Demokrat-PKS Ditantang Jadi Motor Pembatalan UU Cipta Kerja lewat Legislative Review
Jum'at, 16 Oktober 2020 - 08:25 WIB
JAKARTA - Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin menyatakan, keberpihakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat dalam perjuangan rakyat menolak UU Cipta Kerja perlu dilanjutkan di DPR. Keduanya bisa mengambil peran sebagai inisiator pembatalan UU Cipta Kerja melalui proses legislative review.
Dia mengapresiasi penolakan PKS dan Partai Demokrat atas pengesahan UU Cipta Kerja pada Sidang Paripurna DPR beberapa waktu lalu. Tetapi seharusnya perjuangan memenuhi aspirasi rakyat tersebut semestinya tidak berhenti hanya sampai di situ.
PKS dan Demokrat perlu mengambil langkah-langkah politik lanjutan yang bersifat strategis dan konstitusional untuk lebih meyakinkan publik. Salah satunya membatalkan omnibus law dengan cara menggagas pembentukan sebuah undang-undang baru.
(Baca: HNW: Penolakan Meluas, Perppu Pencabutan UU Ciptaker Jadi Solusi)
UU baru tersebut tidak perlu memuat banyak norma. Cukup beberapa pasal yang pada pokoknya menyatakan bahwa UU Cipta Kerja dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. "Undang-undang baru yang saya maksudkan adalah sebuah undang-undang yang kira-kira judulnya adalah undang-undang tentang pencabutan atas UU Cipta Kerja," tutur Said kepada SINDOnews, Jumat (16/10/2020).
Menurut dia, sebagai partai politik yang memiliki kursi di parlemen, PKS dan Demokrat memiliki kewenangan untuk itu. Sebab kader-kader mereka di DPR memiliki hak konstitusional untuk mengajukan usul Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dijamin oleh Pasal 21 UUD 1945.
"Gagasan untuk mengajukan RUU mengenai pencabutan UU Cipta Kerja dasarnya dalam rangka memenuhi kebutuhan hukum masyarakat. Alasan tersebut merupakan salah satu alasan normatif untuk membentuk sebuah undang-undang," tambahnya
Di sisi lain, gelombang aksi unjuk rasa besar-besaran menolak omnibus law tak kunjung berhenti belakangan ini. Said menyimpulkan bahwa hal itu menunjukan adanya kebutuhan hukum dari masyarakat untuk membatalkan UU Cipta Kerja.
(Baca: Ditanya Apakah Ada Jaminan Pengusaha Patuh Bayar Pesangon Sesuai UU Ciptaker, Jawabnya?)
Dia mengapresiasi penolakan PKS dan Partai Demokrat atas pengesahan UU Cipta Kerja pada Sidang Paripurna DPR beberapa waktu lalu. Tetapi seharusnya perjuangan memenuhi aspirasi rakyat tersebut semestinya tidak berhenti hanya sampai di situ.
PKS dan Demokrat perlu mengambil langkah-langkah politik lanjutan yang bersifat strategis dan konstitusional untuk lebih meyakinkan publik. Salah satunya membatalkan omnibus law dengan cara menggagas pembentukan sebuah undang-undang baru.
(Baca: HNW: Penolakan Meluas, Perppu Pencabutan UU Ciptaker Jadi Solusi)
UU baru tersebut tidak perlu memuat banyak norma. Cukup beberapa pasal yang pada pokoknya menyatakan bahwa UU Cipta Kerja dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. "Undang-undang baru yang saya maksudkan adalah sebuah undang-undang yang kira-kira judulnya adalah undang-undang tentang pencabutan atas UU Cipta Kerja," tutur Said kepada SINDOnews, Jumat (16/10/2020).
Menurut dia, sebagai partai politik yang memiliki kursi di parlemen, PKS dan Demokrat memiliki kewenangan untuk itu. Sebab kader-kader mereka di DPR memiliki hak konstitusional untuk mengajukan usul Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dijamin oleh Pasal 21 UUD 1945.
"Gagasan untuk mengajukan RUU mengenai pencabutan UU Cipta Kerja dasarnya dalam rangka memenuhi kebutuhan hukum masyarakat. Alasan tersebut merupakan salah satu alasan normatif untuk membentuk sebuah undang-undang," tambahnya
Di sisi lain, gelombang aksi unjuk rasa besar-besaran menolak omnibus law tak kunjung berhenti belakangan ini. Said menyimpulkan bahwa hal itu menunjukan adanya kebutuhan hukum dari masyarakat untuk membatalkan UU Cipta Kerja.
(Baca: Ditanya Apakah Ada Jaminan Pengusaha Patuh Bayar Pesangon Sesuai UU Ciptaker, Jawabnya?)
tulis komentar anda