Pilkada Serentak 2020, Kampanye Daring Tak Diminati Paslon
Sabtu, 10 Oktober 2020 - 08:15 WIB
Selain soal protokol kesehatan, Bawaslu juga menemukan beberapa dugaan pelanggaran kampanye lainnya, yakni 17 kasus dugaan pelanggaran di media sosial, 8 kasus dugaan politik uang, dan 9 kasus dugaan penyalahgunaan fasilitas pemerintah.
Adapun dugaan pelanggaran di media sosial yang dimaksud misalnya, ASN dan/atau kepala desa ikut berkampanye, kampanye di akun media sosial yang tidak didaftarkan di KPU, penyebaran konten hoaks hingga konten berbayar. “Terhadap dugaan pelanggaran tersebut Bawaslu telah menindaklanjutinya sesuai dengan prosedur terhadap bentuk pelanggaran,” kata Afif. (Baca juga: Belajar Harus Tetap Menyenangkan)
Diantaranya adalah penyampaian surat peringatan, pembubaran kegiatan kampanye dengan melibatkan kepolisian dan Satpol PP serta menyampaikan ke kepolisian jika ada dugaan tindak pidana.
Pilkada Serentak 2020 digelar di 270 daerah di Indonesia meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Masa kampanye berlangsung selama 71 hari, dimulai sejak 26 September dan berakhir 5 Desember 2020. Sementara itu, hari pemungutan suara Pilkada rencananya akan dilaksanakan secara serentak pada 9 Desember.
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menekankan agar para peserta pemilu, baik pengusung, pendukung, maupun penyelenggara serta masyarakat selalu memperhatikan dan menaati protokol kesehatan saat kampanye. Azis juga menekankan para aparat untuk bisa melakukan pengawasan dan melakukan tindakan disiplin bagi para pelanggar protokol kesehatan. “Ini perlu dilakukan pengawasan yang ketat dan penegakan disiplin secara tegas dan terukur agar tidak terjadi penyebaran Covid-19,” tandas Azis.
Penerapan protokol kesehatan ketat dalam Pilkada 2020 tidak bisa ditawar lagi. Protokol kesehatan menjadi satu-satunya cara untuk mencegah kluster penularan karena pemerintah tak akan menunda pemilihan. Oleh sebab itu Azis mengungkapkan agar pemerintah memberikan sanksi bagi para pelanggar prokes.
“Kami mengharapkan itu berjalan baik. Di samping itu pemerintah dalam hal ini Kemendagri dapat menerapkan sanksi yang tegas kepada para calon atau penyelenggara yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung yang tidak mengikuti dan tidak menaati protokol Covid-19 didalam pesta demokrasi yang akan dilangsungkan 9 Desember nanti,” ujar politikus Partai Golkar itu. (Baca juga: Waspada! Seks Oral Bisa Sebabkan Kanker Tenggorokan)
Hindari Politik Uang
Di tempat terpisah, Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid menegaskan bahwa pilkada adalah bagian dari demokrasi untuk mencari pemimpin yang terbaik bagi daerah. Namun sering kali pilkada menghasilkan pemimpin yang kemudian hari bermasalah. Ini disebabkan proses pemilihan masih diwarnai tindakan transaksional seperti money politics (politik uang).
”Demokrasi justru bukan menjadi alat untuk mempercepat kita menuju kesejahteraan, tetapi menjadi ganjalan. Bukan demokrasinya yang salah, tetapi ekses sampingnya,” kata Jazilul Fawaid dalam Halaqah Kiai Muda MDS Rijatul Ansor Pandeglang dan Temu Tokoh Kebangsaan di Pondok Hufadz Manbaul Quran, Labuan, Pandeglang, Kamis (8/10/2020).
Adapun dugaan pelanggaran di media sosial yang dimaksud misalnya, ASN dan/atau kepala desa ikut berkampanye, kampanye di akun media sosial yang tidak didaftarkan di KPU, penyebaran konten hoaks hingga konten berbayar. “Terhadap dugaan pelanggaran tersebut Bawaslu telah menindaklanjutinya sesuai dengan prosedur terhadap bentuk pelanggaran,” kata Afif. (Baca juga: Belajar Harus Tetap Menyenangkan)
Diantaranya adalah penyampaian surat peringatan, pembubaran kegiatan kampanye dengan melibatkan kepolisian dan Satpol PP serta menyampaikan ke kepolisian jika ada dugaan tindak pidana.
Pilkada Serentak 2020 digelar di 270 daerah di Indonesia meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Masa kampanye berlangsung selama 71 hari, dimulai sejak 26 September dan berakhir 5 Desember 2020. Sementara itu, hari pemungutan suara Pilkada rencananya akan dilaksanakan secara serentak pada 9 Desember.
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menekankan agar para peserta pemilu, baik pengusung, pendukung, maupun penyelenggara serta masyarakat selalu memperhatikan dan menaati protokol kesehatan saat kampanye. Azis juga menekankan para aparat untuk bisa melakukan pengawasan dan melakukan tindakan disiplin bagi para pelanggar protokol kesehatan. “Ini perlu dilakukan pengawasan yang ketat dan penegakan disiplin secara tegas dan terukur agar tidak terjadi penyebaran Covid-19,” tandas Azis.
Penerapan protokol kesehatan ketat dalam Pilkada 2020 tidak bisa ditawar lagi. Protokol kesehatan menjadi satu-satunya cara untuk mencegah kluster penularan karena pemerintah tak akan menunda pemilihan. Oleh sebab itu Azis mengungkapkan agar pemerintah memberikan sanksi bagi para pelanggar prokes.
“Kami mengharapkan itu berjalan baik. Di samping itu pemerintah dalam hal ini Kemendagri dapat menerapkan sanksi yang tegas kepada para calon atau penyelenggara yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung yang tidak mengikuti dan tidak menaati protokol Covid-19 didalam pesta demokrasi yang akan dilangsungkan 9 Desember nanti,” ujar politikus Partai Golkar itu. (Baca juga: Waspada! Seks Oral Bisa Sebabkan Kanker Tenggorokan)
Hindari Politik Uang
Di tempat terpisah, Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid menegaskan bahwa pilkada adalah bagian dari demokrasi untuk mencari pemimpin yang terbaik bagi daerah. Namun sering kali pilkada menghasilkan pemimpin yang kemudian hari bermasalah. Ini disebabkan proses pemilihan masih diwarnai tindakan transaksional seperti money politics (politik uang).
”Demokrasi justru bukan menjadi alat untuk mempercepat kita menuju kesejahteraan, tetapi menjadi ganjalan. Bukan demokrasinya yang salah, tetapi ekses sampingnya,” kata Jazilul Fawaid dalam Halaqah Kiai Muda MDS Rijatul Ansor Pandeglang dan Temu Tokoh Kebangsaan di Pondok Hufadz Manbaul Quran, Labuan, Pandeglang, Kamis (8/10/2020).
Lihat Juga :
tulis komentar anda