DPR: Rencana Pembelian Jet Tempur F-35 Masih Jauh Prosesnya
Jum'at, 23 Oktober 2020 - 09:03 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Willy Aditya mengatakan bahwa rencana pemerintah membeli pesawat jet tempur generasi kelima, F-35 masih cukup jauh prosesnya. Diketahui, rencana pembelian pesawat F-35 masuk daftar kunjungan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto ke Amerika Serikat .
"Saya kira rencana pembelian F-35 itu masih cukup jauh prosesnya. Karena hal ini masih berupa daftar harapan (wishlist) yang biasa dibuat oleh pejabat negara dalam kunjungan resminya ke negara lain. Jadi masih jauh prosesnya," ujar Willy Aditya kepada SINDOnews, Jumat (23/10/2020).
Politikus Partai Nasdem ini mengatakan, Kementerian Pertahanan akan membicarakannya dengan Komisi I DPR RI jika memang rencana pembelian pesawat F-35 itu sudah benar-benar akan dijalankan. "Wishlist Menhan Prabowo untuk membeli pesawat tempur F-35 saat kunjungan ke Amerika harus kita lihat sebagai strategi untuk menghindarkan diri dari ketergantungan alutsista kepada satu negara atau produsen tertentu," tuturnya. ( )
Dengan demikian, kata dia, bisa dilihat secara utuh apa yang sedang dilakukan Menhan Prabowo Subianto dalam kunjungan ke Amerika, Austria, dan negara lainnya terkait negosiasi alat utama sistem persenjataan (alutsista). "Seperti kita tahu, AS juga memiliki klausul perikatan perdagangan yang dilengkapi sanksi jika kita membeli pesawat tempur dari Rusia atau negara lainnya. Hal ini tentu bukan model hubungan bilateral yang produktif dan saling menghargai kedaulatan masing-masing negara," ujarnya.
Maka itu, dia menilai wajar jika Prabowo dalam setiap kunjungan kenegaraannya ke negara produsen pesawat tempur canggih akan melakukan pembicaraan terkait rencana pembelian pesawat tempur. "Sebagai anggota komisi I DPR saya selalu ingatkan agar setiap pembelian alutsista berteknologi canggih harus disertai dengan klausul kewajiban untuk alih teknologi, pembangunan SDM dan asistensi industri pertahanan dalam negeri. Hal ini mutlak harus diberlakukan dalam setiap kerjasama pembelian alutsista dengan negara lain," katanya.
Legislator asal daerah pemilihan Jawa Timur XI ini menilai ada hal yang lebih esensial dalam rangkaian rencana pembelian pesawat tempur oleh Menhan Prabowo Subianto di beberapa negara, yaitu berkaitan dengan strategi pertahanan nasional. Menurut dia, publik justru butuh tahu apakah strategi pertahanan Indonesia sedang bergeser menuju defensif aktif dengan mengedepankan hard power (peralatan dan perlengkapan perang) dan meninggalkan softpower (diplomasi, pembangunan SDM, dan lainnya). ( )
"Jika menilik minimum essential forces (MEF) dalam alutsista, kita memang membutuhkan banyak alutsista yang masih belum tersedia. Namun hal ini juga perlu diimbangi dengan pembangunan industri pertahanan dalam negeri yang menjauhkan kita dari ketergantungan alutsista," katanya.
"Saya kira rencana pembelian F-35 itu masih cukup jauh prosesnya. Karena hal ini masih berupa daftar harapan (wishlist) yang biasa dibuat oleh pejabat negara dalam kunjungan resminya ke negara lain. Jadi masih jauh prosesnya," ujar Willy Aditya kepada SINDOnews, Jumat (23/10/2020).
Politikus Partai Nasdem ini mengatakan, Kementerian Pertahanan akan membicarakannya dengan Komisi I DPR RI jika memang rencana pembelian pesawat F-35 itu sudah benar-benar akan dijalankan. "Wishlist Menhan Prabowo untuk membeli pesawat tempur F-35 saat kunjungan ke Amerika harus kita lihat sebagai strategi untuk menghindarkan diri dari ketergantungan alutsista kepada satu negara atau produsen tertentu," tuturnya. ( )
Dengan demikian, kata dia, bisa dilihat secara utuh apa yang sedang dilakukan Menhan Prabowo Subianto dalam kunjungan ke Amerika, Austria, dan negara lainnya terkait negosiasi alat utama sistem persenjataan (alutsista). "Seperti kita tahu, AS juga memiliki klausul perikatan perdagangan yang dilengkapi sanksi jika kita membeli pesawat tempur dari Rusia atau negara lainnya. Hal ini tentu bukan model hubungan bilateral yang produktif dan saling menghargai kedaulatan masing-masing negara," ujarnya.
Maka itu, dia menilai wajar jika Prabowo dalam setiap kunjungan kenegaraannya ke negara produsen pesawat tempur canggih akan melakukan pembicaraan terkait rencana pembelian pesawat tempur. "Sebagai anggota komisi I DPR saya selalu ingatkan agar setiap pembelian alutsista berteknologi canggih harus disertai dengan klausul kewajiban untuk alih teknologi, pembangunan SDM dan asistensi industri pertahanan dalam negeri. Hal ini mutlak harus diberlakukan dalam setiap kerjasama pembelian alutsista dengan negara lain," katanya.
Legislator asal daerah pemilihan Jawa Timur XI ini menilai ada hal yang lebih esensial dalam rangkaian rencana pembelian pesawat tempur oleh Menhan Prabowo Subianto di beberapa negara, yaitu berkaitan dengan strategi pertahanan nasional. Menurut dia, publik justru butuh tahu apakah strategi pertahanan Indonesia sedang bergeser menuju defensif aktif dengan mengedepankan hard power (peralatan dan perlengkapan perang) dan meninggalkan softpower (diplomasi, pembangunan SDM, dan lainnya). ( )
"Jika menilik minimum essential forces (MEF) dalam alutsista, kita memang membutuhkan banyak alutsista yang masih belum tersedia. Namun hal ini juga perlu diimbangi dengan pembangunan industri pertahanan dalam negeri yang menjauhkan kita dari ketergantungan alutsista," katanya.
(abd)
tulis komentar anda