Pelaksanaan Pilkada Serentak pada Desember 2020 Dinilai Kurang Realistis
Rabu, 06 Mei 2020 - 14:41 WIB
JAKARTA - Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti menganggap, pertimbangan penundaan pilkada dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang penundaan pilkada nampaknya kurang realistis. (Baca juga: Perppu Diteken Jokowi, Pilkada Digelar Desember)
Menurut Ray, jika dipakai asumsi bahwa Juni atau Juli ini wabah Corona (COVID-19) akan berakhir. Tentu pelaksanaan pilkada pada Desember 2020 nanti dianggap realistis. Sebab, semakin cepat dilaksanakan, lebih baik dari pada menunda terlalu lama sebab akan berimplikasi cukup banyak. Baik dari segi pembiyaan, jadwal atau agenda politik nasional seperti pilpres atau pileg serentak 2024. "Psikologi pemilu yang terlalu mepet jaraknya antara satu pemilu ke pemilu lain, dan merugikan para kandidat," kata Ray saat dihubungi SINDOnews, Rabu (6/5/2020). (Baca juga: Kemendagri: Pilkada Dimungkinkan Ditunda Kembali Jika COVID-19 Belum Tuntas)
Masalahnya, kata Ray, ada tiga aspek yang membuat pilkada tidak realistis dilaksanakan pada Desember 2020. Pertama, sejauh ini belum terlihat ada tanda-tanda virus akan selesai pada Juni. Bahkan sejauh yang kita lihat, kurva penderita positifnya stabil di atas 200 orang perhari. "Dari data ini sulit membayangkan kurva penderita positifnya akan menurun sampai 0 dalam dua bulan ke depan," tutur pengamat sosial politik asal UIN Jakarta itu.
Kedua, belum jelasnya standar aman wabah dari pemerintah. Sejauh ini, pemerintah belum memberi kriteria bahwa kondisi kita dianggap normal jika sampai pada tahapan tertentu. Dengan begitu, asumsi Desember itu juga kurang jelas. Apa standar aman dan normal dari wabah Corona.
”Ketiga, apakah pertimbangannya semata-mata hanya aman dan normal dari Corona? Kalau pemerintah tidak memperhitungkan efek psikologis masyarakat akibat serangan wabah Corona tentunya juga berpengaruh pada minat mereka pada politik,” ucapnya.
Selain itu, apakah pemerintah tidak menghitung gejolak politik lokal dalam pilkada saat warga baru saja selesai menghadapi musibah wabah Corona. "Saya kira poin ke tiga itu juga perlu diperhitungkan pemerintah sebelum benar-benar yakin untuk tetap pada jadwal pilkada serentak di Desember yang akan datang. Jika tidak, sudah semestinya pindah ke skenario ke dua," ucapnya.
Menurut Ray, jika dipakai asumsi bahwa Juni atau Juli ini wabah Corona (COVID-19) akan berakhir. Tentu pelaksanaan pilkada pada Desember 2020 nanti dianggap realistis. Sebab, semakin cepat dilaksanakan, lebih baik dari pada menunda terlalu lama sebab akan berimplikasi cukup banyak. Baik dari segi pembiyaan, jadwal atau agenda politik nasional seperti pilpres atau pileg serentak 2024. "Psikologi pemilu yang terlalu mepet jaraknya antara satu pemilu ke pemilu lain, dan merugikan para kandidat," kata Ray saat dihubungi SINDOnews, Rabu (6/5/2020). (Baca juga: Kemendagri: Pilkada Dimungkinkan Ditunda Kembali Jika COVID-19 Belum Tuntas)
Masalahnya, kata Ray, ada tiga aspek yang membuat pilkada tidak realistis dilaksanakan pada Desember 2020. Pertama, sejauh ini belum terlihat ada tanda-tanda virus akan selesai pada Juni. Bahkan sejauh yang kita lihat, kurva penderita positifnya stabil di atas 200 orang perhari. "Dari data ini sulit membayangkan kurva penderita positifnya akan menurun sampai 0 dalam dua bulan ke depan," tutur pengamat sosial politik asal UIN Jakarta itu.
Kedua, belum jelasnya standar aman wabah dari pemerintah. Sejauh ini, pemerintah belum memberi kriteria bahwa kondisi kita dianggap normal jika sampai pada tahapan tertentu. Dengan begitu, asumsi Desember itu juga kurang jelas. Apa standar aman dan normal dari wabah Corona.
”Ketiga, apakah pertimbangannya semata-mata hanya aman dan normal dari Corona? Kalau pemerintah tidak memperhitungkan efek psikologis masyarakat akibat serangan wabah Corona tentunya juga berpengaruh pada minat mereka pada politik,” ucapnya.
Selain itu, apakah pemerintah tidak menghitung gejolak politik lokal dalam pilkada saat warga baru saja selesai menghadapi musibah wabah Corona. "Saya kira poin ke tiga itu juga perlu diperhitungkan pemerintah sebelum benar-benar yakin untuk tetap pada jadwal pilkada serentak di Desember yang akan datang. Jika tidak, sudah semestinya pindah ke skenario ke dua," ucapnya.
(cip)
tulis komentar anda