Tak Ada Beda, Surat Edaran Gugus Tugas Justru Saling Menguatkan Larangan Mudik

Kamis, 07 Mei 2020 - 21:15 WIB
Surat Edaran (SE) Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 memicu respons dari berbagai pihak. Foto/Ilustrasi/SINDOphoto
JAKARTA - Surat Edaran (SE) Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 memicu respons dari berbagai pihak.

“Sesungguhnya tidak ada hal yang baru dengan dikeluarkan edaran itu. Selama ini juga sudah berjalan pengecualian untuk kepentingan tertentu. Mudik memang tetap dilarang,” ujar Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno kepada SINDOnews, Kamis (7/5/2020).

Surat edaran itu, tutur Djoko, justru saling menguatkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Midik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19.



Dosen Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata itu mencatat ada tiga kelompok pengecualian yang diberikan lewat edaran tersebut. Pertama, pada lembaga pemerintah atau swasta yang melakukan perjalanan untuk enam jenis pelayanan, yaitu pelayanan percepatan penanganan COVID-19, pertahanan, kemanan, dan ketertiban umum. Berikutnya yaitu pelayanan kesehatan, kebutuhan dasar, pendukung layanan dasar, dan fungsi ekonomi penting.

Pengecualian selanjutnya yakni pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan darurat atau perjalanan orang yang anggota keluarga intinya mengalami sakit keras atau meninggal dunia.

Terakhir, pengecualian bagi repratiasi pekerja migran (PMI), WNI dan pelajar/mahasiswa yang berada di luar negeri, serta pemulangan orang dengan alasan khusus oleh pemerintah sampai daerah asal. Asalkan memenuhi ketentuan yang berlaku.

Dalam kaitan itu, Djoko berpendapat agar pemerintah juga membentuk Deputi Transportasi Satgas Percepatan Penanganan COVID-19. Menurut dia, adanya deputi transportasi tidak hanya mengurus boleh tidaknya mudik.

“Karena persoalan transportasi makin bertambah dan perlu penanganan secara komprehensif, lintas kementerian dan lembaga,” imbuhnya.

Hal ini didasari dari usulan semua pemda di Jabodebatek untuk menutup operasional KRL Jabodetabek. Apalagi, ada beberapa kasus ditemukannya penumpang KRL yang terkonfirmasi positif mengidap COVID-19.

Selain itu, masih banyaknya layanan kesehatan di transportasi perairan di luar Jawa yang belum tertangani dengan baik seusai protokol kesehatan. Kondisi itu lantaran keterbatasanya sarana, sumber daya manusia dan anggaran.

“Contohnya, angkutan sungai di Kaltim, penyeberangan di Kaltara, hampir sama kasusnya. Hal yang sama juga berlaku di wilayah perairan yang lain di wiyah Indonesia. Jangan hanya terpusat di Jawa dan wilayaha Jabodetabek,” pinta dia.
(kri)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More