Libatkan MUI, Wapres Ma'ruf Amin Jelaskan Hukum Kehalalan Vaksin Covid-19
Sabtu, 17 Oktober 2020 - 23:30 WIB
JAKARTA - Wakil Presiden RI KH Ma'ruf Amin memastikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dilibatkan oleh pemerintah dalam proses pengadaan vaksin Covid-19 termasuk pertimbangan kehalalannya. Hal tersebut bertujuan agar vaksin tersebut aman digunakan oleh masyarakat.
"Nah untuk vaksin, saya sudah minta dilibatkan, dari mulai perencanaan, pengadaan vaksin, kemudian pertimbangan kehalalan vaksin. Kemudian melalui audit di pabriknya," ujarnya saat berbincang secara virtual dengan dr Reisa, Jumat (16/10/2020). (Baca juga: Wapres Harap Masyarakat Dukung Pengembangan Vaksin Covid-19 dan Vaksinasi)
Ma'ruf yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) nonaktif ini menyebut jajarannya saat ini sedang melakukan kunjungan ke China dalam rangka memastikan proses pembuatan vaksin. Nantinya, MUI bisa menetapkan apakah vaksin tersebut terbuat dari bahan baku yang halal atau tidak. "Bahkan sekarang lagi kunjungan di RRT. Kemudian akan terus terlibat dalam menyosialisasikan ke masyarakat luas. Dalam rangka vaksinasinya. Saya kira MUI sudah terlibat sejak awal dan beberapa kali pertemuan ikut dilibatkan," jelasnya. (Baca juga: Bincang dengan Dokter Reisa, Wapres Ma'ruf Amin Sebut Vaksin dan Imunisasi Ikhtiar Mencegah Penyakit)
Ma'ruf menuturkan apabila hasil tinjauan MUI menyebutkan vaksin Corona terbuat dan diproses dengan cara yang halal, maka itu tidak menjadi masalah. MUI juga akan memberikan sertifikat halal atas vaksin tersebut. "Apabila itu halal, itukan memang tidak menjadi masalah. Tetapi harus ada sertifikatnya oleh lembaga yang memiliki otoritas, dalam hal ini MUI," ucapnya.
Namun bilamana vaksin tersebut terbuat dan diproses dengan cara tak halal, maka dalam kondisi darurat seperti ini diperbolehkan oleh agama. Sebelum digunakan ke masyarakat, MUI harus menetapkannya terlebih dahulu. "Tetapi andai kata di dalam suatu ketika, seperti waktu meningitis itu ternyata belum ada yang halal, tetapi kalau tidak ada, tidak digunakan vaksin itu akan menimbulkan kebahayaan, akan menimbulkan penyakit atau juga penyakit yang berkepanjangan, maka bisa digunakan," jelasnya.
"Walaupun tidak halal secara darurat. Tapi dengan penetapan oleh lembaga, bahwa iya ini boleh menggunakan karena keadaannya darurat. Harus ada ketetapan yang dikeluarkan oleh MUI," pungkas dia.
"Nah untuk vaksin, saya sudah minta dilibatkan, dari mulai perencanaan, pengadaan vaksin, kemudian pertimbangan kehalalan vaksin. Kemudian melalui audit di pabriknya," ujarnya saat berbincang secara virtual dengan dr Reisa, Jumat (16/10/2020). (Baca juga: Wapres Harap Masyarakat Dukung Pengembangan Vaksin Covid-19 dan Vaksinasi)
Ma'ruf yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) nonaktif ini menyebut jajarannya saat ini sedang melakukan kunjungan ke China dalam rangka memastikan proses pembuatan vaksin. Nantinya, MUI bisa menetapkan apakah vaksin tersebut terbuat dari bahan baku yang halal atau tidak. "Bahkan sekarang lagi kunjungan di RRT. Kemudian akan terus terlibat dalam menyosialisasikan ke masyarakat luas. Dalam rangka vaksinasinya. Saya kira MUI sudah terlibat sejak awal dan beberapa kali pertemuan ikut dilibatkan," jelasnya. (Baca juga: Bincang dengan Dokter Reisa, Wapres Ma'ruf Amin Sebut Vaksin dan Imunisasi Ikhtiar Mencegah Penyakit)
Ma'ruf menuturkan apabila hasil tinjauan MUI menyebutkan vaksin Corona terbuat dan diproses dengan cara yang halal, maka itu tidak menjadi masalah. MUI juga akan memberikan sertifikat halal atas vaksin tersebut. "Apabila itu halal, itukan memang tidak menjadi masalah. Tetapi harus ada sertifikatnya oleh lembaga yang memiliki otoritas, dalam hal ini MUI," ucapnya.
Namun bilamana vaksin tersebut terbuat dan diproses dengan cara tak halal, maka dalam kondisi darurat seperti ini diperbolehkan oleh agama. Sebelum digunakan ke masyarakat, MUI harus menetapkannya terlebih dahulu. "Tetapi andai kata di dalam suatu ketika, seperti waktu meningitis itu ternyata belum ada yang halal, tetapi kalau tidak ada, tidak digunakan vaksin itu akan menimbulkan kebahayaan, akan menimbulkan penyakit atau juga penyakit yang berkepanjangan, maka bisa digunakan," jelasnya.
"Walaupun tidak halal secara darurat. Tapi dengan penetapan oleh lembaga, bahwa iya ini boleh menggunakan karena keadaannya darurat. Harus ada ketetapan yang dikeluarkan oleh MUI," pungkas dia.
(cip)
tulis komentar anda