MPR Ingatkan Beda Sikap soal UU Ciptaker Jangan Timbulkan Perpecahan
Jum'at, 09 Oktober 2020 - 03:09 WIB
JAKARTA - Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) oleh pemerintah dan DPR menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan, setiap undang-undang selalu saja mulai dari proses pembahasan sampai hasilnya memunculkan perselisihan atau perbedaan paham.
"Menurut saya perselisihan atau perbedaannya itu harus produktif. Saya setuju bahwa yang namanya ihtilafu ummati rahmatin, perbedaan pendapat dari umat itu menjadi rahmat, tapi jangan sampai perbedaan itu justru menjadi petaka," ujar Gus Jazil di sela Sosialisasi Empat Pilar di Pondok Pesantren Mathla’un Nawakarta, Kampung Paringi, Desa Pasir Putih Eurih, Kecamatan Cicata, Kabupaten Pandeglang, Banten, Kamis (8/10/2020).
Menurut Gus Jazil, tarik-menarik perbedaan yang kuat di tengah-tengah masyarakat saat ini jangan sampai mengakibatkan perpecahan yang tidak produktif. "Kalau mau pakai jalur hukum, tinggal ke MK (Mahkamah Konstitusi). Kalau mau berdialog, berdialoglah dengan baik-baik. Karena itulah yang disebut dengan budaya Pancasila. Setiap permusyawaratan di Pancasila harus diiringi dengan hikmat kebijaksanaan, tidak ada yang otot-ototan. Semua bisa didialogkan. Ini seperti bangsa ini sudah tertutup untuk bisa berdialog satu sama yang lainnya," tuturnya. ( )
Wakil Ketua Umum DPP PKB ini mengimbau semua pihak harus duduk bersama sehingga ketika ada ketidakpuasan, bisa didialogkan. "Sebab apa, yang banyak (muncul di publik-red) itu bukan dialog, malah yang ada menurut saya fitnah," urainya.
Gus Jazil mengaku setuju bahwa omnibus law UU Ciptaker sebagai buah dari pikiran manusia ada kekurangan. "Tidak ada yang sempurna. Cuma menyikapi ketidak sempurnaan ini jangan sampai kita sikapi dengan terpecah belah, jangan disikapi dengan permusuhan, itu bangsa yang berbudaya, ada aturannya," urainya. (Baca juga: Update Corona: Positif 320.564 Orang, 244.060 Sembuh dan 11.580 Meninggal)
Koordinator Nusantara Mengaji ini mengatakan, DPR sebagai pembuat UU pasti akan mendengarkan suara penolakan yang belakangan kencang disuarakan sejumlah elemen masyarakat. "Omnibus law kita mendengarkan, kita tidak tuli. Kalau toh ada yang salah yang namanya undang-undang bisa dikoreksi. Cuma kalau koreksinya dengan jerat jerit, bakar-bakar, itu tidak benar," katanya.
"Menurut saya perselisihan atau perbedaannya itu harus produktif. Saya setuju bahwa yang namanya ihtilafu ummati rahmatin, perbedaan pendapat dari umat itu menjadi rahmat, tapi jangan sampai perbedaan itu justru menjadi petaka," ujar Gus Jazil di sela Sosialisasi Empat Pilar di Pondok Pesantren Mathla’un Nawakarta, Kampung Paringi, Desa Pasir Putih Eurih, Kecamatan Cicata, Kabupaten Pandeglang, Banten, Kamis (8/10/2020).
Menurut Gus Jazil, tarik-menarik perbedaan yang kuat di tengah-tengah masyarakat saat ini jangan sampai mengakibatkan perpecahan yang tidak produktif. "Kalau mau pakai jalur hukum, tinggal ke MK (Mahkamah Konstitusi). Kalau mau berdialog, berdialoglah dengan baik-baik. Karena itulah yang disebut dengan budaya Pancasila. Setiap permusyawaratan di Pancasila harus diiringi dengan hikmat kebijaksanaan, tidak ada yang otot-ototan. Semua bisa didialogkan. Ini seperti bangsa ini sudah tertutup untuk bisa berdialog satu sama yang lainnya," tuturnya. ( )
Wakil Ketua Umum DPP PKB ini mengimbau semua pihak harus duduk bersama sehingga ketika ada ketidakpuasan, bisa didialogkan. "Sebab apa, yang banyak (muncul di publik-red) itu bukan dialog, malah yang ada menurut saya fitnah," urainya.
Gus Jazil mengaku setuju bahwa omnibus law UU Ciptaker sebagai buah dari pikiran manusia ada kekurangan. "Tidak ada yang sempurna. Cuma menyikapi ketidak sempurnaan ini jangan sampai kita sikapi dengan terpecah belah, jangan disikapi dengan permusuhan, itu bangsa yang berbudaya, ada aturannya," urainya. (Baca juga: Update Corona: Positif 320.564 Orang, 244.060 Sembuh dan 11.580 Meninggal)
Koordinator Nusantara Mengaji ini mengatakan, DPR sebagai pembuat UU pasti akan mendengarkan suara penolakan yang belakangan kencang disuarakan sejumlah elemen masyarakat. "Omnibus law kita mendengarkan, kita tidak tuli. Kalau toh ada yang salah yang namanya undang-undang bisa dikoreksi. Cuma kalau koreksinya dengan jerat jerit, bakar-bakar, itu tidak benar," katanya.
(dam)
tulis komentar anda