RUU Kejaksaan Harus Kuatkan Kedudukan Korps Adhyaksa
Rabu, 14 Oktober 2020 - 18:36 WIB
Menurutnya, jika diizinkan oleh hukum atau sesuai dengan kebiasaan setempat, berperan aktif dalam penyidikan, pengawasan terhadap keabsahan penyidikan tersebut, mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan dan menjalankan fungsi lain sebagai wakil kepentingan umum.
"Kalimat 'Jaksa melakukan penuntutan' harus dimaknai sebagai implementasi dari prinsip penuntut umum tunggal (single prosecution system) dalam sistem peradilan pidana," jelasnya.
Maka, jika RUU Kejaksaan menjadi Undang-undang yang baru nantinya para pencari keadilan bakal meletakkan tumpuan keadilan kepada Jaksa.
"Sehingga proses penuntutan yang dimulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi akan optimal mewujudkan kebenaran material (substantial truth) dan keadilan," tuturnya.
Menurut dia, semangat merevisi sebuah Undang-undang adalah untuk menyelesaikan masalah, bukan menciptakan masalah baru. Maka itu, apa saja masalahnya, harus diidentifikasi betul. Selain itu, prosesnya juga harus transparan, akuntabel dan melibatkan sektor terkait agar hasilnya komprehensif.
Sementara itu Dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Pancasila Hasbullah menilai pentingnya perlindungan terhadap jaksa beserta keluarga.
Hal tersebut sesuai standar perlindungan profesi jaksa yang ada di dalam United Nations Guideline on the role of procecutors dan International Association of Prosecutor (IAP) mengingat Indonesia telah bergabung menjadi anggota IAP sejak 2006.
Hasbullah mengatakan, penyempurnaan kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu yang tidak hanya terbatas pada tindak pidana korupsi, tetapi juga tindak pidana pencucian uang, tindak pidana kehutanan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) Berat.
"Harapan saya, naskah RUU ini dibuka secara publik dan diuji secara akademis, jangan sampai ini jadi boomerang bagi institusi kejaksaan, kemudian RUU Kejaksaan menjadi urgent karena UU lama tidak memenuhi perkembangan terbaru, terakhir, semoga ini jadi suatu penguatan terhadap kewenangan kejaksaan," katanya dalam kesempatan sama.
Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Krisnadwipayana Firman Wijaya mengungkapkan, asas Dominus Litis adalah asas fundamental bagi kejaksaan. Asas yang memberikan kewenangan absolute (absolute otoritatif) berdasarkan prinsip Dominus Litis dan executive ambtenaar serta tidak dapat dipisah-pisahkan (een en on delbar).
"Kalimat 'Jaksa melakukan penuntutan' harus dimaknai sebagai implementasi dari prinsip penuntut umum tunggal (single prosecution system) dalam sistem peradilan pidana," jelasnya.
Maka, jika RUU Kejaksaan menjadi Undang-undang yang baru nantinya para pencari keadilan bakal meletakkan tumpuan keadilan kepada Jaksa.
"Sehingga proses penuntutan yang dimulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi akan optimal mewujudkan kebenaran material (substantial truth) dan keadilan," tuturnya.
Menurut dia, semangat merevisi sebuah Undang-undang adalah untuk menyelesaikan masalah, bukan menciptakan masalah baru. Maka itu, apa saja masalahnya, harus diidentifikasi betul. Selain itu, prosesnya juga harus transparan, akuntabel dan melibatkan sektor terkait agar hasilnya komprehensif.
Sementara itu Dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Pancasila Hasbullah menilai pentingnya perlindungan terhadap jaksa beserta keluarga.
Hal tersebut sesuai standar perlindungan profesi jaksa yang ada di dalam United Nations Guideline on the role of procecutors dan International Association of Prosecutor (IAP) mengingat Indonesia telah bergabung menjadi anggota IAP sejak 2006.
Hasbullah mengatakan, penyempurnaan kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu yang tidak hanya terbatas pada tindak pidana korupsi, tetapi juga tindak pidana pencucian uang, tindak pidana kehutanan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) Berat.
"Harapan saya, naskah RUU ini dibuka secara publik dan diuji secara akademis, jangan sampai ini jadi boomerang bagi institusi kejaksaan, kemudian RUU Kejaksaan menjadi urgent karena UU lama tidak memenuhi perkembangan terbaru, terakhir, semoga ini jadi suatu penguatan terhadap kewenangan kejaksaan," katanya dalam kesempatan sama.
Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Krisnadwipayana Firman Wijaya mengungkapkan, asas Dominus Litis adalah asas fundamental bagi kejaksaan. Asas yang memberikan kewenangan absolute (absolute otoritatif) berdasarkan prinsip Dominus Litis dan executive ambtenaar serta tidak dapat dipisah-pisahkan (een en on delbar).
tulis komentar anda