Sebut Demokrasi Dibajak Pakai Covid-19, Jimly: Ada Gejala Diktator Konstitusional
Minggu, 25 Oktober 2020 - 18:29 WIB
JAKARTA - Guru Besar Hukum Tata Negara yang juga anggota DPD RI, Jimly Asshiddiqie mengatakan adanya pandemi covid ini dengan sendiri akan melahirkan diktator konstitusional.
“Jadi gejala Covid-19 ini menciptakan dengan sendiri gejala diktator konstitusional. Dia konstitusional tapi juga diktator,” katanya dalam Webminar Evaluasi Bidang Hukum dan Demokrasi yang digelar LP3ES, Minggu (25/10/2020).
Dia pun sempat menyinggung pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin membajak momentum covid-19. Menurutnya pembajakan benar-benar terjadi dengan dibuatnya beberapa kebijakan yang tidak mempertimbangkan pendapat masyarakat.
“Lalu dengan istilah Pak Jokowi waktu pidato di MPR atau DPR, covid-19 harus dibajak. Krisis covid ini dibajak. Dibajak beneran. Dimanfaatkan kekuasaan untuk membuat public policy tanpa mendengar pendapat warga,” ungkapnya.
(Baca: Jimly Asshiddiqie: Demokrasi Global Mundur, Indonesia Mengikuti)
Jimly menyebut kebijakan saat ini seringkali dibuat secara prosedural. Di mana yang penting terpenuhi dukungan di parlemen. Kebijakan-kebijakan tersebut tergambar saat pembuatan UU Minerba, KPK, MK, Covid-19 dan Cipta Kerja.
“Yang penting formalisme di parlemen sudah dipenuhi, ketok palu. Nah jadi sudah ada 5 UU dilakukan dengan cara demikian. Pokoknya ketok palu,” ungkapnya.
Padahal dalam negara hukum salah satu prinsipnya adalah due process of law atau proses hukum. Dalam hal ini mencakup penegakan hukum dan juga proses pembentukan hukum.
“Jadi saya rasa saudara-saudara sekalian ada penurunan pasti ya kualitas dan integritas demokrasi kita, kualitas dan integritas negara hukum kita. Maka lihatlah bagaimana bukan hanya dalam law making tapi juga law enforcement. Dalam menegakan hukum sangat terasa tinggal disusun saja indeksnya. Ini penurunan luar biasa,” katanya.
“Jadi gejala Covid-19 ini menciptakan dengan sendiri gejala diktator konstitusional. Dia konstitusional tapi juga diktator,” katanya dalam Webminar Evaluasi Bidang Hukum dan Demokrasi yang digelar LP3ES, Minggu (25/10/2020).
Dia pun sempat menyinggung pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin membajak momentum covid-19. Menurutnya pembajakan benar-benar terjadi dengan dibuatnya beberapa kebijakan yang tidak mempertimbangkan pendapat masyarakat.
“Lalu dengan istilah Pak Jokowi waktu pidato di MPR atau DPR, covid-19 harus dibajak. Krisis covid ini dibajak. Dibajak beneran. Dimanfaatkan kekuasaan untuk membuat public policy tanpa mendengar pendapat warga,” ungkapnya.
(Baca: Jimly Asshiddiqie: Demokrasi Global Mundur, Indonesia Mengikuti)
Jimly menyebut kebijakan saat ini seringkali dibuat secara prosedural. Di mana yang penting terpenuhi dukungan di parlemen. Kebijakan-kebijakan tersebut tergambar saat pembuatan UU Minerba, KPK, MK, Covid-19 dan Cipta Kerja.
“Yang penting formalisme di parlemen sudah dipenuhi, ketok palu. Nah jadi sudah ada 5 UU dilakukan dengan cara demikian. Pokoknya ketok palu,” ungkapnya.
Padahal dalam negara hukum salah satu prinsipnya adalah due process of law atau proses hukum. Dalam hal ini mencakup penegakan hukum dan juga proses pembentukan hukum.
“Jadi saya rasa saudara-saudara sekalian ada penurunan pasti ya kualitas dan integritas demokrasi kita, kualitas dan integritas negara hukum kita. Maka lihatlah bagaimana bukan hanya dalam law making tapi juga law enforcement. Dalam menegakan hukum sangat terasa tinggal disusun saja indeksnya. Ini penurunan luar biasa,” katanya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda