesehatan masyarakat,” ujar Togi.
Vaksin COVID-19 harus melalui tahap penelitian yang panjang sebelum dinyatakan siap dan aman diberikan kepada masyarakat. Badan POM memiliki standar dalam pemberian izin penggunaan vaksin, yaitu harus melalui proses uji klinik atau uji kepada manusia untuk pembuktian khasiat dan keamanannya. Mutu produk juga harus dijamin melalui evaluasi persyaratan mutu dan pemastian pembuatan vaksin sudah sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Setelah proses evaluasi tersebut dilalui dan vaksin dianggap memenuhi syarat dari aspek keamanan, khasiat, dan mutu, barulah Badan POM dapat memberikan perizinan penggunaan. Perizinan penggunaan tersebut dapat berupa Emergency Use Authorization (EUA) atau izin edar.
EUA sendiri merupakan suatu mekanisme registrasi khusus untuk obat dan vaksin pada kondisi darurat seperti pandemi COVID-19 saat ini, dengan mengacu pada pedoman yang sudah ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Berdasarkan ketentuan tersebut, industri farmasi yang diberikan EUA bertanggung jawab terhadap mutu vaksin, mulai dari bahan baku, pembuatan, pelulusan batch vaksin, hingga peredaran dan penggunaan pada pasien.
“Untuk mendapatkan izin edar yang lengkap, tentunya diperlukan data-data uji klinik yang lebih luas dan waktu yang lebih panjang. Pengambilan keputusan pemberian persetujuan penggunaan darurat ini harus dilakukan dengan pertimbangan kemanfaatan yang lebih tinggi daripada risikonya,” tegas Togi.
Tahap Uji Klinik
Berdasarkan data terakhir WHO per 19 Oktober 2020, terdapat 154 kandidat vaksin yang sedang pada tahap uji praklinik dan 44 kandidat vaksin COVID-19 yang sudah memasuki tahap uji klinik. Uji klinik adalah pengujian khasiat obat baru pada manusia, yang sebelumnya sudah diawali dengan uji praklinik atau pengujian pada binatang.
Di antara kandidat vaksin COVID-19 tersebut, yang sudah memasuki tahap uji klinik fase ketiga, antara lain yang dikembangkan oleh Sinopharm, Sinovac Biotech, AstraZeneca dan Universitas Oxford, Novavax, Moderna, Pfizer dan BioNTech, serta Gamaleya Research Institute. Uji klinik ini dilakukan untuk memastikan efektivitas, keamanan, dan gambaran efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat.
“Sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai lembaga pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan, Badan POM mengambil langkah-langkah strategis pengawalan penyediaan vaksin COVID-19 dengan tetap mengedepankan kepentingan kesehatan masyarakat,” ujar Togi.
Vaksin COVID-19 harus melalui tahap penelitian yang panjang sebelum dinyatakan siap dan aman diberikan kepada masyarakat. Badan POM memiliki standar dalam pemberian izin penggunaan vaksin, yaitu harus melalui proses uji klinik atau uji kepada manusia untuk pembuktian khasiat dan keamanannya. Mutu produk juga harus dijamin melalui evaluasi persyaratan mutu dan pemastian pembuatan vaksin sudah sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Setelah proses evaluasi tersebut dilalui dan vaksin dianggap memenuhi syarat dari aspek keamanan, khasiat, dan mutu, barulah Badan POM dapat memberikan perizinan penggunaan. Perizinan penggunaan tersebut dapat berupa Emergency Use Authorization (EUA) atau izin edar.
EUA sendiri merupakan suatu mekanisme registrasi khusus untuk obat dan vaksin pada kondisi darurat seperti pandemi COVID-19 saat ini, dengan mengacu pada pedoman yang sudah ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Berdasarkan ketentuan tersebut, industri farmasi yang diberikan EUA bertanggung jawab terhadap mutu vaksin, mulai dari bahan baku, pembuatan, pelulusan batch vaksin, hingga peredaran dan penggunaan pada pasien.
“Untuk mendapatkan izin edar yang lengkap, tentunya diperlukan data-data uji klinik yang lebih luas dan waktu yang lebih panjang. Pengambilan keputusan pemberian persetujuan penggunaan darurat ini harus dilakukan dengan pertimbangan kemanfaatan yang lebih tinggi daripada risikonya,” tegas Togi.
Tahap Uji Klinik
Berdasarkan data terakhir WHO per 19 Oktober 2020, terdapat 154 kandidat vaksin yang sedang pada tahap uji praklinik dan 44 kandidat vaksin COVID-19 yang sudah memasuki tahap uji klinik. Uji klinik adalah pengujian khasiat obat baru pada manusia, yang sebelumnya sudah diawali dengan uji praklinik atau pengujian pada binatang.
Di antara kandidat vaksin COVID-19 tersebut, yang sudah memasuki tahap uji klinik fase ketiga, antara lain yang dikembangkan oleh Sinopharm, Sinovac Biotech, AstraZeneca dan Universitas Oxford, Novavax, Moderna, Pfizer dan BioNTech, serta Gamaleya Research Institute. Uji klinik ini dilakukan untuk memastikan efektivitas, keamanan, dan gambaran efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat.
Lihat Juga :
tulis komentar anda