Pakar Epidemiologi Sebut Puncak Covid di Indonesia Belum Bisa Dipastikan
Kamis, 07 Mei 2020 - 16:20 WIB
JAKARTA - Dalam sepekan terakhir terjadi penurunan kasus Corona di daerah episentrum yakni, DKI Jakarta dan Jawa Barat (Jabar). Keadaan ini belum bisa dianggap sebagai perlambatan penyebaran Sars Cov-II. (Baca juga: Jokowi Ingatkan Jangan Sampai Muncul Gelombang Kedua Covid-19)
Pakar Epidemiologi Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan penurunan atau peningkatan kasus Corona di Indonesia belum dipastikan benar-benar terjadi. Alasannya, karena kemampuan diagnosis atau tes Polymerase Chain Reaction (PCR) pada orang yang diduga terpapar masih terbatas. ”Seluruh pemeriksaannya belum mencapai 10.000 sehari, maka belum bisa memastikan semua hasil dari lab,” ujarnya kepada SINDOnews, Kamis (7/6/2020).
Status DKI Jakarta dalam penyebaran Sars Cov-II belum dinyatakan menurun. Tri Yunis kondisi Ibu Kota masih sangat riskan karena Corona sudah masuk ke permukiman padat penduduk. “Daerah kumuh memungkin penularan lebih banyak. Dinas kesehatan harus memblok daerah-daerah kumuh yang terjadi wabah Corona,” terang dosen Universitas Indonesia (UI) itu. (Baca juga: Keluarkan Aturan Tegas, Ketua Gugus Tugas Corona: Mudik Dilarang, Titik!)
Kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta dari 2-4 Mei berada di bawah 100 orang per hari, yakni 80, 67, dan 79. Dua hari terakhir fluktuatif 148 pada 5 Mei dan 83 pada 6 Mei lalu. Sedangkan di Jabar, naik turun pada 2-4 Mei, yakni 31, 10, dan 193 orang positif. Dua hari terakhir kembali menurun, yakni 48 dan 20 orang positif.
Total jumlah orang yang positif 12.349. Kenaikan angka positif berkisar 300-482 orang per hari. Ada ancaman serius dari orang dalam pemantauan (ODP) yang berjumlah 240.726 dan pasien dalam pengawasan (PDP) 26.932.
Dengan angka positif yang menembus 12.000 orang, menurut Tri Yunis, harusnya kapasitas tes PCR sudah 15.000 per hari. “Kalau kasusnya semakin bertambah banyak, kemampunya harus ditambah lagi. Sekarang masih 34 lab yang berfungsi. Itu belum optimal. Mau ditambah lagi menjadi 76 lab,” ucapnya.
Pakar Epidemiologi Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan penurunan atau peningkatan kasus Corona di Indonesia belum dipastikan benar-benar terjadi. Alasannya, karena kemampuan diagnosis atau tes Polymerase Chain Reaction (PCR) pada orang yang diduga terpapar masih terbatas. ”Seluruh pemeriksaannya belum mencapai 10.000 sehari, maka belum bisa memastikan semua hasil dari lab,” ujarnya kepada SINDOnews, Kamis (7/6/2020).
Status DKI Jakarta dalam penyebaran Sars Cov-II belum dinyatakan menurun. Tri Yunis kondisi Ibu Kota masih sangat riskan karena Corona sudah masuk ke permukiman padat penduduk. “Daerah kumuh memungkin penularan lebih banyak. Dinas kesehatan harus memblok daerah-daerah kumuh yang terjadi wabah Corona,” terang dosen Universitas Indonesia (UI) itu. (Baca juga: Keluarkan Aturan Tegas, Ketua Gugus Tugas Corona: Mudik Dilarang, Titik!)
Kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta dari 2-4 Mei berada di bawah 100 orang per hari, yakni 80, 67, dan 79. Dua hari terakhir fluktuatif 148 pada 5 Mei dan 83 pada 6 Mei lalu. Sedangkan di Jabar, naik turun pada 2-4 Mei, yakni 31, 10, dan 193 orang positif. Dua hari terakhir kembali menurun, yakni 48 dan 20 orang positif.
Total jumlah orang yang positif 12.349. Kenaikan angka positif berkisar 300-482 orang per hari. Ada ancaman serius dari orang dalam pemantauan (ODP) yang berjumlah 240.726 dan pasien dalam pengawasan (PDP) 26.932.
Dengan angka positif yang menembus 12.000 orang, menurut Tri Yunis, harusnya kapasitas tes PCR sudah 15.000 per hari. “Kalau kasusnya semakin bertambah banyak, kemampunya harus ditambah lagi. Sekarang masih 34 lab yang berfungsi. Itu belum optimal. Mau ditambah lagi menjadi 76 lab,” ucapnya.
(cip)
tulis komentar anda