Komnas HAM: Masih Ada PMI yang Ingin Kerja di Sabah
Kamis, 08 Oktober 2020 - 14:31 WIB
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menaruh perhatian terhadap nasib pekerja migran Indonesia di Sabah, Malaysia. (Baca juga: Koalisi Buruh Migran Sebut Arus Deportasi PMI dari Sabah Meningkat Sejak Juni 2020)
Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam mengatakan, pihaknya sudah menurunkan tim ke tempat transit mereka ketika tiba di Indonesia, Parepare dan Makassar.
(Baca juga: UU Ciptaker Disahkan, CSIS: Ini Bermanfaat terhadap Investasi)
Tim untuk memperdalam informasi yang diberikan Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) mengenai nasib memprihatinkan PMI yang dideportasi dari Sabah. Choirul Anam mengatakan, kondisi buruh migran yang bekerja di Sabah memang kompleks.
Dia menceritakan, masa kerja dan menetapnya PMI di Sabah sangat panjang dibandingkan daerah lain. Para PMI bisa bekerja dan menetap selama 10 tahun.
Siklus inilah yang harus dilihat lebih dalam lagi oleh pemangku kepentingan, seperti Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
"Buruh migran yang bekerja di sektor sawit harus dimonitoring. Ini menjadi tanggung jawab Indonesia, Malaysia, dan warga dunia. Industri bahan baku dan konsumen harus memperhatikan (nasib) buruh migran," terangnya dalam diskusi daring, Kamis (8/10/2020).
Komnas HAM meminta pemerintah memperhatikan kesehatan PMI yang dideportasi dari Sabah agar mereka tidak terlalu Covid-19. Choirul Anam menjelaskan para PMI kesulitan melakukan jaga jarak, baik di perjalanan yang menggunakan kapal laut maupun tempat penampungan.
Choirul Anam meminta pemerintah daerah (pemda) melakukan kerja sama dan koordinasi terkait kepulangan para PMI. Para PMI dari Sabah mayoritas transit dan ditampung di Kota Makassar.
Pemda harusnya saling berkomunikasi untuk mengatur kepulangan ke kampung halaman PMI. Catatan lain, para PMI itu ternyata masih banyak yang ingin kembali ke sabah. "Beberapa yang kami temukan, (mereka) enggak punya akar sosial yang kuat di Makassar dan Parepare," pungkasnya.
Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam mengatakan, pihaknya sudah menurunkan tim ke tempat transit mereka ketika tiba di Indonesia, Parepare dan Makassar.
(Baca juga: UU Ciptaker Disahkan, CSIS: Ini Bermanfaat terhadap Investasi)
Tim untuk memperdalam informasi yang diberikan Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) mengenai nasib memprihatinkan PMI yang dideportasi dari Sabah. Choirul Anam mengatakan, kondisi buruh migran yang bekerja di Sabah memang kompleks.
Dia menceritakan, masa kerja dan menetapnya PMI di Sabah sangat panjang dibandingkan daerah lain. Para PMI bisa bekerja dan menetap selama 10 tahun.
Siklus inilah yang harus dilihat lebih dalam lagi oleh pemangku kepentingan, seperti Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
"Buruh migran yang bekerja di sektor sawit harus dimonitoring. Ini menjadi tanggung jawab Indonesia, Malaysia, dan warga dunia. Industri bahan baku dan konsumen harus memperhatikan (nasib) buruh migran," terangnya dalam diskusi daring, Kamis (8/10/2020).
Komnas HAM meminta pemerintah memperhatikan kesehatan PMI yang dideportasi dari Sabah agar mereka tidak terlalu Covid-19. Choirul Anam menjelaskan para PMI kesulitan melakukan jaga jarak, baik di perjalanan yang menggunakan kapal laut maupun tempat penampungan.
Choirul Anam meminta pemerintah daerah (pemda) melakukan kerja sama dan koordinasi terkait kepulangan para PMI. Para PMI dari Sabah mayoritas transit dan ditampung di Kota Makassar.
Pemda harusnya saling berkomunikasi untuk mengatur kepulangan ke kampung halaman PMI. Catatan lain, para PMI itu ternyata masih banyak yang ingin kembali ke sabah. "Beberapa yang kami temukan, (mereka) enggak punya akar sosial yang kuat di Makassar dan Parepare," pungkasnya.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda