PKS Ingatkan Jangan Gonta-ganti Substansi UU Ciptaker
Selasa, 20 Oktober 2020 - 06:50 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Mulyanto meminta DPR dan pemerintah tidak gonta-ganti dokumen Omnibus Law Undang-undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) untuk menghindari salah persepsi dan saling tuding menyebar berita bohong.
Setelah disahkan oleh DPR, kata dia, draf UU Cipta Kerja tidak boleh diubah apalagi diganti dengan dokumen berbagai versi dan ketebalan.
Mulyanto mengingatkan berdasarkan Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Pasal 163 huruf c dan huruf e diatur ketentuan bahwa pada saat pengambilan keputusan tingkat I, dilakukan pembacaan serta penandatanganan naskah RUU.
Artinya, dokumen rancangan RUU pada titik proses ini sudah ada dan siap untuk dibacakan dan ditandatangani setiap fraksi. Bahkan, lazimnya ditandatangani pada setiap halaman naskah.
Berdasarkan ketentuan itu, kata dia, secara implisit dapat dipahami bahwa sejak diambil keputusan tingkat I, melalui pembacaan dan penandatanganan naskah RUU, maka sejak itu tidak ada lagi perubahan pada naskah RUU tersebut.
"Begitu yang saya pahami, sehingga tidak boleh lagi ada perubahan redaksional apalagi substansial terdahadap RUU yang sudah disahkan melalui pembacaan dan penandatanganan naskah RUU tersebut," kata Mulyanto dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Senin 19 Oktober 2020.
Bahkan terakhir, Sekretariat Negara mengusulkan perbaikan draf RUU Cipta Kerja sebanyak 158 item dalam dokumen setebal 88 halaman berdasarkan recall tanggal 16 Oktober 2020.
"Bukan hanya terjadi gonta-ganti dokumen sebanyak empat kali sejak disahkan sampai dengan penyerahan dokumen resmi kepada Presiden di tingkat DPR, tetapi juga terjadi koreksi di tingkat Pemerintah berdasarkan recall tanggal 16 Oktober 2020," ujarnya.
Menurut dia, publik berhak mengetahui hal tersebut. "Agar diperoleh kepastian, bahwa memang benar dokumen resmi 812 halaman yang berifat final tersebut sudah sesuai dengan hasil akhir Panja Cipta Kerja. Tidak ada penambahan atau pengurangan pasal atau ayat dalam dokumen final tersebut," tambah Mulyanto.
Setelah disahkan oleh DPR, kata dia, draf UU Cipta Kerja tidak boleh diubah apalagi diganti dengan dokumen berbagai versi dan ketebalan.
Mulyanto mengingatkan berdasarkan Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Pasal 163 huruf c dan huruf e diatur ketentuan bahwa pada saat pengambilan keputusan tingkat I, dilakukan pembacaan serta penandatanganan naskah RUU.
Artinya, dokumen rancangan RUU pada titik proses ini sudah ada dan siap untuk dibacakan dan ditandatangani setiap fraksi. Bahkan, lazimnya ditandatangani pada setiap halaman naskah.
Berdasarkan ketentuan itu, kata dia, secara implisit dapat dipahami bahwa sejak diambil keputusan tingkat I, melalui pembacaan dan penandatanganan naskah RUU, maka sejak itu tidak ada lagi perubahan pada naskah RUU tersebut.
"Begitu yang saya pahami, sehingga tidak boleh lagi ada perubahan redaksional apalagi substansial terdahadap RUU yang sudah disahkan melalui pembacaan dan penandatanganan naskah RUU tersebut," kata Mulyanto dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Senin 19 Oktober 2020.
Bahkan terakhir, Sekretariat Negara mengusulkan perbaikan draf RUU Cipta Kerja sebanyak 158 item dalam dokumen setebal 88 halaman berdasarkan recall tanggal 16 Oktober 2020.
"Bukan hanya terjadi gonta-ganti dokumen sebanyak empat kali sejak disahkan sampai dengan penyerahan dokumen resmi kepada Presiden di tingkat DPR, tetapi juga terjadi koreksi di tingkat Pemerintah berdasarkan recall tanggal 16 Oktober 2020," ujarnya.
Menurut dia, publik berhak mengetahui hal tersebut. "Agar diperoleh kepastian, bahwa memang benar dokumen resmi 812 halaman yang berifat final tersebut sudah sesuai dengan hasil akhir Panja Cipta Kerja. Tidak ada penambahan atau pengurangan pasal atau ayat dalam dokumen final tersebut," tambah Mulyanto.
tulis komentar anda