Demokrasi Menurun, Praktik UU ITE Dituding Biang Keroknya

Senin, 26 Oktober 2020 - 15:32 WIB
Penerapan UU ITE yang dinilai hanya berlaku bagi yang kritis terhadap pemerintah menjadi penyebab turunnya persepsi masyarakat terhadap kualitas demokrasi Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Foto/istimewa
JAKARTA - Kualitas demokrasi di Indonesia yang mulai menurun menjadi fenomena yang tak dapat dihindari. Direktur Eksekutif Voxpol Centre Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai kondisi tersebut makin kentara di era pemerintahan sekarang.

”Demokrasi nampak dialmarhumkan di era Presiden Jokowi. Bahwa kita adalah negara demokratis tidak memenuhi syarat lagi. Semakin sulitnya mengkritik pemerintah,” tutur Pangi kepada SINDOnews, Senin (26/10/2020).

Hasil survei nasional yang dirilis Indikator Politik Indonesia (IPI) pada Minggu 25 Oktober mengungkapkan bahwa 36% responden menilai pemerintahan Jokowi kurang demokratis. Kemudian, sekitar 79,6% setuju bahwa publik semakin takut menyatakan pendapat dan 73,8% mengaku sulit melakukan demonstrasi.

(Baca: Kekecewaan Milenial terhadap Demokrasi adalah Senjakala Parpol)



Pangi menduga pangkal persoalan itu tampak dari penyalahgunaan Undang-Undang Nomor 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang kini digunakan untuk menjerat kebebasan demokrasi. Tak tanggung-tanggung, upaya kriminalisasi aparat penegak hukum pun semakin terlihat terhadap orang yang menggunakan haknya berpendapat.

“Saya melihat UU ITE menjadi biang keroknya, sumber masalah. Semua tokoh oposisi dan aktifis yang kritis termasuk ulama disangkakan pasal karet UU ITE,” keluhnya.

UU ITE, lanjut Pangi, telah rawan disalahgunakan oleh penguasa untuk membungkam lawan-lawan politik yang lantang dan keras mengkritik pemerintah. Ia meyakini para tokoh oposisi dan aktifis yang kritis pada akhirnya akan menunggu giliran disangkakan aturan tersebut.

(Baca: Jokowi Dinilai Kurang Demokratis, Demokrat Singgung Penyalahgunaan UU ITE)

Lebih lanjut, ia pun membandingkan pemerintahan sekarang dengan masa era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dinilainya lebih demokratis. Menurut Pangi, ketika itu UU ITE belum disalahgunakan sehingga belum banyak yang kena dampak pasal ‘karet’.

“Pemimpin militer lebih demokratis ketimbang pemimpin latar belakang sipil. Seperti itu faktanya sekarang. Ada kecenderungan negara demokratis terjadi gelombang balik otoritarian,” jelasnya.

Lantaran itu ia menyarankan tidak ada pilihan selain pemerintah harus segera merevisi revisi UU ITE yang sudah terbukti ada potensi abuse of power. Sebab, UU ITE seakan berlaku bagi yang kritis terhadap pemerintah, sedangkan aturan itu tidak dipakai untuk yang berada pada posisi pro pemerintah.
(muh)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More