Perludem Prediksi Kampanye Tatap Muka Akan Meningkat
Selasa, 27 Oktober 2020 - 19:47 WIB
JAKARTA - Pola kampanye para pasangan calon (paslon) kepala daerah belum berubah dari situasi normal ke pandemi COVID-19 . Sebagian besar masih mengandalkan kampanye tatap muka.
Tentu itu mengkhawatirkan karena berpotensi terjadi penularan virus Sars Cov-II. Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan para paslon belum mindset-nya untuk mengurangi pertemuan tatap muka. (Baca juga: Bawaslu Sebut Kampanye Daring di Pilkada Makin Menurun)
“Tetapi belum diminati karena memang beberapa paslon mengungkapkan lebih efektif bertatap muka. Misalnya, pakai media daring ada kekhawatiran dibilang sombong, enggak dekat dengan masyarakat,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Senin (26/10/2020).
Para paslon juga diduga mempertimbangkan kesiapan infrastruktur, seperti jaringan internet dan kepemilikan gawai oleh masyarakat. Namun, untuk wilayah perkotaan yang tengah menghelat pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 seharusnya bisa karena memiliki infrastruktur yang lebih baik.
Dari masa kampanye 71 hari, berdasarkan temuan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sudah ada 500 lebih pelanggaran kampanye tatap muka selama 20 hari pertama. Ninis, sapaan akrabnya, menerangkan permasalahan ini bukan ada pada kurangnya sosialisasi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Namun, secara regulasi kampanye tatap muka masih diperbolehkan. Hanya saja, jumlah pesertanya dibatasi menjadi tidak lebih dari 50 orang. “Seharusnya sudah ada pemahaman umum tanpa harus disosialisasikan secara masif sudah disadari. Sekarang harus beralih ke media daring,” tegasnya.
Perludem memprediksi justru kampanye tatap muka akan meningkat sebelum memasuki masa tenang. Para paslon akan semakin agresif untuk memperkenalkan diri dan menyampaikan visi dan misinya kepada masyarakat. (Baca juga: 100 Ribu Lebih DPT Pilkada, DPR Ingatkan Potensi Penyalahgunaan)
Mereka memanfaatkan celah sanksi yang tidak tegas. Sanksi kepada para paslon yang melanggar hanya teguran, pembubaran, dan tidak boleh menggunakan masa kampanye yang sama selama tiga hari.
Tentu itu mengkhawatirkan karena berpotensi terjadi penularan virus Sars Cov-II. Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan para paslon belum mindset-nya untuk mengurangi pertemuan tatap muka. (Baca juga: Bawaslu Sebut Kampanye Daring di Pilkada Makin Menurun)
“Tetapi belum diminati karena memang beberapa paslon mengungkapkan lebih efektif bertatap muka. Misalnya, pakai media daring ada kekhawatiran dibilang sombong, enggak dekat dengan masyarakat,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Senin (26/10/2020).
Para paslon juga diduga mempertimbangkan kesiapan infrastruktur, seperti jaringan internet dan kepemilikan gawai oleh masyarakat. Namun, untuk wilayah perkotaan yang tengah menghelat pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 seharusnya bisa karena memiliki infrastruktur yang lebih baik.
Dari masa kampanye 71 hari, berdasarkan temuan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sudah ada 500 lebih pelanggaran kampanye tatap muka selama 20 hari pertama. Ninis, sapaan akrabnya, menerangkan permasalahan ini bukan ada pada kurangnya sosialisasi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Namun, secara regulasi kampanye tatap muka masih diperbolehkan. Hanya saja, jumlah pesertanya dibatasi menjadi tidak lebih dari 50 orang. “Seharusnya sudah ada pemahaman umum tanpa harus disosialisasikan secara masif sudah disadari. Sekarang harus beralih ke media daring,” tegasnya.
Perludem memprediksi justru kampanye tatap muka akan meningkat sebelum memasuki masa tenang. Para paslon akan semakin agresif untuk memperkenalkan diri dan menyampaikan visi dan misinya kepada masyarakat. (Baca juga: 100 Ribu Lebih DPT Pilkada, DPR Ingatkan Potensi Penyalahgunaan)
Mereka memanfaatkan celah sanksi yang tidak tegas. Sanksi kepada para paslon yang melanggar hanya teguran, pembubaran, dan tidak boleh menggunakan masa kampanye yang sama selama tiga hari.
(kri)
tulis komentar anda