Lebih Heroik Mengawal Stimulus di Tengah Pandemi dan Resesi
Sabtu, 17 Oktober 2020 - 13:55 WIB
Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
STABILITAS nasional dan ketertiban umum yang terjaga sepanjang periode pandemi Covid-19 menjadi bukti dari efektivitas program perlindungan sosial yang yang digagas dan direalisasikan pemerintah. Kini, ketika perekonomian nasional sudah di zona resesi, akan lebih produktif dan heroik jika semua elemen masyarakat ikut mengawal dan mengamankan stimulus ekonomi.
Banyak orang pasti masih ingat cerita tentang reaksi sebagian masyarakat saat presiden Joko Widodo mengumumkan dua kasus pertama Covid-19 di dalam negeri pada 2 Maret 2020. Hanya beberapa saat setelah pengumuman itu dipublikasikan, terjadi aksi borong atau panic buying atas sejumlah bahan pangan maupun produk lainnya. Tak hanya Panic buying, terjadi juga lonjakan harga perlengkapan kesehatan. Banyak pusat belanja dan apotik atau toko obat di berbagai kota diserbu konsumen yang ingin borong kebutuhan pokok, obat-obatan dan peralatan kesehatan seperti masker atau hand sanitizer.
Untungnya, gambaran rasa cemas dan takut itu tidak berlangsung berlarut-larut. Sejumlah institusi pemerintah di pusat dan daerah segera membanjiri ruang publik dengan masker dan hand sanitizer. Panik segera berlalu dan harga masker yang sempat melonjak ratusan persen kembali ke level normal. Mengamankan kebutuhan pokok masyarakat, pemerintah gencar menyalurkan bantuan sosial ke berbagai pelosok. Jumlah penerima manfaat Kartu Sembako yang sebelumnya 15,2 juta ditambah menjadi menjadi 20 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Nominal Kartu Sembako naik dari Rp150.000 menjadi Rp200.000 per KPM dan diberikan selama sembilan bulan hingga Desember 2020. Aksi borong sembako pun terhenti.
Untuk merespons dampak Covid-19 pada semua aspek kehidupan masyarakat, pemerintah memang melakukan refocusing anggaran, realokasi anggaran dan stimulus ekonomi. Kebijakan fiskal ditandai dengan alokasikan anggaran kesehatan sampai Rp 87,55 triliun, dan alokasi anggaran untuk program pemulihan ekonomi nasional sampai Rp607,65 triliun.
Kebijakan bagi keluarga yang berkekurangan tak hanya bantuan Sembako. Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk membantu ibu hamil, anak usia 0-6, siswa SD, SMP, SMA, disabilitas hingga Lansia. Untuk warga miskin pedesaan yang tak tersentuh Program Keluarga Harapan (PKH), disediakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) . Selain itu, BLT diberikan kepada sembilan (9) juta KPM di luar Jabodetabek yang tidak menerima PKH dan kartu sembako. Ada juga program pembebasan biaya listrik selama enam bulan bagi 24 juta pelanggan. Sedangkan program kartu Pra Kerja dengan anggaran Rp20 triliun dialokasikan untuk membantu 5,6 juta pekerja.
Hingga memasuki pekan ketiga Oktober 2020, atau delapan bulan setelah kasus Covid-19 pertama itu terdeteksi, stabilitas nasional dan ketertiban umum tetap terjaga. Dengan demikian, program perlindungan sosial yang direalisasikan pemerintah secara berkelanjutan itu terbukti efektif menjaga kondusifitas. Tidak ada gejolak luar biasa, sehingga Satgas Covid-19 bersama semua pemerintah daerah bisa fokus berupaya mengendalikan penularan Covid-19. Bahkan, karena kondusifitas itu pula, pemerintah bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) berani menetapkan pelaksanaan Pilkada 2020 serentak pada Desember mendatang.
Semua orang pun pasti kini telah paham bahwa pandemi Covid-19 tidak hanya menyebabkan gangguan kesehatan dan kematian, tetapi juga menghadirkan penderitaan bagi semua orang sehat. Jutaan orang kehilangan pekerjaan. Jutaan orang juga kehilangan sumber rezeki atau pendapatan. Data resmi menyebutkan bahwa total pengangguran akibat PHK selama periode Pandemi sekarang sudah mencapai belasan juta. Namun, jumlah riel pengangguran dipastikan lebih besar dari data resmi, karena banyak kasus PHK yang tidak dilaporkan atau tidak terdeteksi. Di tahun 2021 mendatang, pemerintah memperkirakan total pengangguran akan melampai jumlah 12,7 juta.
Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
STABILITAS nasional dan ketertiban umum yang terjaga sepanjang periode pandemi Covid-19 menjadi bukti dari efektivitas program perlindungan sosial yang yang digagas dan direalisasikan pemerintah. Kini, ketika perekonomian nasional sudah di zona resesi, akan lebih produktif dan heroik jika semua elemen masyarakat ikut mengawal dan mengamankan stimulus ekonomi.
Banyak orang pasti masih ingat cerita tentang reaksi sebagian masyarakat saat presiden Joko Widodo mengumumkan dua kasus pertama Covid-19 di dalam negeri pada 2 Maret 2020. Hanya beberapa saat setelah pengumuman itu dipublikasikan, terjadi aksi borong atau panic buying atas sejumlah bahan pangan maupun produk lainnya. Tak hanya Panic buying, terjadi juga lonjakan harga perlengkapan kesehatan. Banyak pusat belanja dan apotik atau toko obat di berbagai kota diserbu konsumen yang ingin borong kebutuhan pokok, obat-obatan dan peralatan kesehatan seperti masker atau hand sanitizer.
Untungnya, gambaran rasa cemas dan takut itu tidak berlangsung berlarut-larut. Sejumlah institusi pemerintah di pusat dan daerah segera membanjiri ruang publik dengan masker dan hand sanitizer. Panik segera berlalu dan harga masker yang sempat melonjak ratusan persen kembali ke level normal. Mengamankan kebutuhan pokok masyarakat, pemerintah gencar menyalurkan bantuan sosial ke berbagai pelosok. Jumlah penerima manfaat Kartu Sembako yang sebelumnya 15,2 juta ditambah menjadi menjadi 20 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Nominal Kartu Sembako naik dari Rp150.000 menjadi Rp200.000 per KPM dan diberikan selama sembilan bulan hingga Desember 2020. Aksi borong sembako pun terhenti.
Untuk merespons dampak Covid-19 pada semua aspek kehidupan masyarakat, pemerintah memang melakukan refocusing anggaran, realokasi anggaran dan stimulus ekonomi. Kebijakan fiskal ditandai dengan alokasikan anggaran kesehatan sampai Rp 87,55 triliun, dan alokasi anggaran untuk program pemulihan ekonomi nasional sampai Rp607,65 triliun.
Kebijakan bagi keluarga yang berkekurangan tak hanya bantuan Sembako. Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk membantu ibu hamil, anak usia 0-6, siswa SD, SMP, SMA, disabilitas hingga Lansia. Untuk warga miskin pedesaan yang tak tersentuh Program Keluarga Harapan (PKH), disediakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) . Selain itu, BLT diberikan kepada sembilan (9) juta KPM di luar Jabodetabek yang tidak menerima PKH dan kartu sembako. Ada juga program pembebasan biaya listrik selama enam bulan bagi 24 juta pelanggan. Sedangkan program kartu Pra Kerja dengan anggaran Rp20 triliun dialokasikan untuk membantu 5,6 juta pekerja.
Hingga memasuki pekan ketiga Oktober 2020, atau delapan bulan setelah kasus Covid-19 pertama itu terdeteksi, stabilitas nasional dan ketertiban umum tetap terjaga. Dengan demikian, program perlindungan sosial yang direalisasikan pemerintah secara berkelanjutan itu terbukti efektif menjaga kondusifitas. Tidak ada gejolak luar biasa, sehingga Satgas Covid-19 bersama semua pemerintah daerah bisa fokus berupaya mengendalikan penularan Covid-19. Bahkan, karena kondusifitas itu pula, pemerintah bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) berani menetapkan pelaksanaan Pilkada 2020 serentak pada Desember mendatang.
Semua orang pun pasti kini telah paham bahwa pandemi Covid-19 tidak hanya menyebabkan gangguan kesehatan dan kematian, tetapi juga menghadirkan penderitaan bagi semua orang sehat. Jutaan orang kehilangan pekerjaan. Jutaan orang juga kehilangan sumber rezeki atau pendapatan. Data resmi menyebutkan bahwa total pengangguran akibat PHK selama periode Pandemi sekarang sudah mencapai belasan juta. Namun, jumlah riel pengangguran dipastikan lebih besar dari data resmi, karena banyak kasus PHK yang tidak dilaporkan atau tidak terdeteksi. Di tahun 2021 mendatang, pemerintah memperkirakan total pengangguran akan melampai jumlah 12,7 juta.
Lihat Juga :
tulis komentar anda