Peradi Minta Rancangan UU Kejaksaan Dikaji Ulang

Kamis, 08 Oktober 2020 - 01:00 WIB
Draf Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI (RUU Kejaksaan) dinilai menimbulkan konflik kepentingan. FOTO/DOK.SINDOphoto
JAKARTA - Draf Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI ( RUU Kejaksaan ) dinilai menimbulkan konflik kepentingan. Selain itu, draf RUU Kejaksaan itu juga dianggap memasuki ranah pekerjaan advokat .

Maka itu, Wakil Sekretaris Jenderal DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Rivai Kusumanegara menilai draf RUU Kejaksaan itu harus dikaji ulang. "Konflik kepentingan di sini adalah di satu sisi berperan menuntut tindak pidana, tapi di sisi lain dapat menjadi konsultan hukum kementerian atau Pemda hingga mendampingi dalam persidangan perdata dan tata usaha negara," ujar Rivai kepada wartawan, Rabu (7/10/2020).

Dengan begitu, dia menilai bisa terjadi jaksa bidang pidana khusus menuntut secara pidana pemerintah daerah. Namun, dalam rangka pembelaan Jaksa Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (TUN) menguji kewenangan pemerintah daerah berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). ( )



"Kalau diibaratkan anatomi manusia, tangan kiri menuntut, tapi tangan kanan membela. Maka, timbul konflik kepentingan," ujarnya.

Dia berpendapat, konflik kepentingan itu juga bisa menyebabkan jaksa tergelincir seperti kasus operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap jaksa tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) di Yogyakarta, yang berujung Jaksa Agung melikuidasi tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Pusat (TP4P) dan TP4D di tahun 2019.

"Awalnya, mereka bertugas memberi konsultasi dan nasihat hukum bagi Kementerian dan Pemda dalam mengawal proyek-proyek Pemerintah," ungkapnya.

Maka itu, dia meminta dalam RUU Kejaksaan, peran Jaksa Pengacara dibatasi hanya mewakili negara dan pemerintah. Jaksa Pengacara Negara tidak dapat lagi menangani Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) maupun masyarakat. ( )

"Pelarangan menangani BUMN/BUMD dan masyarakat serta amanat pembentukan Kode Etik Jaksa Pengacara Negara sebaiknya dicantumkan dalam penjelasan Pasal 30 RUU Kejaksaan," katanya.

Selain itu, Rivai juga menyoroti soal fungsi jaksa sebaiknya disesuaikan dengan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang memperluas kewenangan jaksa sehingga melakukan supervisi penyidikan. Konsekuensinya, jaksa tidak dapat lagi melakukan penyelidikan dan penyidikan karena menjadi tugas Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

"Karena checks and balances menjadi tidak maksimal jika jaksa menyupervisi penyidikan yang dilakukan oleh jaksa juga. Zaman HIR Belanda, kita menganut sistem tersebut. Jadi dalam konsep tersebut, penyelidik dan penyidik dilakukan oleh polisi dan PPNS. Jadi, RUU Kejaksaan harus linear dengan konsep criminal justice system yang telah dirancang dalam RUU KUHAP," katanya.
(abd)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More