MUI Tak Perlu Keluarkan Fatwa Soal Masa Jabatan Presiden
Selasa, 20 Oktober 2020 - 07:37 WIB
JAKARTA - Wacana masa jabatan presiden di Indonesia kembali mengisi ruang diskusi publik. Hal ini setelah Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hasanuddin AF menyatakan akan mengusulkan masa jabatan presiden ditambah menjadi 7-8 tahun, sesudahnya tak bisa dipilih lagi.
Usulan ini rencananya dibawa dan dibahas bersama dalam Musyawarah Nasional (Munas) MUI pada 25-28 November 2020. Analis Politik asal UIN Jakarta Adi Prayitno mengingatkan agar lembaga keagamaan seperti MUI tak perlu berfatwa soal masa masa jabatan presiden. "Baiknya MUI urus soal agama saja, tak perlu ikutan berfatwa soal masa jabatan presiden," ujar Adi saat dihubungi SINDOnews, Selasa (20/10/2020).
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu menyarankan, biarlah urusan politik dan idealnya masa jabatan presiden menjadi urusan partai politik dan lembaga yang berwenang lainnya. Ia khawatir, fatwa itu kontraproduktif dengan sistem demokrasi yang sudah diperjuangkan sejak Reformasi 98.
(Baca Juga: Perlukah Mengubah Masa Jabatan Presiden?).
"Toh, masa jabatan presiden baik-baik saja. Masih ideal untuk sebuah negara yang baru terkonsolidasi," kata Adi.
Tahun lalu, isu terkait masa jabatan presiden, dalam hal ini presiden tiga periode, juga muncul. Isu itu pun ditanggapi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia menolak wacana mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
"Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu satu, ingin menampar muka saya. Kedua, ingin cari muka. Padahal saya sudah punya muka. Ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi di Istana Merdeka, Senin (2/12/2019). (Baca Juga: Jokowi: Ada yang Ingin Cari Muka dan Jerumuskan Saya).
Usulan ini rencananya dibawa dan dibahas bersama dalam Musyawarah Nasional (Munas) MUI pada 25-28 November 2020. Analis Politik asal UIN Jakarta Adi Prayitno mengingatkan agar lembaga keagamaan seperti MUI tak perlu berfatwa soal masa masa jabatan presiden. "Baiknya MUI urus soal agama saja, tak perlu ikutan berfatwa soal masa jabatan presiden," ujar Adi saat dihubungi SINDOnews, Selasa (20/10/2020).
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu menyarankan, biarlah urusan politik dan idealnya masa jabatan presiden menjadi urusan partai politik dan lembaga yang berwenang lainnya. Ia khawatir, fatwa itu kontraproduktif dengan sistem demokrasi yang sudah diperjuangkan sejak Reformasi 98.
(Baca Juga: Perlukah Mengubah Masa Jabatan Presiden?).
"Toh, masa jabatan presiden baik-baik saja. Masih ideal untuk sebuah negara yang baru terkonsolidasi," kata Adi.
Tahun lalu, isu terkait masa jabatan presiden, dalam hal ini presiden tiga periode, juga muncul. Isu itu pun ditanggapi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia menolak wacana mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
"Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu satu, ingin menampar muka saya. Kedua, ingin cari muka. Padahal saya sudah punya muka. Ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi di Istana Merdeka, Senin (2/12/2019). (Baca Juga: Jokowi: Ada yang Ingin Cari Muka dan Jerumuskan Saya).
(zik)
tulis komentar anda