RI Ingin Beli Jet Tempur F-35, Pengamat Ingatkan UU Industri Pertahanan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rencana pembelian pesawat jet tempur generasi kelima, F-35 masuk daftar kunjungan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ke Amerika Serikat.
Terkait hal tersebut, pengamat militer dari Universitas Paramadina, Anton Aliabbas mengingatkan pembelian F-35 harus merujuk pada Undang-undang (UU) Industri Pertahanan.
"Pasal 43 UU 16/2012 jelas mensyaratkan apabila kita membeli alutsista, wajib disertai dengan program imbal dagang, transfer teknologi, kandungan lokal, offset dan jaminan tidak adanya embargo. Hal ini penting, mengingat kita pernah punya pengalaman diembargo Amerika Serikat," tutur Anton Aliabbas kepada SINDOnews, Senin 19 Oktober 2020.
( )
Dia berpendapat, kunjungan Prabowo Subianto ke Amerika Serikat itu memang tidak lepas dari dinamika hubungan Indonesia dengan rival negeri Paman Sam itu, yakni China dan Rusia.
"Apalagi, implementasi rencana pembelian Sukhoi dari Rusia juga terkendala dengan adanya kemungkinan penerapan CAATSA oleh Amerika Serikat," ungkapnya.
Sekadar informasi, Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) adalah Undang-Undang yang digunakan Amerika Serikat untuk menjatuhkan sanksi kepada negara yang menjalin kerja sama pertahanan dengan Rusia.( )
Anton melanjutkan, F-35 merupakan pesawat tempur canggih generasi kelima yang juga akan dimiliki oleh negara tetangga, Singapura. "Kepemilikan pesawat ini tentu dapat membawa efek gentar," tuturnya.
Walaupun, lanjut dia, konsekuensinya adalah harga unit dan biaya perawatan yang mahal. "Karena itu, mengingat anggaran kita yang terbatas dan kebutuhan jumlah pesawat tempur pengganti cukup tinggi, ide pembelian F-35 membutuhkan perencanaan serta skema yang matang," ujarnya.
Dia menambahkan, jangan sampai Indonesia mampu membeli unitnya saja, namun persenjataannya dicicil dalam pengadaan berikutnya. "Selain itu, kita tentu tidak berharap bahwa ketika kita sudah membeli pesawat F-35 namun tidak mampu memelihara dengan baik,"tuturnya.
Terkait hal tersebut, pengamat militer dari Universitas Paramadina, Anton Aliabbas mengingatkan pembelian F-35 harus merujuk pada Undang-undang (UU) Industri Pertahanan.
"Pasal 43 UU 16/2012 jelas mensyaratkan apabila kita membeli alutsista, wajib disertai dengan program imbal dagang, transfer teknologi, kandungan lokal, offset dan jaminan tidak adanya embargo. Hal ini penting, mengingat kita pernah punya pengalaman diembargo Amerika Serikat," tutur Anton Aliabbas kepada SINDOnews, Senin 19 Oktober 2020.
( )
Dia berpendapat, kunjungan Prabowo Subianto ke Amerika Serikat itu memang tidak lepas dari dinamika hubungan Indonesia dengan rival negeri Paman Sam itu, yakni China dan Rusia.
"Apalagi, implementasi rencana pembelian Sukhoi dari Rusia juga terkendala dengan adanya kemungkinan penerapan CAATSA oleh Amerika Serikat," ungkapnya.
Sekadar informasi, Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) adalah Undang-Undang yang digunakan Amerika Serikat untuk menjatuhkan sanksi kepada negara yang menjalin kerja sama pertahanan dengan Rusia.( )
Anton melanjutkan, F-35 merupakan pesawat tempur canggih generasi kelima yang juga akan dimiliki oleh negara tetangga, Singapura. "Kepemilikan pesawat ini tentu dapat membawa efek gentar," tuturnya.
Walaupun, lanjut dia, konsekuensinya adalah harga unit dan biaya perawatan yang mahal. "Karena itu, mengingat anggaran kita yang terbatas dan kebutuhan jumlah pesawat tempur pengganti cukup tinggi, ide pembelian F-35 membutuhkan perencanaan serta skema yang matang," ujarnya.
Dia menambahkan, jangan sampai Indonesia mampu membeli unitnya saja, namun persenjataannya dicicil dalam pengadaan berikutnya. "Selain itu, kita tentu tidak berharap bahwa ketika kita sudah membeli pesawat F-35 namun tidak mampu memelihara dengan baik,"tuturnya.
(dam)